2. Buku

30 1 0
                                    

17:00

Bel sudah berbunyi. Seluruh siswa mulai beranjak pergi. Tidak denganku, aku menunggumu di sini. Sendiri dengan dua tumpuk buku yang sudah ku susun rapih.

Ingin rasanya ku pulang. Tapi aku tidak bisa meninggalkan buku - buku ini. Aku merasa bertanggung jawab jika buku ini hilang. Dengan penuh kesabaran, aku menunggumu sendiri sambil mendengarkan lagu.

"Eh, lo gak pulang?"

Kau akhirnya datang. Membawa sekantong makan dan sebotol air mineral. Aku kesal, sangat kesal. Kenapa kau begitu lama? Aku juga ingin pulang.

Aku menatapmu dingin. "Apa lagi? Nunggu lo-lah," kataku dengan nada datar.

Kau mengambil tasmu dan memasukkan sekantong makanan itu ke dalam sana. "Nungguin gue? Ngapain lo nungguin gue?" katamu menyisakan dua makanan di atas meja.

'Ngapain' kau bilang?
Kau benar - benar menyebalkan! "Gua gak mungkin bawa semua buku ini, kali! Lo juga harus bawa," kataku segera memasukkan buku bagianku ke dalam tas.

"Owh ... Eh tunggu dulu." Aku tertegun. Kau menyentuh tanganku. Aku melihat wajahmu sesaat. "Gue pilih dulu bukunya, masa seenak lo aja pilih buku yang penting? Gue juga butuh!" katamu mengeluarkan semua buku cetak yang sudah ku masukkan.

Sial! Aku semakin membencimu!

Kau memilah - milah buku yang ingin kau bawa. Matematika, Agama, Sejarah, dan IPS. Semua buku itu sudah tersusun rapih di depanmu. Sedangkan Penjaskes, Seni budaya, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Kau letakkan di depan ku.

Tunggu! Apa ini adil?

Kau mengambil semua mata pelajaran penting, sedangkan aku kau sisakan mata pelajaran yang tidak terlalu sulit. Apa kau pikir aku ini bodoh?

"Buku IPS, buat gua." Aku menukar buku senibudaya punyaku dengan buku IPS punyamu.

Kau mengernyit, menahan tanganku. "Eh, jangan IPS ... Gue lemah sama IPS, lo ambil buku sejarah aja." Kau meletakkan buku yang paling tebal itu ke dalam tas ku.

"Gak! Enak aja. Lo ambil semua buku yang ada hitung - hitungannya, sedangkan gua lo suruh baca tulisan setebel ini? Lo mau buat gua jadi sastrawan?" kataku menggerutu mengembalikan buku tebal itu.

Kau memohon, "Tapi gue lemah sama yang namanya hitung - hitungan, dan gue butuh banget buku cetak."

"Lo kira gua pinter hitung - hitungan? Gua juga butuh kali!" Balasku dengan nada sedikit keras.

Kau terdiam, menatapku dengan mimik muka prihatin. Apa kau pikir aku akan luluh? Dasar Bodoh!

"Gua kasih makanan nih, tapi--"

"Gak!" penggal ku.

"Plus minum?"

"Gak!" Tegasku lagi.

"Haah ...." Kau menghela napas. Apa kau menyerah?

"Ya udah, lo ambil buku IPS, tapi lo harus ajarin gue IPS nanti. Dan satu hal lagi." Kau mengambil buku Bahasa inggris dan meletakkan buku IPS di depanku. "Gue mau sejarah di tuker sama Bahasa Indonesia," lanjutmu menukar kedua buku itu.

Baik, ini cukup adil. Setidaknya tidak semua buku cetakku isinya tulisan semua. Aku menerima keputusanmu dan memasukkan semua buku yang sudah kita tentukan ke dalam tas.

"Nih, bawa." Kau memasukkan dua makanan tadi ke kantong kecil tas ku.

"Apa ini?" tanyaku.

"Makananlah, lo pikir apa lagi?" ujarmu sambil membereskan barang - barangmu. "Lo gak mau?"

Aku terdiam. Kau memberiku makanan secara cuma - cuma. Apa ada maksud dari semua ini?

"Kalau lo gak mau, jangan di buang. Kasih ke sodara lo aja. Kalau lo gak sudi keluarga lo makan - makanan dari gue, tolong kasih ke anak - anak yang di pinggir jalan," katamu pergi keluar kelas.

Aku masih tertegun, menatapmu speacless. Aku merasa salah dengan dugaanku. Ku pikir kau orang yang sangat menjengkelkan. Namun, ternyata kau sedikit baik juga.

"Eh! Lo gak mau pulang? Pak satpam udah ke liling noh!" Seru mu di luar dengan suara yang semakin menghilang.

Aku tersentak. Langsung ku bereskan makanan yang kau beri ke dalam tas ku. "Eh, Makasih!" seruku tak peduli kau dengar atau tidak.

Atau lebih baik, kau tidak mendengarnya.

"Sama - sama!"

.
.
.
Bonus scene

Aku melihatmu sudah di depan gerbang, berdiri di sana sambil menengok ke kanan dan ke kiri. Aku mengambil motorku dan mendekat ke arah mu.

Mendadak Babeh, satpam yang menjaga gerbang depan, datang menghampirimu. Niatku yang ingin ada di sampingmu kandas, aku memilih berhenti sejenak di belakangmu dan satpam itu.

"Kalian abis pacaran yah?" Tanya satpam itu padamu.

Aku meringis, lelucon satpam itu lucu. Tidak mungkin aku pacaran sama wanita sepertimu.

Kau menoleh, melirikku dan tersenyum. "Gak-lah Beh, cowok batu kayak gitu gak mungkin pacar gue. Dan menurut gue, gak ada juga yang mau deket - deket sama dia."

LibraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang