Part 3

2K 221 20
                                    

Prilly berjalan ke ruangan kakaknya sambil menggerutu terus-menerus karena kakaknya yang dua hari lalu pergi keluar kota, kini malah memberikan pekerjaan berat padanya. Ia harus menemui klien yang sudah ada janji-temu dengannya dan menyampaikan maaf karena Hugo tak bisa menemuinya untuk kedua kalinya.

Kata Hugo, dia ngga enak karena sudah membatalkan pertemuan itu dua kali, pertama kali sekretarisnya yang menghubungi pihak investor, dan yang kedua ia merasa tak enak jika harus dibatalkan lewat ponsel lagi hingga akhirnya Hugo malah menyuruhnya dan sekretaris abangnya itu untuk menemui klien tersebut.

"Gila. Padahal disini gue mau liburan malah dikasih kerjaan" rutuknya. Namun langkah Prilly harus terhenti ketika ia ingin masuk ke ruangan Hugo, seseorang keluar dari pintu ruangan baca tepat disamping ruangan Hugo.

Ali. Ya, hanya dia sosok yang sangat memungkinkan bebas masuk ke ruang mana saja dirumah ini.

Prilly berusaha mengabaikannya dan memilih melanjutkan pekerjaannya untuk memasuki ruang Hugo dan mengambil berkas yang dibutuhkan.

Ali melirik Prilly yang sudah masuk ke ruangan Hugo dengan perasaan yang cukup ragu, lalu menutup pintu ruang baca yang baru saja ia masuki dan memasuki ruangan Hugo.

"Gue mau ngomong" ujarnya dikesibukan Prilly.

Wanita itu menoleh sebentar kemudian kembali melanjutkan aktivitasnya "Gue ngga ada waktu"

"Lima menit aja" pinta Ali

"Bahkan walau sedetikpun, gue tetep ngga ada waktu" balasnya benci. Ia menatap Ali bagaikan pemangsa ingin menerkam buruannya.

Ali tetap berdiri didinding pintu masuk sambil menatap wanita itu tanpa peduli penolakan Prilly padanya "Lo ngga mungkin hamil kan cuma karena sekali main?"

Prilly menatap pria itu dengan kesal karena ia benci mengingat kejadian buruk itu. Namun pada akhirnya ia tak menanggapi.

"Lo juga ngga masalahkan walaupun kehilangan keperawanan? Lagian sekarang ini, keperawanan juga ngga jadi tolak ukur untuk cinta. Gue harap lo ngga begitu mempermasalahkan kita yang main cuma sekali"

Ali dengan ragu melanjutkan ucapannya karena Prilly hanya diam "Dan gue yakin sih, lo ngga ngaduin kejadian itu sama bang Hugo. Kita sama-sama ngga mau merusak rencana pernikahan mereka kan. Ya selagi lo ngga hamil, ngga akan terjadi masalah apa-apa"

Setelah menemukan berkas yang ia cari, Prilly segera keluar dan melewati Ali begitu saja karena rasanya ia sudah tak ingin lagi mendengar ucapan Ali yang menunjukkan betapa brengseknya pria itu.

Sekarang Prilly sangat-sangat menyesal telah kehilangan keperawanannya untuk pria yang sama sekali tak bertanggung jawab dan memandang rendah wanita. Itu adalah hal yang paling ia sesali dibandingkan kehilangan keperawaannya untuk orang lain.

"Brengsek sialan" rutuknya berulang kali karena emosinya yang tak dapat ia kontrol dengan baik.

Kalau saja Ali bukan laki-laki, Prilly bersumpah bahwa ia rela mempermalukan dirinya untuk jambak-jambakan. Sayangnya Ali adalah laki-laki yang tenaganya dua kali lebih besar darinya.

Setelah kepergian Prilly, Ali merutuki ucapannya. Ia benar-benar merutuki jiwa pengecutnya yang menunjukkan bahwa ia tidak bertanggung jawab sama sekali. Tapi keadaanya memaksanya melakukan hal itu. Ia juga tak mungkin bersikap biasa saja didepan Prilly seolah tak terjadi apapun padahal ia tau kebrengsekannya melukai wanita itu.

Tapi ia juga takut mendapat amukan dari kakaknya, Hugo bahkan keluarganya. Teman-temannya saja sudah menganggapnya gila, lalu bagaimana lagi dengan keluarganya. Ia hanya berpikir jika Prilly tidak hamil, itu adalah hal terbaik untuk tetap dalam keadaan seperti ini.

I'M SORRY (Slow update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang