1. Awal Bertemu

74 1 0
                                    

Untuk sekian kalinya, aku duduk sendiri. Di kursi paling belakang, dan tidak ada yang menemani. Atau lebih tepatnya tidak ada yang boleh mendekatiku.

Yah!
Aku melarangnya. Aku hanya ingin duduk sendiri. Aku sudah bosan duduk sebangku dengan mereka yang tidak mengerti yang namanya berbagi. Selalu seenaknya dan egois.

Cukup saat SMP aku merasakan itu.
Kali ini, aku tidak mau lagi merasakan hal yang sama. Aku hanya ingin sendiri. Merasa tenang tanpa gangguan.

"Nak, bagikan bukunya."

Seorang wanita tua datang diikuti dua pria yang membawa setumpuk buku. Mereka membagikan buku itu ke setiap meja. Aku menerima buku tebal itu dan membukanya.

"Bu! Bukunya kurang satu," seru salah satu dari pria yang membawa buku itu.

Aku menoleh memandang mereka yang menunggu perintah dari sang guru. Kulihat ada seorang gadis di sampingnya yang duduk sendiri di pojok dekat jendela.

"Kok bisa kurang? Kan mejanya udah di hitung kemarin?" tanya wanita paru baya itu dengan wajah bingung.

"Ini Bu, ada dua orang yang duduk sendiri," jawab salah satu dari pria itu. "Kemarin kita hitungnya 42, tapi kalau ada yang duduk misah gini, jadi 43."

Sial!
Jalas sekali, ucapannya seolah menyalahkan ku yang ingin duduk sendiri. Memang apa salahnya? Apa buku itu tidak cukup hanya karena aku memilih sendiri? Jika iya. Aku bisa membeli buku itu, aku juga bisa photocopy bukunya. Mudah'kan?

"Aduhh kenapa pake ada yang misah sih?" wanita itu menggerutu. "Kalian ini duduk berdua aja, bukunya tidak cukup kalau kalian duduk terpisah," katanya mengarah padaku dan gadis itu.

"Gak-ah Bu. Saya mau duduk sendiri! Saya bisa photocopy bukunya." Seru gadis itu bangkit dari tempat duduknya.

Aku sedikit merasa lega, ternyata dia juga enggan duduk berdua.

"Kamu yakin mau photocopy? Bukunya banyak loh, ada tujuh buku lagi nanti nyusul." Gadis itu tertegun, dia kembali duduk dengan wajah sebal juga kecewa.

Sama seperti ku, aku juga merasa kecewa. Dia pasti tidak sanggup mem-photocopy buku cetak sebanyak itu. Begitu juga dengan ku, aku juga tidak mampu.

"Kamu! Pindah duduk di samping dia!" Titah guru menunjuk ke arahku.

Dengan wajah dingin dan kesal, gadis itu datang mendekati kursi di sampingku, meletakkan tasnya kasar dan langsung duduk bersandar.

"Sorry ya Mas. Bukunya untuk berdua, tolong taro di tengah bukunya," kata gadis itu.

Aku tertegun sesaat, menadang wajah dingin itu yang menatap malas ke depan, tampak dengan jelas dia enggan menatapku.

Aahh... Baiklah, sekarang aku duduk berdua lagi. Dengan malas aku menggeser buku cetak itu ke tengah meja, dan menambah jarak antara aku dan dia.

Tidak kusangka, ini pertama kalinya di SMA aku duduk dengan seoaran gadis. Ini juga menjadi awal bagaimana aku bisa mengenalmu.

Libra.

LibraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang