Membangun Rumah dan Perasaan

2.3K 184 23
                                    

Hi semua

****

Dav POV

Aku menyukai pekerjaanku. Bagaimana tidak, Aku bisa melakukan hal yang aku suka dan dibayar mahal. Semua bermula dari keisengan sahabatku, Than, yang mendaftarkan Bandku ke kompetisi band lokal. Siapa sangka, seorang produser tertarik kepada band kami. Dan disinilah aku.

"Are you ready!!" teriakku.

Lautan manusia di depanku berteriak serempak "ready!"

Aku tidak mengenal mereka tapi energi mereka meluap dan membuat jiwaku terbakar. Aku selalu merasa bahagia jika diatas panggung seperti ini. Bisa bernyanyi bersama mereka, menyuarakan perasaanku, dan menari bersama. Bahkan tidak ada sex yang bisa menggantikan kenikmatan diatas panggung. Tapi begitu semua berakhir. Rasanya seperti energiku habis. Aku kembali ke kenyataan. Kenyataan dimana aku sendirian. Aku memandang teman-teman satu bandku. Mereka sibuk menelpon keluarga atau kekasih mereka. Aku meraih handphoneku. Orang tuaku saat ini berada di Kanada. Aku yakin keduanya sedang sibuk. Pacar? Sejak dahulu aku menyadari, para wanita menginginkanku tidak lebih karena mereka penasaran. Penasaran untuk menakhlukkan pria yang mereka pikir sebagai "bad boy". Tapi ketika mereka bersamaku mereka tidak menyukai sifat "bad boy" ku dan mulai mencoba mengubahku. Mengatur hidupku. Menyeleksi teman-temanku. Mereka tidak suka jika aku menghabiskan waktu lebih lama bersama teman-temanku.

"Than lagi? Mana yang lebih penting, Than atau aku?" kalimat itu sering bergulir dari mantan-mantan pacarku atau "Kamu memanggil Than babe, tapi kenapa kamu tetap memanggil nama kepadaku?". Mereka menyebalkan.

Dan ketika aku memulai karir sebagai penyanyi, aku menyadari bahwa semakin sulit untuk menemukan wanita yang tulus mencintaiku, yang mencintaiku sebagai Darvid Kreepolrerk. Bukan sang superstar Dav.

Hah

Aku benar-benar merasa kesepian bahkan ditengah keramaian. Rasanya begitu menyesakkan. Melelahkan. Aku menutup mataku dan memijat kepalaku yang terasa sakit.

"Kamu tidak apa?"

Aku merasakan tepukan dibahuku. Aku membuka mataku dan menatap Jay, drummer kami.

"Aku hanya merasa lelah" jawabku. Jay tersenyum tipis dan duduk disebelahku.

"Dengar Dav" Jay menatapku lembut "Jika ada masalah, kamu bisa bicara padaku atau member lainnya" ujarnya. Member Bandku yang lain kini juga mulai menatapku. Aku tertawa kecil.

"Aku baik-baik saja" jawabku sambil menunduk. Tapi tiba-tiba air mata mengalir dari pipiku.

"Oi Dav!" Jay terdengar panik. Dia menepuk bahuku. Aku membiarkan dia merangkulku. Aku juga merasakan memberku yang lain mulai berjalan ke arahku. Lalu mereka membuatku sesak dengan pelukan mereka. Aku benci terlihat lemah dimata mereka tapi jay mungkin benar, aku butuh bersikap jujur pada mereka.

"Maaf. Aku hanya...ehm...sedikit down" ujarku ketika aku berhasil melewati lautan emosi yang menghampiriku.

Jay menatapku lembut "Hei. Tidak apa merasa tidak oke Dav. Tapi percayalah, kamu tidak sendirian Dav. Ada aku dan yang lainnya" ujarnya. Jay ingin menambahkan sesuatu tapi tiba-tiba handphoneku berdering. Hanya panggilan dari orang tuaku dan Than yang aku pakaikan nada dering. Aku serta memberku menatap layar handphoneku ketika nama "Babe" muncul di layar handphone. Semua memberku tahu siapa yang aku sebut sebagai "Babe".

"Dan ada dia yang akan selalu mengkhawatirkanmu" ujar Jay sambil mengedipkan sebelah matanya. Seperti biasa, aku tidak peduli dengan godaan mereka. Aku sudah memanggil Than "babe" bertahun-tahun lalu. Awalnya hanya iseng tapi aku menyukai hasilnya. Reaksi Than ketika aku menyebutnya babe sangat menggemaskan.

L💋VETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang