BAGIAN 4

435 22 0
                                    

Mata lelaki itu sipit dan selalu tampak berair. Tubuhnya agak bungkuk meski usianya belum terlalu lanjut. Bajunya lusuh seperti pengemis. Tetapi, raut wajahnya berkesan angkuh dan menganggap remeh semua orang. Begitu juga ketika berhadapan dengan Juragan Bonteng. Seakan tak peduli, kedua kakinya diangkat begitu saja di atas meja. Dari sela-sela bibirnya mengepul asap rokok kawung membentuk bulatan-bulatan tebal.
"Tahukah kau apa yang harus dilakukan?" tanya Juragan Bonteng menegaskan.
Juragan gendut itu tak yakin, kenalan Ki Sempur Walang ini mampu menangani pemuda yang telah membuatnya susah tidur. Sejak tadi, Corak Genggong bersikap acuh tak acuh. Matanya yang sipit dan selalu berair, terkantuk-kantuk menikmati hisapan asap rokok yang terus mengepul.
"Hm..., itu soal kecil. Bahkan kalau Juragan mau, aku bisa membuatnya mampus dalam sekali pukul."
"Aku tak peduli! Kalau kau bisa membuatnya mampus, itu lebih baik lagi!"
"He he he...! Tapi upahnya."
"Jangan khawatir, berapa pun yang kau minta pasti ku penuhi!"
"Seratus keping uang emas!"
"Apa?!" Sepasang mata Juragan Bonteng tampak membulat. Hatinya sangat terkejut, dan tidak pernah membayangkan akan diminta upah sebanyak itu. Seratus keping uang emas, bukan jumlah yang sedikit. Dirinya sendiri harus mengumpulkan dengan susah payah.
"Ya sudahlah. Kalau Juragan tidak setuju cari saja orang lain...," sahut Carok Genggong sambil bangkit berdiri.
"Eh, sabar dulu. Sabar dulu.... Kau yakin mampu membereskannya?" tanya Juragan Bonteng meyakinkan.
"Lebih baik aku bunuh diri jika tak mampu membereskan bocah ingusan!" ujarnya sombong.
"Baiklah. Akan kuberi seperempat bagian dulu, sisanya akan kulunasi bila kau telah membawa kepala pemuda itu."
"He he he...! Carok Genggong tak pernah menerima upah setengah-setengah. Bila jadi, katakan jadi. Dan, beri upah seutuhnya. Tapi bila tidak, katakan tidak. Dan, aku akan berlalu secepatnya dari sini," tegas orang bermata sipit itu tak senang.
"Aku tak punya uang sebanyak itu sekarang. Bagaimana kalau kubayar tujuh puluh lima keping dulu, dan sisanya ku lunasi lima hari lagi?"
Carok Genggong berpikir beberapa saat, sebelah akhirnya menganggukkan kepala.
"Hm..., tak apalah. Hitung-hitung membantu majikan sobatku. Kalau bukan majikan Ki Sempur, mana mungkin kuterima. Nah, katakan di mana aku bisa menjumpainya? Akan kubereskan sekarang juga!"
"Di rumah Nyi Larasati. Ki Sempur Walang akan mengantarmu ke sana. Bukan begitu, Ki Sempur?"
"Betul, Ki Carok. aku akan mengantarmu sekarang juga," sahut Ki Sempur Walang.
"Hm, kalau begitu kami berangkat sekarang!" ujar Carok Genggong sambil membuang puntung rokok. Dengan diikuti Ki Sempur Walang, mereka langsung membalikkan tubuh dan berlalu dari tempat itu.
Juragan Bonteng menghela napas lega, dan berharap Carok Genggong mampu mengatasi pemuda yang telah menghina dirinya.
"Kau percaya pada orang itu, Juragan?" tanya Cagak Layung sinis.
"Kalau tidak, siapa lagi yang harus dipercaya? Sebenarnya, aku tak suka orang itu. Sikapnya sangat sombong dan meremehkan diriku. Kalau tugasnya sudah selesai, aku ingin dia segera angkat kaki dari sini!"
"Aku malah khawatir, dirinya akan menjadi penghalang, Juragan."
"Maksudmu?"
"Iya..., melihat sikapnya yang sangat meremehkan Juragan, bisa menjadikannya besar kepala dan berpikir untuk menetap di sini selamanya. Kalau sampai terjadi demikian, keberadaan Juragan akan terancam," jelas Cagak Layung.
Juragan Bonteng merenungi dugaan Cagak Layung. Kemudian kepalanya terangguk-angguk dengan wajah kebingungan.
"Benar juga katamu...."
"Itulah Juragan. Sebaiknya, jangan mempercayai orang yang baru dikenal.
"Jadi, apa yang harus kulakukan?" tanya Juragan Bonteng kesal. "Setan keparat! Pemuda sial itu benar-benar membuat otakku buntu!"
"Jangan takut, Juragan. Masih banyak cara mengatasi pemuda itu," saran Cagak Layung tenang.
"Sudahlah, jangan berbelit-belit! Apa yang harus kulakukan sekarang?" tanya Juragan Bonteng tak sabar.
Cagak Layung beranjak mendekati juragannya. "Aku punya seorang kawan yang bisa diandalkan. Kalau orang itu gagal, Juragan boleh mempercayai kawanku...," suara Cagak Layung terdengar berbisik.
Mata Juragan Bonteng mendelik dan raut wajahnya berubah tak senang. "Kalian berdua sama saja! Ingin menguras hartaku dengan alasan macam-macam!"
"Eh, jangan salah paham, Juragan! Kawanku tidak mata duitan seperti yang tadi. Bila mendengar ada orang sakti, akan didatangi dan ditantangnya orang itu. Lalu, diajak bertarung habis-habisan," jelas Cagak Layung.
Juragan Bonteng kembali berpikir. Akalnya yang licik segera bekerja. Ada baiknya, memanfaatkan orang itu bila kata-kata Cagak Layung benar. Bagaimanapun, dibandingkan dengan Ki Sempur, Cagak Layung lebih bisa dipercaya. Orang itu telah bekerja lebih lama daripada Ki Sempur. Juragan Bonteng tahu betul watak dan kebiasaannya.
"Bawa segera orang itu. Tidak usah menunggu Carok Genggong berhasil atau tidak," perintah Juragan Bonteng.
"Baik, Juragan!" Cagak Layung segera mengajak kawan-kawannya, setelah mendengar keputusan Juragan Bonteng.

86. Pendekar Rajawali Sakti : Dendam MembaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang