Hari sudah berganti lagi. Sekarang Jaemin dan semua makhluk yang bernapas harus memulai aktifitasnya yang baru lagi. Seperti pagi ini. Meski masih ingin tetap berada di balik hangatnya selimut, tapi Jaemin tetap harus bangun kalau tidak ingin terlambat lagi.
Dengan malas ia beranjak turun dari tempat tidur dan meraih handuknya. Ia melihat Haechan juga baru bangun dan sedang mengucek-ngucek matanya.
"Aku akan mandi lebih dulu," kata Jaemin dan melangkah masuk kamar mandi Haechan.
"Hei, kau mimpi atau apa?" tanya Haechan masih dengan suara agak serak. "Kau tidak ingat kalau keran air di kamar mandiku belum diperbaiki?"
Jaemin menepuk jidatnya. "Oh astaga, aku lupa."
Haechan geleng-geleng kepala saat melihat Jaemin berlari keluar kamar. Hendak kembali ke kamar kosnya sendiri. Saat Haechan masuk ke kamar Jaemin beberapa menit kemudian, ia melihat Jaemin berdiri di muka pintu kamar mandi. Entah apa yang dipikirkan pemuda itu. Tapi Jaemin terlihat belum mau masuk ke kamar mandinya. Dan karena Jaemin berdiri membelakangi Haechan, Ia mengambil ancang-ancang untuk mengagetkan pemuda itu. Serta merta omelan panjang keluar dari bibir Jaemin. Haechan tertawa keras membuat darah Jaemin naik di ubun-ubun.
"Yak! Lee Haechan!" Jaemin menjerit marah. Ia mengacungkan sebelah tangannya. Mengancam akan memukul Haechan. Tapi Haechan hanya menjulurkan lidahnya mengejek Jaemin sehingga pemuda itu melotot.
Belum sempat Jaemin mengatakan apa-apa, Haechan cepat-cepat menerobos masuk untuk ke kamar mandi menyelamatkan dirinya dari amukan Jaemin.
Haechan selesai mandi beberapa menit kemudian. Ia melirik Jaemin yang tengah duduk di atas tempat tidurnya. Ia tahu Jaemin masih enggan untuk membersihkan tubuhnya pagi ini. Karena itu ia cepat-cepat ke luar kamar Jaemin. Tanpa pamit dan tanpa mengucapkan terima kasih karena Jaemin sudah meminjamkan kamar mandinya. Haechan tertawa sendiri. Kebiasaannya menggoda Jaemin tidak pernah hilang. Meskipun Jaemin selalu menjerit, merajuk bahkan kadang-kadang mogok bicara satu hari. Tapi setelah itu semuanya kembali seperti biasa. Dan itu karena Haechan memiliki segala macam cara sehingga Jaemin mau memaafkannya.
***
Jeno menatap tas plastik yang dijinjingnya sebelum meletakkannya kedalam bagasi mobil. Ia menoleh pada Haechan yang berdiri di sampingnya seraya tersenyum lebar.
"Kau yakin akan melakukan ini?" tanya Jeno sambil menatap plastik itu lagi.
"Sangat yakin," jawab Haechan mantap. "Kenapa? Kau ragu akan kemampuanku?" Ia memang berencana untuk memasak makanan kesukaan Jaemin. Maksudnya tentu saja agar Jaemin mau memaafkannya dengan kejadian tadi pagi di depan kamar mandi.
"Bukan begitu. Tapi..."
"Ah, aku ingat. Jaemin pernah mengatakan kau pintar bernyanyi sambil bermain gitar. Bagaimana kalau kau bernyanyi sambil bermain gitar nanti?" tanya Haechan lagi dengan semangat. Matanya berbinar-binar.
"Astaga, kau membuatnya terdengar seperti sesuatu yang patut dibanggakan. Tapi baiklah aku akan melakukannya."
Haechan tersenyum lebar dan melompat senang. Jika saja ia tidak mengendalikan dirinya, ia pasti sudah memeluk Jeno. "Terima kasih. Kau benar-benar baik."
Jeno mendengus. "Ternyata Jaemin benar. Kau memang pandai merayu. Ckck"
"Haha..." Haechan menyuarakan tawanya membuat Jeno geleng-geleng kepala.
"Jadi apa rencanamu selanjutnya? Kurasa saat ini Jaemin sudah ada di kosnya," ujar Jeno seraya membuka pintu mobil dan duduk di jok pengemudi. Haechan mengikutinya dan duduk di jok penumpang di sebelah Jeno.
Haechan melirik jam tangannya. Sudah jam 5 sore. Jaemin sudah pasti di ada di kos sejak tadi. Tapi pada jam seperti ini, ia masih asyik di tempat tidur berpelukan dengan bantal gulingnya.
YOU ARE READING
Wretched [NoMin] -END-
FanfictionLee Jeno hanya tidak mengerti kenapa setiap kali ia beradu pandang dengan Na Jaemin pemuda itu selalu menatap sinis padanya? Seolah Jeno merupakan wabah penyakit yang harus dihindari. Tidak tahan dengan sikap Jaemin yang selalu sinis padanya, Jeno...