Langit Jingga - 6

16 3 0
                                    

"Mampus!" Ujar Erlangit frustasi menatap 20 soal yang masih bersih tanpa jawaban satupun.

"Belum ngerjain lo? Isi lah masih ada 15 menit lagi." Ucap Erda dengan santai.

"Nyontek dong." Erlang menarik baju seragam milik Erda.

"Gue juga belum, nungguin si Gilang nih mau nyontek." Balas Erda dengan cengiran bodohnya.

"Gue kira lo udah ngerjain!" Erlang melempar penghapus ke kepala Erda dengan kesal. "Arsenja Sargasi yang paling tampan baginda raja nya geng kambing cupu kelas, nyontek dong." Ujar Erlang lembut memasang wajah semanis mungkin.

"Oke karna gue baginda raja yang baik hati dan tidak sombong gue kasih liat lo, tapi ada syaratnya." Arsen mulai mengeluarkan buku mtk nya dan menampilkan senyum miringnya.

"Apapun buat lo, buruan nyontek dong." Rusuh Erlangit mencoba mengambil buku milik Arsen.

"Nih." Arsen malah menyodorkan hp nya pada Erlang membuat remaja itu menaikkan alisnya. "Bilang sama Jingga." Lanjutnya.

"Hallo Sen?" Suara Jingga terdengar dari hp Arsen yang ternyata sudah ditelfon sebelum menjulurkan hp nya pada Erlangit.

"Ck!" Erlang mengambil hp dan menempelkan pada telinganya. "Arjingga cantik calon masa depannya Erlangit yang tamvans, boleh ga nih gue nyontek pr mtk nya Arsen?" Lanjutnya dengan nada sangat lembut membuat Arsen dan Erda yang mendengar mendengus.

"Pr mtk?" Tanya Jingga di sebrang sana.

"Iya, boleh kan?" Tanya Erlangit lagi dengan harap-harap cemas.

"Kenapa bilangnya ke gue? Kan itu punya Arsen." Ujar Jingga membuat Erlang baru tersadar, ia juga ka itu punya Arsen kenapa ia harus meminta izin pada Jingga.

"Ga tau gue juga, adik lo nyuruh gue ngomong ke lo."

"Ck Arsen! Ambil aja langsung bukunya ga usah ribet, dia juga nyontek gue." Jingga mematikan sambungan telefonnya sepihak.

"Ambil aja langsung bukunya ga usah ribet, dia aja nyontek ke gue! Kata kakak lo!" Erlang menarik paksa buku mtk Arsen dan menyerahkan kembali hpnya.

Erlang langsung menulis jawaban dengan cepat, tidak semua ia salin tapi ada beberapa yang ia sengaja salahkan jawabannya. Ia tau diri, kalo menyontek semuanya pasti ketauan jelas oleh guru. Baru saja akan menulis jawaban soal ke 10 bel berbunyi yang terdengar lebih cepat dari biasanya.

"Baru jam 06.50 kenapa udah bel lagi?" Tanya Erlang menatap Arsen.

"Ini senin bego! Upacara!" Jawab Arsen ketus.

"Oh iya gue lupa. Nih tengkyu." Erlang mengembalikan buku mtk nya pada Arsen, serta mengambil topi nya berjalan keluar mengikuti Hadi yang sudah jalan lebih dulu.

Dikoridor siswa-siswi berhamburan keluar kelas , langsung berbaris rapih dilapangan. Saat hendak memasuki barisan ia melihat jelas seorang gadis berdiri dipinggir lapangan dengan raut cemas. Erlang mencolek Arsen yang berdiri dibelakangnya.

"Kakak lo kenapa?" Tunjuk Erlang pada Jingga membuat Arsen mengikuti arah tunjuk Erlang.

"Paling ga bawa topi. Gue samperin dulu deh." Arsen hendak melangkah namun dicegah oleh Erlang.

"Gue aja." Ujarnya sambil berlari menghampiri Jingga.

Erlang berlari menghampiri Jingga dan berdiri tepat didepan gadis itu membuat Jingga menatapnya heran. Tanpa banyak bicara, Erlang melepaskan topinya dan memasangkan ke kepala Jingga. Ia menatap Jingga, gadis itu juga tidak memakai dasi nya. Ia melepaskan dasinya, memasangkan pada Jingga namun tangannya dicekal oleh Jingga.

"Mau ngapain?" Tanya nya datar.

"Mau makein ke lo." Erlang mundur selangkah. "Yaudah pake sendiri bisa kan? Gue pamit ke barisan ntuh. Bye." Lanjutnya berlari menuju barisan siswa yang tidak memakai atribut lengkap.

Jingga yang melihat itu menghela nafasnya pelan, ia mulai memakai dasi milik Erlang dengan benar hingga tak sadar ada tangan yang mulai menariknya bergabung pada barisan per kelas. Sampai, ia membalik bada Jingga hingga berhadapan dengannya. Dengan telaten dan cepat memasangkan dasi pada Jingga dengan rapih.

"Beres, aku balik ke barisan aku dulu." Mathew mengelus pelan puncak kepala Jingga namun wajahnya terlihat jelas memerah seperti menahan amarah atau cemburu.

Cemburu apanya, Jingga dan Mathew tidak memiliki hubungan apapun. Jingga mengangguk kepala dan menghadap kembali ke depan, sedangkan Mathew kembali ke barisan kelasnya namun matanya masih menatap Jingga dengan mengepal tangannya. Entah kenapa Mathew merasa kesal melihat Jingga didekati oleh Erlang.

"Lo cemburu Math?" Tanya temen sekelasnya yang melihat perilaku Mathew sejak tadi dipinggir lapangan menatap Jingga dengan Erlang sampai pria itu menarik Jingga dan memasangkan dasi pada Jingga.

"Gue? Cemburu? Sama siapa hahaha." Ujar Mathew mengalihkan pandangannya menghadap kedepan karna upacara sudah akan dimulai.

"Arjingga. Lo cemburu liat dia sama laki-laki lain tapi lo nya aja ga sadar. Kalo cinta ungkapin aja Math, agama mah urusan belakangan bukan malah nyari pelampiasan yang cuma manfaatin lo doang." Ujar temannya itu sedikit berbisik pada Mathew.

"Gue sama Saras cuma temenan kalo lo lupa." Balas Mathew dengan berbisik juga.

"Ga ada temen antara pria dan wanita , bahkan lo punya panggilan khusus buat Arjingga. Sadar sebelum nyesel, ga ada cewek setulus dia yang ga pernah minta apapun sama lo." Temannya itu langsung diam menatap kedepan.

"Gue sadar tapi gue ga bisa." Ujarnya sangat pelan lirih yang hanya didengar oleh nya saja.

*

Usai upacara selesai, seluruh siswa/i bubar kembali ke kelasnya masing-masing berbeda dengan para siswa yang bermasalah. Dari yang telat hingga tidak memakai atribut lengkap. Kini Erlangit berdiri dibarisan paling belakang serta ujung memainkan kakinya menendang angin sesekali menggesek-gesekkan kakinya pada lantai.

"Erlangit." Panggil guru BK yang kini mengayunkan tangannya pada Erlang meminta anak itu untuk menghampirinya.

Erlang mengadahkan kepalanya bersitatap  dengan guru BK yang tinggi, hitam, berbadan kurus tapi jangan salah gitu-gitu juga paling ditakuti oleh seluruh siswa/i SMA Pemuda Bangsa. Tapi tidak dengan seorang Erlangit. Dengan santai ia berjalan kedepan dengan tangan kanan menyisir rambutnya dengan tangan ,sedangkan tangan kiri ia masukkan dalam saku. Sesekali Erlang menggoda siswi yang berlalu lalang dengan mengedipkan matanya genit.

Sampai didepan Erlang berdiri tepat disamping guru BK dengan tampang tengilnya. Guru BK pun berdecak, menelisik Erlang dari atas hingga bawah. Pak Aga mengangkat tangannya mengacak rambut Erlang, membuatnya semakin berdecak.

"Liat anak-anak. Yang seperti jangan diikuti. Sudah tidak pakai dasi, tidak pakai topi, kaos kaki berwarna orange , ditambah rambutnya panjang tidak seperti seorang siswa." Ujar Pak Aga dengan tangan menjiwir telinga Erlang.

"Tapi ganteng manis pak." Jawab Erlang dengan ringisan kecil.

"Ck, kamu ini melawan saja dibilangi oleh guru. Tunggu disini kamu." Pak Aga melepaskan jewirannya dan menatap seluruh siswa yang bermasalah tadi. "Yang atribut ga lengkap kembali ke kelas. Yang telat hormat didepan bendera hingga jam pelajaran ke dua berbunyi. Dan untuk kamu ingat tunggu disini." Lanjutnya, berjalan menuju kursi pinggir koridor untuk mengambil gunting dan sisir untuk merazia Erlang.

Erlang yang melihat itu mulai melangkah mundur meminta siswa lain yang melihatnya untuk menutup mulut, menunjukkan tinju nya membuat siswa lain bergedik ngeri dan mengalihkan matanya. Ia sedikit berlari langsung memasuki salah satu kelas yang terdekat, dan lari ke kursi paling ujung bersembunyi dengan sesekali berucap "Ssttt kalo ada pak Aga bilang aja ga ada." Yang hanya dibalas gelengan kepala oleh yang lainnya.

Ia masuk tanpa melihat sekitar, dan tak sadar jiga ada guru yang sudah masuk kelas untuk mengajar. Hingga guru itu mulai melangkah mendekati Erlang, menggelengkan kepalanya tak percaya saat matanya bersitubruk dengan muridnya itu bukan takut tapi malah tersenyum lebar.

"Eh ada ibu cans." Ujar Erlang dengan kepala mengadah menatap guru itu.

Langit JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang