BAGIAN 5

434 20 0
                                    

Kalau pemuda itu mampu mengalahkan murid-muridnya dengan mudah, maka pastilah kepandaiannya sangat tinggi. Begitulah yang terpikir dalam benak Ki Sapta Ireng. Maka tanpa berpikir panjang lagi segenap kemampuannya langsung dikerahkan untuk menjatuhkan lawan secepatnya.
Melihat lawannya gencar sekali menyerang, Rangga tidak tinggal diam. Langsung dikeluarkannya jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'! Kini, tubuhnya tampak meliuk-liuk menghindari setiap serangan lawan. Gerakan kakinya sangat lincah dan cepat, sambil sesekali membalas serangan. Bahkan terkadang gerakan-gerakannya tidak beraturan, seperti orang yang kebanyakan minum arak. Tapi justru gerakan demikian, membuat lawannya sulit mendesak. Bahkan untuk mendekati saja, rasanya sudah sulit sekali.
"Yeaaah...!" Ki Sapta Ireng cepat menyodokkan kepalan tangannya ke kening Pendekar Rajawali Sakti. Maka, cepat-cepat Rangga menangkis sambil balas menyerang dengan kepalan tangan ke arah dada lawan.
"Hiyaaat..!"
"Akh! Ki Sapta Ireng kontan mengeluh, begitu dadanya terasa seperti dihantam godam. Nafasnya jadi tersengal. Dan belum juga dia berbuat sesuatu, Rangga sudah kembali menyerang. Tak ada waktu baginya, kecuali memapak serangan pukulan Pendekar Rajawali Sakti. Dan....
Plak!
"Ikh!"
Ki Sapta Ireng merasakan kedua tangannya jadi ngilu ketika beradu dengan tangan Rangga. Dan saat itu pula, Pendekar Rajawali Sakti mengayunkan kaki kanannya, langsung menghantam telak dagu lawan. Ki Sapta Ireng kontan terjajar ke belakang sambil memekik keras, merasakan sakit yang amat sangat. Bahkan dua buah giginya seketika rontok. Dan dari mulutnya, keluar darah kental.
"Bangsat! Agaknya kau memang tidak bisa dikasih hati, Bocah...!" dengus Ki Sapta Ireng sambil menyeka darah yang keluar dari mulutnya.

Tapi belum lagi dia bersiap akan menyerang Pendekar Rajawali Sakti, tiba-tiba melesat dua sosok bayangan dan langsung berdiri tegak di tengah-tengah arena pertarungan. Ki Sapta Ireng, Sadewa, serta murid-murid padepokan yang mengenali salah seorang di antaranya, langsung memberi hormat.
"Ki Wisnu Perkasa! Syukurlah kau cepat datang. Kami telah menemukan Sadewa dan bermaksud menyerahkannya, kalau saja...."
"Sudahlah, Ki Sapta Ireng. Aku mengerti persoalannya," sahut salah seorang di antara dua sosok bayangan yang baru datang tadi.
Kedua laki-laki itu memang sudah berusia lanjut. Yang seorang, seluruh rambut kepala, kumis, dan jenggotnya telah memutih. Wajahnya lebar sedikit lonjong. Tubuhnya besar dan kekar terbalut baju putih. Kerut-kerut di wajahnya menandakan kalau usianya telah lanjut. Namun demikian sorot matanya tegas dan keras menandakan sikap hatinya. Dialah Ki Wisnu Perkasa, orang yang dihormati.
Sementara di sebelahnya, terlihat orang tua yang usianya hampir sebaya. Hanya, tubuhnya lebih sedikit pendek Bajunya kumal dan dekil seperti pengemis. Ditambah, di tangannya terdapat sebuah tongkat bambu yang agak lebar.
"Anak muda, siapa kau? Kulihat, kepandaianmu sungguh hebat. Namun sungguh sayang, bila dipergunakan untuk mengganggu urusan orang lain!" sapa orang tua berbaju putih dengan suara tenang menyelidik.
"Aku hanya seorang pengembara biasa. Namaku Rangga" sahut Rangga kalem.
"Hmmm...."
"Kisanak, maaf. Aku sama sekali tidak berniat mencampuri urusan kalian. Tapi, aku tidak bisa tinggal diam melihat ketidakadilan di depan mataku. Kalau memang kau bijaksana, mestinya akan menilai orang setelah tahu jelas latar belakang persoalannya. Tapi kalau menuduh tanpa bukti, itu hanya dilakukan orang-orang picik," sambung Rangga, masih terdengar tenang sekali nada suaranya.
Wajah orang tua itu tampak merah mendengar kata-kata yang diucapkan Rangga. Sudah jelas, meski tidak langsung, kata-kata terakhir pemuda itu merupakan sindiran tajam yang membuat telinganya jadi panas. Tapi dia mampu menahan diri untuk bersikap setenang mungkin.
"Hmmm.... Kata-katamu memang tidak salah. Maafkanlah perkataanku tadi yang telah menyinggung perasaanmu. Ki Wisnu Perkasa memang buta hati, sehingga belum mampu melihat mana yang benar dan salah, selain dari apa yang terlihat di depan matanya...."
Rangga hanya tersenyum saja. "Sungguh kebetulan, Kisanak! Maafkanlah kata-kataku tadi. Kehadiranku ke sini, sama sekali tidak ingin mencampuri urusan guru dan murid. Secara kebetulan saja aku bertemu Sadewa yang sedang terluka dan dikerubuti dua orang tak dikenal. Lalu hatiku tergerak untuk menolong. Dan akhirnya, kami berdua berhasil mengusir lawan, meski Sadewa terluka. Kemudian Sadewa menceritakan persoalan, dirinya padaku. Dia mengakui kalau hatinya cemas, karena takut gurunya sendiri tidak percaya dengan apa yang terjadi sebenarnya. Dan lagi-lagi, aku memang lancang karena bermaksud menemaninya. Juga, aku akan menjadi saksi kebenaran ceritanya padamu," jelas Rangga singkat.
Ki Wisnu Perkasa mengangguk-anggukkan kepala, kemudian berpaling pada Sadewa. Dan yang dipandangi, saat itu juga tengah memandang padanya. Tapi pandangannya langsung dialihkan kepada Pendekar Rajawali Sakti.
"Nah, Sadewa. Beranikah kau bersumpah kalau tidak pernah mengenal gadis itu sebelumnya?"
"Ampun, Guru! Aku bersumpah tidak kenal gadis itu sebelumnya. Dia hanya memfitnahku!"
"Tahukah kau, kenapa aku bisa langsung mempercayai kata-katamu?" Sadewa menggeleng. Begitu juga, Ki Sapta Ireng. Dia sedikit terkejut mendengar kata-kata Ki Wisnu Perkasa. Tidak biasanya orang tua itu cepat merubah keputusannya begitu saja. Baru tadi memerintah untuk menangkap dan menghukum Sadewa. Tapi kini tiba-tiba telah berubah dan mengampuninya.
"Nah murid-muridku semua, dengarlah penuturanku. Aku tidak akan bisa percaya pengakuan Sadewa, kalau saja Ki Bangkalan yang berada di sampingku ini tidak menjelaskan duduk persoalan yang menyangkut gadis itu. Beliau adalah salah seorang sahabatku. Ki Bangkalan bercerita kalau belakangan ini muncul seorang gadis berilmu tinggi yang suka mencari pemuda-pemuda sebagai pemuas nafsunya. Dan cara apa pun akan digunakan untuk mendapatkan pemuda yang dikehendakinya. Setelah mendengar ciri-cirinya lewat penuturan Ki Bangkalan, maka aku berkesimpulan kalau gadis itu adalah orang yang sama dengan yang mengaku kekasih Sadewa. Hanya saja, Sadewa difitnah, karena gadis itu menginginkan dirinya. Dengan begitu persoalan Sadewa selesai. Dan aku tidak akan malu menarik hukumannya, kalau ternyata memang terbukti tidak bersalah!" kata Ki Wisnu Perkasa panjang lebar.
Ki Sapta Ireng tidak berani membantah. Begitu juga murid-murid padepokan yang lainnya. Sementara wajah Sadewa tampak berseri. Dihampirinya Rangga dengan senyum tulus.
"Sobat, terima kasih atas pertolonganmu. Kini aku bebas dari fitnah keji itu. Atas nama guru, kami bermaksud mengundangmu ke padepokan," ucap Sadewa.
"Betul, Anak Muda. Suatu kehormatan bagi kami bila bisa mengundangmu...," timpal Ki Wisnu Perkasa. Sedangkan Ki Bangkalan sendiri mendekat sambil tersenyum kecil.
"Anak Muda, marilah ikut bersama kami. Suatu kehormatan besar bagi Padepokan Tirtaloka, karena dapat dikunjungi seorang pendekar besar sepertimu," ajak orang tua itu ramah.
"Ah! Kisanak terlalu berlebihan. Aku hanya orang biasa yang tidak memiliki perbedaan dengan semua yang ada di sini. Maafkanlah. Bukannya bermaksud menolak, tapi aku ada urusan lain yang harus dikerjakan. Mungkin di lain waktu, bila kalian masih menerima kehadiranku, aku akan berkunjung ke Padepokan Tirtaloka," sahut Rangga menolak halus.
"Ki Bangkalan, kau menyebutnya pendekar besar. Apakah kau sudah mengenal anak muda ini sebelumnya?" tanya Ki Wisnu Perkasa heran.
"Apakah kau betul-betul tidak mengenalnya?" Ki Bangkalan balik bertanya.
"Ki! Kawanku inilah orang yang sering diceritakan pada kami. Dialah Pendekar Rajawali Sakti!" jelas Sadewa menjelaskan.
"Oh, sungguhkah?! Betul-betul mataku telah lamur sehingga tidak bisa mengenali orang!" Ki Wisnu Perkasa tampak terkejut.
Begitu juga Ki Sapta Ireng serta murid-murid padepokan lain. Mereka benar-benar tidak tahu kalau pemuda tampan berbaju rompi putih ini adalah Pendekar Rajawali Sakti. Seorang pendekar muda yang sudah kondang dalam rimba persilatan. Tidak ada seorang pun yang tidak mengenalnya. Bukan hanya mereka yang berada di jalur golongan putih yang mengagumi, tapi juga yang berada di jalan sesat.
Orang-orang rimba persilatan pasti akan berpikir seribu kali bila harus berhadapan dengan Pendekar Rajawali Sakti. Bukan hanya ilmu olah kanuragannya yang sangat tinggi, tapi juga ilmu kedigdayaannya sangat sukar dicari tandingannya. Belum lagi pedang pusakanya yang sangat sakti dan berpamor dahsyat. Tidak ada satu senjata pun di dunia ini yang bisa menandinginya. Jadi bukan hal aneh kalau mereka sampai terlongong, begitu tahu kalau pemuda ini adalah Pendekar Rajawali Sakti.
"Oh, sungguh malu aku! Maafkanlah atas kelancanganku tadi, Kisanak," ucap Ki Sapta Ireng tanpa malu-malu.
"Sudahlah. Aku jadi malu hati dipuji begini. Itu hanya nama kosong belaka," sahut Rangga jengah melihat sikap mereka yang dianggap berlebihan.
Meski mereka kembali menawarkan agar turut sudi memenuhi undangan, tapi Rangga tetap menolak dengan halus. Melihat sikap pemuda itu, akhirnya mereka tidak lagi memaksa. Kini rombongan itu kembali ke Padepokan Tirtaloka, sedangkan Rangga melanjutkan perjalanannya.

93. Pendekar Rajawali Sakti : Bidadari Dasar NerakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang