0.3

3 1 0
                                    

Shea POV

Aku kembali memilih untuk langsung pulang karena hari semakin sore. Kuputuskan aku takkan ambil pusing dengan apapun yang akan terjadi setelah ini. Karena apapun itu, mungkin itulah jalan hidupku. Bukankah tak ada yang tau kapan waktuku akan terus berlanjut?

"Shea, kau kembali? Apa kau mau makan dulu? Aku telah menyiapkan sup kesukaanmu." Lagi, asisten rumah tangga itu tetap menawariku hal serupa berulang ulang. Ia takkan berhenti membujukku sampai aku mau makan.

"Tidak, terima kasih."

Kudapati raut wajahnya semakin murung. Mungkin ia mendengar lebih banyak tentangku setiap hari. Tapi dia tetaplah memperlakukanku layaknya putrinya. Bukan anak dari majikannya.

Aku menuju kamarku di lantai dua. Kulepas almamaterku dan menggantungnya. Tak lupa aku melepas kaus kakiku lalu berbaring di atas ranjang. Sengaja kuluapkan semuanya. Semua yang kurasakan hari ini, kemarin, dan apapun yang telah terjadi padaku. Aku memang memilih untuk diam, namun bukan berarti aku tak membutuhkan teman. Hanya saja egoku lebih besar daripada sifat sosialku.

"Aku ingin pulang." Rintihku. Tetap saja aku takkan bertahan meski kecukupanku. Kuakui, aku tinggal di rumah besar, mewah dan indah. Bahkan kalaupun aku mau, empat orang pengawal siap menemaniku pergi kapanpun kumau. Lantas untuk apa harta melimpah jika diriku tak sedikitpun merasakan satu kebahagiaan? Apa kehidupanku bisa dibayar dengan harta tanpa keluarga? Tentu tidak.

Aku janji, aku pasti akan kembali pulang. Aku yakin itu. Aku akan kembali menemui kalian di sana. Aku akan segera pulang. Tunggu aku.

Seorang gadis nampak mondar mandir di depan pintu kelas sambil terus mengetuk ngetukkan penanya di dagu. Harus diakui, dia gampang bosan dengan keadaan. Jadi anggap saja dia butuh melakukan suatu hal. Siapa lagi jika bukan Ayame.

"Kenapa dia belum datang juga ya? Apa dia absen hari ini?" Tau siapa yang ia tunggu?

Tentu jawabannya adalah Kaiga. Bukankah Ayame menyukai Kaiga? Karena itulah ia menunggu gadis itu sampai benar benar datang. Bahkan ia memilih berjalan kesana kemari demi memastikan kedatangan idolanya itu. Padahal jika Shea benar benar datang, takkan ada yang dilakukan Ayame. Gadis itu hanya akan saling diam dengan pikiran masing masing.

"Oii Mizuki, apa kau tak bosan menunggu gadis itu?" Gadis berambut pirang dengan tubuh ramping yang berada tak jauh dari Ayame. Dia memang duduk di barisan nomor dua di depan Ayame. Jadi tak terlalu sulit menjangkau gadis otaku itu.

"Kau menunggu nya? Sama saja kau memberi kesialan pada dirimu." Imbuh gadis berkuncir kuda. Ya, dia Rin. Tapi ia tak sepenuhnya fokus dengan siapa ia bicara, ia bahkan masih fokus dengan blush on yang ia pakai. Bahkan katakan saja, mejanya penuh dengan make up branded yang sengaja ia pamerkan pada yang lain. Tapi tentu itu takkan berpengaruh bagi Tsumeda ataupun Ayame.

"Apa yang salah? Dia bahkan sangat sempurna bagiku. Bukankah dia sangat pintar di kelas? Dia bahkan pernah menjadi tutorku, dan hasilnya nilaiku bisa bagus. Apa yang salah dari seorang Kaiga Shea?"

Semua saling diam. Sibuk dengan pikiran masing masing.w
"Apa belum jelas? Perlukah kuulangi kala-

Damn!

"Ka-? Kaiga san?" Ayame tergagap kala kedua bola matanya berhasil mengambil celah di pandangan Kaiga. Tatapan penuh arti dan dengan rona wajah indah serta bulu mata yang sangat lentik. KAIGA BEGITU SEMPURNA.

"Ada masalah?" Tanya Kaiga dengan nada lembut. Jujur, ini pertamakalinya Ayame mendengar suara Kaiga dari dekat. Bagaimana mungkin setelah sekian lama mereka saling kenal, ini adalah moment pertama seorang Kaiga Shea bicara pada seorang gadis otaku.

"Ak- aku, aku hanya-"

"Kaiga san, Keita sensei mencarimu sejak tadi." Lagi, perkataan Ayame harus terpotong karena seorang anak lebih dulu datang dan mengatakan kalau sensei mencari Kaiga saat itu juga.

Shea hanya mengangguk tanda paham. Ia lalu berjalan ke tempat duduknya, lantas meletakkan tasnya di meja kemudian kembali ke luar kelas menemui sensei. "Dia pergi lagi?"

'Eh? Ada masalah apa Kaiga dengan sensei?'

'Ah, pasti dia membuat banyak onar.'

'Tapi bukankah dia selalu menuruti perkataan sensei? Mustahil jika dia kena masalah'

Kaiga kenapa ya? Batin Ayame yang juga penasaran.

Mereka saling bertatapan. Sibuk dengan pikiran masing masing. Hanya satu, dua kata yang sengaja diungkapkan. Setelah itu, kembali mereka saling diam dengan pikirannya.
"Ayolah Kaiga, kumohon ikutlah olimpiade tahun ini. Kau satu satunya murid yang bisa kupercaya. Kau pasti dapat juara."

Sekali lagi, Kaiga menghela napas panjang. Sejujurnya, ia ingin menolaknya secara paksa. Namun apa boleh buat, hanya dialah satu satunya siswa yang bisa diandalkan.
"Bukankah masih ada banyak anak yang lebih pintar dari saya? Lalu, kenapa harus saya?"

"Aku tau jalan pemikiranmu. Tapi ketahuilah, takkan ada yang se-mengerti dirimu Kaiga. Kumohon, ikutlah olimpiade. Ini demi sekolah kita juga."

"Maaf, tapi saya belum memikirkannya sekarang."

Guru itu hanya mendesah pasrah mendengar jawaban Kaiga. Jika gadis itu telah mengatakan tidak dalam sekali, kemungkinan besar ia akan menolak olimpiade itu. Namun tak hanya sampai disitu. Keita sensei lalu mengambil sebuah berkas di mejanya dan menunjukkannya pada Kaiga. "Lihatlah. Bukankah akan sangat menyenangkan jika kau bisa membuat harum nama sekolah? Kau tak hanya akan dikenal baik di sisi sekolah, tapi seluruh Jepang akan mengakui kecerdasanmu."

"Masih ada dua bulan untuk persiapan. Sekali lagi, aku sangat berharap kau menerima tawaranku. Pikirkan baik baik sebelum kau mengambil keputusan."

"Aku memberimu waktu satu minggu untuk mempertimbangkannya. Kuharap kau memilih pilihan yang tepat."

"Baiklah. Kau bisa kembali ke kelasmu sekarang."

Kaiga hanya mengangguk. Ia lalu membungkuk sebagai tanda hormat, kemudian meninggalkan ruangan itu seperti biasanya. Di sepanjang jalan yang ia temui hanyalah banyaknya piala dan piagam pernghargaan yang terpampang jelas di ruang kaca. Ia ingat betul bagaimana piala itu berhasil ia menangkan dan bagaimana saat ia kembali menjunjung nama baik sekolahnya. Ya, hanya dia seorang. "Lagi?" Gadis itu bergumam. Sibuk kembali dengan pikirannya. Tak terlihat jelas dengan apa yang ia pikirkan. Ia hanya terus diam tanpa berekspresi.

Dari luar kelas, terdengar jelas sensei tengah mengajar di kelasnya saat ini. Kaiga yang sebelumnya canggung untuk masuk kelas hanya memilih diam sejenak di depan pintu. Ia menatap sekelilingnya, dan hanya dirinyalah yang tersisa. Ya karena saat ini memanglah jam pelajaran pertama. Wajar saja tak ada anak yang berkeliaran di koridor.

"Ah, Kaiga san?"

Kaiga mendongakkan kepalanya. Itu suara sensei terdengar menginstrupsi, tapi terlihat jelas kalau dia tak sedang marah. "Masuklah." Titahnya.

Langsung. Gadis itu masuk kembali ke kelasnya dan menuju bangkunya. Ia sedikit mengabaikan suara riuh di kelas sejak kedatangannya kembali. Ah, itu sudah menjadi hal biasa untuknya. Seperti, makanannya setiap hari selama di sekolah.

TBC

There or NoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang