1 | Wanita Kehujanan yang menginginkan cokelat

145 36 21
                                    

Minggu sore, langit yang telah murung sejak pagi akhirnya meluruhkan air matanya tepat ketika sepotong mochi rasa cokelat mendarat di dalam mulut Rowan. Lelaki itu mengunyah dengan penuh khidmat, kemudian mengembus napas lega. Ia bersyukur karena berhasil menghindari guyuran hujan, sebab dalam perjalanan pulang dari toko buku yang ia kelola, ia memutuskan untuk mampir sejenak ke kafe langganannya sekadar untuk jajan mochi cokelat dan minum.

Lelaki itu sekarang mengalihkan retina ke kaca jendela kafe yang menampilkan kondisi jalan yang tampak senggang. Mendung sejak pagi telah menahan banyak manusia di rumah masing-masing. Lalu hujan mengguyur sore, membereskan sisa-sisa manusia yang tetap keukeuh keluyuran. Beberapa orang terlihat berlarian dengan payung atau jaket menaungi kepala, memilih berteduh di teras toko atau masuk ke kedai minuman. Mobil-mobil sesekali lewat dengan laju kencang, menyipratkan air ke trotoar, membuat pejalan kaki yang tergesa mengumpat.

Manik cokelatnya yang terbingkai kacamata itu cukup lama mengamati latar sore. Semua sedang tergesa, termasuk rinai hujan yang jatuh. Kecuali ... satu orang. Rowan membenarkan letak kacamata, berusaha melihat lebih jelas pada sesosok wanita dengan setelan jins dan kemeja tipis berwarna cream yang telah lepek karena basah. Wanita itu berjalan gontai di bawah guyuran hujan tanpa payung atau mantel, seolah tak memusingkan intensitas hujan yang kian deras, meskipun ia jelas terlihat menggigil kedinginan. Langkahnya benar-benar santai dan wajahnya celingukan ke berbagai arah seolah tengah menikmati pameran. Atau juga sedang mencari seseorang.

Rowan mengerutkan dahi. Astaga! Wanita itu, dengan wajah tertunduk lesu dan tubuh menggigil, serta rambut panjang terurai kusut tampak sepeti Squidward yang tak bisa bermain clarinet sebulan panjang. Tampak menyedihkan. Benar-benar kacau!

Seraya melahap mochi terakhirnya, pandangan Rowan mengikuti langkah wanita itu seolah dia merupakan magnet, dan matanya adalah keping besi yang terjebak, terus mengikuti hingga punggung wanita itu hampir menghilang di sudut jalan. Lalu tiba-tiba ia menoleh. Dua pasang mata itu beradu pandang. Rowan tiba-tiba tertawa dalam hati. Pikirannya keliru! Daripada mengibaratkan magnet dan keping besi, lebih tepat dikatakan mata mereka sebagai dua kutub berlawanan, dengan daya tarik menarik yang kuat.

Detik berikutnya wanita itu berhenti melangkah, masih dengan pandangan yang terpaku pada Rowan. Entah berapa waktu terlewat, momen sedikit melambat, memberi ruang pada dua pasang mata itu untuk saling menjelajahi kedalaman hati masing-masing. Ada yang menghangat di dalam dada Rowan, saat ia mendapati wanita itu tiba-tiba menangis, kemudian berlari pelan dan menghilang dibalik jejeran toko. Kalau Rowan tdak salah menyimpulkan, gadis asing di luar jendela itu menangis saat menatapnya. Lelaki itu mau tak mau berpikir, sebenarnya seberapa menakutkan wajahnya sehingga dapat melukai mata indah itu?! Atau, barangkali wajahnya mengingatkan si wanita pada seorang mantan yang telah pergi bersama bualan janjinya?!

la menggelengkan kepala, merasa aneh pada momen awkward yang tejadi sekian detik silam. Lelaki itu lantas meraih ransel cokelatnya, memutuskan pulang dengan sedikit harapan bisa bertemu lagi dengan wanita tadi yang barangkali belum berjalan terlalu jauh. Setelah mengenakan jaket dan mantelnya, Rowan menuruni tangga, melangkah tergesa ke ambang pintu, lalu tiba-iba berhenti ketika wajahnya hampir menabrak sesuatu.

Wanita yang tadi ia lihat, berdiri hanya tiga senti di depan wajahnya, membuat jantung Rowan nyaris jatuh ke perut. Mereka hampir beradu wajah, bukan lagi beradu pandangan seperti tadi.

Rowan terkejut, namun tidak dengan wanita itu yang malah menampilkan senyum lebar. Tidak ada lagi air mata di wajahnya. Dari jarak sedekat itu, Rowan bisa melihat hidungnya kembang kempis dengan teratur, sama sekali tidak mirip hidung Squidward.

"Hai ...." sapanya dengan suara tercekat.

Terlalu kaget, Rowan buru-buru mundur dua langkah. Lelaki itu menimang-nimang wajah di hadapannya, lalu menyimpulkan bahwa mereka tidak saling mengenal.

BROWN [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang