Selamat .... (isi sendiri deh, ya)
aku mau minta tolong dong, teman-teman. tolong dibantu koreksi dan krisar, ya. dan juga votenya jangan lupa. hehehe...
dukungan kalian sangat berarti buat aku.
happy reading and enjoy the story.
***
Rahma turun dari mobil yang membawanya dan juga paman beserta bibinya dari stasiun ke rumah keluarga besar Rahma. Kedatangan Rahma disambut oleh Fajar—adik pertama Rahma. Lelaki berusia 21 tahun itu segera memluk kakaknya yang sudah lama tidak dia temui. "Mbak, kamu, kok, tambah pendek, ya?" goda Fajar.
Rahma menjitak kepala adiknya yang memang sekarang lebih tinggi dari dia. Rahma sebenarnya kesal juga melihat Fajar yang terakhir kali bertemu masih beberapa senti tingginya di bawah Rahma, kini sudah menjulang seperti tiang bendera.
"Kamu itu, Jar, ada paklek sama bulekmu, bukan kasih salam ke mereka, malah godain mbakmu," kata Hartina yang baru saja keluar dari rumah, menyambut kedatangan anak dan juga adiknya.
Fajar meringis, lalu menyalami bibi dan pamannya. "Nih, bawain tas aku ke kamar!" Rahma memberikan tasnya kepada Fajar. Dia langsung berjalan ke arah ibunya, mencium tangan perempuan yang telah mengandungnya selama sembilan bulan dan memeluk penuh dengan kerinduan.
"Bagaimana kabarmu, Ma?" tanya Hartina pada Rahma.
"Alhamdulillah, Bu, baik, sehat dan tetap cantik," jawab Rahma dengan percaya diri.
Fajar yang mendengar jawaban kakaknnya segera menyahuti dengan gaya orang muntah. "Resek banget," ucap Rahma. Fajar terkekeh lalu masuk ke dalam rumah sambil membawa tas Rahma dan paman juga bibinya.
Hartina mengajak keluarganya yang baru datang jauh-jauh dari Jakarta masuk, agar mereka bisa istirahat dengan nyaman, sebelum nantinya disibukkan dengan kegiatan pengajian.
"Bapak di mana, Bu?" tanya Rahma.
"Biasa, kayak enggak tahu bapakmu aja," jawab Hartina dengan nada kesal.
"Rahma kira bapak udah tobat, Bu, ternyata belum, ya," timpal Rahma.
***
Malam harinya, rumah eyang Rahma ramai karena semua keluarga berkumpul di sana untuk membahas persiapan pengajian yang akan diadakan seminggu lagi. Mereka berunding membicarakan tentang asahan dan jajanan yang akan disajikan untuk berkatan pengajian juga siapa yang akan dimintai tolong untuk rewang memasak makan.
"Besok, biar Rahma sama Fajar aja yang temui mbak Khasanah," saran Resti—adik bungsu ibunya Rahma. "Gimana? Kalian mau kan?" tanya Resti pada kakak beradik itu.
Rahma mengangguk setuju. "Aku enggak masalah, sih, Te, kalau temui mbak Khasanah, sekalian jalan-jalan," kata Rahma diakhiri dengan kekehan.
"Sekalian ketemu sama mantan, ya, Mbak," goda Fajar.
"Mantan dari Hongkong!" sahut Rahma sewot.
Sanak keluarga yang berada di sana tertawa mendengar sahutan Rahma. Mereka makin gencar menggoda Rahma. "Alah, kemarin-kemarin sebelum kamu pulang si Aris sering main ke sini lo, Ma," kata Rama—suami Resti—menggoda keponakannya.
"Oh, si Aris anaknya mbak Restu itu? Dia beneran mantan kamu?" tanya Yanti.
Rahma berdecak. "Bukan, Bulek," jawab Rahma kesal dengan mengerucutkan bibirnya.
"Ya, siapa tahu aja, Ma. Tapi, kalau menurut Bulek, ya, masih mending si Ragil ke mana-mana lo daripada Aris itu. Udah putih, sopan, baik, mapan dan paling penting taat ibadahnya," sahut Yanti makin menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Wisuda
RomanceSiapa di dunia ini yang tidak ingin menikah? Tentunya semua orang ingin menikah dan membangun keluarga dengan orang yang mereka cintai, bukan? Begitu pun dengan Rahma. Teror orang tuanya yang awalnya menyuruh Rahma cepat-cepat menikah kini berganti...