Hikam menemani kedua putranya di kantor polisi, meskipun di hari yang sama Ustadz Harun dan Syafiq datang ke rumah Nirmala untuk melamar Husna. Dia mengiyakan apa pun yang dikatakan oleh penyidik dan pengacara, pikirannya tak bisa fokus.
Sungguh sangat kontras perbedaannya, ketika Husna mengabarkan masa depan yang bahagia, dua putranya dari Henidar justu membawa aib yang akan diingat sangat lama.
"Pa," bisik Henidar meminta suaminya untuk mengajukan surat penangguhan penahanan.
Hikam tak bergeming, dia menerima semua keputusan polisi dan mempercayakan putranya untuk dibina di sana.
"Papa tega sama anak sendiri," ujar Henidar ketika berada di dalam mobil. Pasca melepaskan kedua putranya untuk tinggal di tahanan sementara.
"Kamu tahu tidak? Hari ini putriku sedang dilamra oleh lelaki baik, dan aku malah sibuk di kantor polisi karena putraku telah lalai hingga menyebabkan orang mati," tanya Hikam sambil menatap kosong. Mobil dikendalikan oleh sopir.
"Kamu tuh, kenapa harus anak itu terus yang diingat?"
"Henidar ... haruskah aku menamparmu agar paham kenapa aku tetap peduli pada Husna dan kenapa aku membiarkan anak darimu di penjara?" Hikam mulai geram. Tangannya mengepal kuat, menahan diri untuk tak benar-benar menampar wajah istrinya.
"Bagaimana kau bisa kehilangan akal seperti ini, hah?" tanya Hikam lagi penuh amarah. "Aku jelaskan sekali lagi, Husna meski aku telah bercerai dengan Nirmala, dia tetap tanggung jawabku, tetap anakku yang harus kunafkahi dan kujaga. Kau paham sampai di sini?" tekannya dengan menatap Henidar yang menunduk.
Wanita itu tak menjawab, hanya menunduk dengan mata yang basah.
"Anakmu, andai aku bebaskan dengan uang, dengan kekuasaanku, membayar keluarga korban agar menutup kasus, bisa kau bayangkan akan seperti apa mereka kelak di masa depan? Hah?" Hikam kembali meninggi. "Apa kau lupa? Aku dulu memilihmu karena kau sangat anggun di mataku, karena kulihat kau rajin beribadah, lalu kenapa sekarang kau seperti jauh dari pemahaman akan agama, hah?"
Hikam menahan dadanya yang terasa sakit kembali. Tubuhnya ia rebahkan di kursi mobil, menahan rasa sakit yang tiba-tiba mendera dan menyesakkan dadanya.
"Harta, apa telah membuatmu buta? Dulu, kau katakan kau bersedia jadi istri kedua dan bergandengan tangan dengan Nirmala, meski akhirnya Nirmala menolak dan memilih diceraikan. Di mana Henidarku yang dulu?"
Henidar menatap suaminya, menyentuh tangannya.
"Maafkan aku, Pa. Aku terlalu cemburu."
"Kau bisa bayangkan saat Nirmala mengetahui aku menikah lagi denganmu? Rasa sakitnya jauh lebih dari apa yang kaurasakan saat tahu aku bertemu lagi dengannya hanya untuk bertemu Husna."
Henidar tertunduk dan menangis. Sebagai perempuan, dia tentu seharusnya tahu rasanya.
"Jika Husna dan Syafiq sungguhan menikah, dan aku harus datang sebagai wali, aku harap kau juga datang dan menyapa Nirmala. Bisa?" pinta Hikam menoleh pada Henidar yang mengangguk dengan mata yang semakin basah.
"Saat Husna menikah dengan Syafiq, mungkin dia akan sendirian. Putra lelakiku darinya ternyata meninggal tak lama saat aku memutuskan hidup denganmu. Bisa kaubayangkan seperti apa hancurnya dia?" Lagi, Hikam memegangi dadanya yang terasa sakit.
"Sudah, Pa. Aku paham, aku minta maaf," ujar Henidar sambil merangkul pundak suaminya.
***
Hujan gerimis menambah rasa gugup yang terlihat di wajah lelaki yang duduk di samping sopir sebuah mobil berwarna hitam. Orang tuanya tampak tersenyum simpul melihat kegelisahannya. Dia adalah Syafiq, yang memutuskan melamar Husna bersama orang tuanya. Agar dapat ia jelaskan tujuan pernikahan dan tak semua lelaki yang konon paham agama pasti ada niat poligami.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE MIRACLE (Tamat)
RandomKetika seorang anak menyaksikan bagaimana orang tuanya berpisah. Bahkan tangan mungilnya ditepis oleh sang ayah yang dulu begitu menyayanginya, demi wanita lain. Husna namanya, tumbuh menjadi anak yang kuat, peduli pada anak-anak korban perceraian...