Jangan lupa vote dan koment sebelum membaca dan Jangan lupa juga buat follow Wp aku yah.
Happy reading.
°°°
"...kita...."
"Kita?" Tanyaku sangat emosi.
Apa yang sebenarnya terjadi?"Kita akan menikah" ucapnya sangat merasa bersalah.
Aku membulatkan mataku sempurnah, apa aku tidak salah dengar, apa aku sedang bermimpi.
Perlahan air mataku terjatuh, aku merasakan sakit di dadaku,
Aku... Akan menikah?Arival yang melihatku menangis langsung menarik tubuhku kedalam pelukannya sangat erat. Aku mulai terisak didalam dekapannya.
"Mama jahat..." Ucapku disela-sela tangisanku.
Arival mengelus rambutku lembut, perlahan ku renggang kan pelukanku.
"Maafkan aku..."
°°°
Kini keluargaku sedang makan malam bersama keluarga Arkkend yaitu keluarga Arival.
Hening, hanya dentingan sendok dan piring yang saling bergesekan yang terdengar di ruang makan yang besar seperti samudra Atlantik.
Di sela makan Mama dan Papa juga keluarga Arkkend mengobrol tentang pernikahan yang kudengar katanya akan dilaksanakan Minggu depan.
Telingaku sudah panas, kubanting sendok yang ku pegang diatas piring hingga membuat lima sejoli orang yang tengah mengobrol serius itu menatapku dengan ekspresi kesal tetapi tidak dengan Mr. Arkkend dan Mrs. Arkkend dan Arival.
"Alhena..." Ucap Mama dengan nada tinggi.
"Kamu apa-apaan Alhena" tegas Papa yang juga menatapku.
"Papa sama Mama maunya bebas kan. Aku nikah, dan nanti tinggal sama Arival. Dan setelah itu apa, setelah itu mama sama papa bisa bebas untuk pergi kemana saja. Tanpa pikirkan keadaan aku lagi" ucapku irih hingga air mataku terjatuh, sangat sakit kurasa.
"Kalau Mama sama Papa maunya seperti itu, kenapa aku dilahirkan"
Setelah mengucapkan semua yang ingin kuucapkan sejak tadi, aku berlari masuk menuju kamarku sambil terisak
Kebahagiaanku...
Kembali direnggut.°°°
Ku kerjapkan mataku beberapa kali, penglihatan ku kabur mungkin karena aku menangis tak henti-hentinya semalam.
Aku pun mulai melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dari masalah, mungkin saja.
Setelah beberapa menit, aku keluar dari kamar mandi dan sudah berganti pakaian santai dengan celana selutut berwarna abu dan baju kaos putih.
Langkah demi langkah aku menuruni anak tangga satu persatu menuju ruang tengah.
Kulihat keadaan rumah, lalu menghela nafas panjang.
"Iya, masih sama. Seperti biasanya. Kosong, hampa, dan...
dan penuh dengan ke- bullshit - an"
Teriakku diruang tengah hingga bergema di sudut-sudut ruangan sambil merentangkan tangan, tertawa hambar, tanpa memperdulikan orang-orang yang ada didalam rumah angker ini.Pasti semua mendengarnya, karena aku berteriak sangat kencang, sekencang-kencangnya. Bodoamat dengan Mama dan Papa yang tidak tau sedang apa.
"Biiiii...." Teriakku sangat kencang.
Kulihat Bi Ija berlari menuju kearahku dengan wajah takut sambil menunduk.
"I-iya non, ada apa?" Tanya Bi Ija gugup."Aku mau Bibi buatkan puding, yang rasa melon dan diatasnya ada toping biskuit yang banyak" ucapku tidak berteriak, karena aku masih memiliki rasa hormat, sopan dan santun dalam berbicara dengan orang yang lebih tua dariku.
Bu Ija hanya mengangguk lalu kembali kedapur.
Ku dengar decitan pintu, sepertinya Mama keluar dari kamarnya atau Papa.
Tapi, aku tidak peduli. Lalu duduk disofa, menonton tv sambil memainkan hpku. Tanpa peduli dengan Mama atau Papa.
Bunyi decitan pintu, lagi. Dan kali ini bukan pintu kamar, tetapi pintu utama yang terbuka setengah, menampakkan seorang laki-laki berpostur tubuh tinggi, putih, yang menggunakan kemeja dan dasi yang memiliki warna senada.
"Assalamualaikum" ucapnya.
Orang yang paling kubenci dirumah ini dan di dunia ini. Banyak orang merasa bahwa menjadi anak terakhir menyenangkan. Tapi di dalam keluargaku beda, menjadi anak sulung menyenangkan.
Terkadang aku seperti tidak dianggap didalam rumah.
Namanya, Vellio Arkzud Algieban. Anak sulung dikeluarga Algieban. Ya dia adalah kakakku, tapi aku merasa seperti bukan adik kandungnya. Dia bahkan lebih akrab dengan teman kecilku, dulu, dari pada aku.
Aku kembali fokus ke hp yang berada di tanganku tanpa memperdulikan dia seperti dia yang tidak memperdulikan dan tidak menganggap aku.
" Lio" teriak Mama kegirangan bukan main, seperti tidak bertemu berabad-abad.
Papa keluar dari dalam kamarnya juga lalu menghampiri Kak Lio yang sedang dipeluk oleh Mama.
Aku masih tidak peduli. Diam,... dan bungkam.
Kudengar Papa mengajaknya berbincang di sofa tempat aku berada sekarang.
Dan sekarang bukan hanya aku yang berada di ruangan ini, tetapi ada tiga orang yang membenciku dan juga aku benci.
Mereka berbincang sambil tertawa renyah, dan aku masih seperti tadi. Diam,... dan bungkam.
Hingga malam tiba, mereka masih berbincang.
Datanglah pudingku, "Langsung bawa kekamar Bi" pintaku kepada Bi Ija sambil tersenyum manis.
Bi Ija mengangguk lalu berjalan , tetapi belum sempat menginjakan kakinya di anak tangga pertama. Mama memanggilnya.
"Bi jangan bawa ke kamarnya"
"Alhena, kamu jangan suru-suru Bi Ija. Kamu bawa sendiri" kesal Mama.
Aku tidak berdiam diri lagi, lalu aku mengambil nampan yang berisikan puding itu dan berjalan menuju kamar.
Kulihat Bi Ija seperti takut dan merasa tidak enak.
" Tidak usah khawatir Bi, aku sudah biasa. Sendiri" ucapku bermaksud menyindir. Mungkin saja akan ada yang sadar, tetapi nihil.
Semuanya melakukan apa yang kulakukan tadi. Diam dan bungkam.
"Plagiat" teriakku ketika sudah sampai didepan pintu kamarku.
°°°
°
°
°
°
°
°
TbcJangan lupa vote dan coment...
Rabu, 12 Februari 2020
Rahmadhani
KAMU SEDANG MEMBACA
What I want
RomanceKau pernah bilang, bahagia itu sederhana. Tapi mengapa aku tak pernah bisa bahagia walau dengan hal yang paling sederhana -Alhena Velisyia Algieban Ada banyak hal yang kubutuhkan, termasuk kasih sayang kedua orang tuaku. Tapi untuk mendapatkannya, s...