Raja Manik terkejut. Pada saat-saat terakhir, tiba-tiba saja satu bayangan putih melesat cepat menarik tubuh Sadewa seraya menangkis pukulan yang dilepaskannya. Sebenarnya, pukulan Raja Manik yang bernama Tapak Arang, sangat hebat dan kuat. Batang pohon besar sekalipun, akan hancur bila terkena pukulan itu.
Tapi, ternyata bayangan tadi seenaknya saja menangkis, seperti tidak terpengaruh apa-apa pada tangannya. Malah, justru dia sendiri yang merasa mendapat tekanan hebat hingga membuat tulang lengannya terasa ngilu.
Di depan Raja Manik, kini telah berdiri seorang pemuda tampan berambut gondrong terurai. Bajunya rompi putih, dengan sebilah pedang bergagang kepala burung tersampir di punggungnya. Sadewa sendiri, terlihat terduduk dengan napas sesak di belakang pemuda yang kalau melihat ciri-cirinya adalah Pendekar Rajawali Sakti.
"Siapa kau?!" bentak Raja Manik garang.
"Siapa aku, bukan persoalan. Tapi persoalannya adalah, mengapa di antara kalian saling hendak membunuh?"
"Sial! Kau pikir, apa sudah merasa hebat setelah menyelamatkan bocah sombong itu?!"
"Hm...," gumam pemuda yang tidak lain Rangga, atau yang lebih dikenal berjuluk Pendekar Rajawali Sakti.
Tampak Raja Manik mengambil sebuah gada berduri yang sejak pertarungan dengan Sadewa tadi, dititipkan pada Gondo Keling. Laki-laki tinggi kurus itu kemudian melangkah lebar ke arah Rangga dan berhenti pada jarak satu tombak Gada berduri di tangannya langsung ditudingkan ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Cabutlah pedangmu. Dan, tunjukkan padaku kepandaian yang kau miliki!"
Rangga tersenyum kecil. "Begitukah yang kau inginkan? Padahal, aku hanya bertanya. Lalu, mengapa tiba-tiba kau terlihat marah, dan mengajakku berkelahi, Kisanak? Tidak bisakah kau bicara baik-baik dan menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya?"
"Inilah pembicaraan kita!" sentak Raja Manik, sambil mengayunkan senjata ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Uts!"
"Modar!"
Gada berduri Raja Manik yang kelihatan berat, melesat cepat menimbulkan angin kencang menyambar-nyambar. Disadari betul, kalau lawan sudah berani menangkis pukulan 'Tapak Arang', maka pastilah bukan orang sembarangan. Maka, Raja Manik tidak mau meladeninya setengah hati. Itulah sebabnya, senjata andalannya langsung digunakan sambil memainkan jurus terhebat yang diberi nama 'Angin Puyuh Mengejar Maut'.
Rangga sendiri merasakan tekanan berat dari serangan lawan. Meski terkejut, tapi serangan itu tidak mungkin diladeni dengan sembarangan kalau tidak ingin nyawanya melayang. Di samping itu Pendekar Rajawali Sakti tidak mungkin terus menghindar. Bahkan hatinya mulai kesal, karena didesak terus. Maka dengan satu bentakan nyaring, mulai dibalasnya serangan lawan.
"Hiyaaat"
Wut!
"Uts!"
"Yeaaah...!"
Raja Manik sedikit terkejut. ketika gada berdurinya menyambar ke arah pinggang, lawannya bersalto ke depan. Dan dengan kedua tangan terentang, Rangga berusaha menghantam batok kepala Raja Manik. Buru-buru laki-laki kurus itu menyelamatkan diri. Tubuhnya bergerak mundur ke belakang sambil mengibaskan senjata ke dada lawan.
Mendapat serangan berikut, Rangga bergerak ke samping menghindari. Lalu sebelah kakinya cepat menendang bagian belakang pinggang lawan. Raja Manik terkejut, dan tidak sempat berkelit lagi.
Begkh!
"Akh!"
Laki-laki tinggi kurus itu mengeluh kesakitan sambil memegangi pinggangnya yang terasa akan patah. Sambil mendelik garang, kembali senjatanya ditudingkan ke arah lawan. Wajahnya tampak semakin beringas.
"Kuhajar kau! Bocah keparat! Heaaat...!"
"Hm.... Bandel juga kau rupanya...."
Kepalan kiri Raja Manik yang meluncur cepat, ditangkis Pendekar Rajawali Sakti dengan mudah. Sementara, senjata gadanya menderu mengincar kepala lawan. Rangga cepat memutar tubuh ke kiri, sambil cepat mengayunkan kaki depannya menghantam perut Raja Manik yang belum sempat memperbaiki keadaannya.
Des!
"Akh...!"
Seketika tubuh laki-laki tinggi kurus itu terjerembab sejauh dua tombak, disertai jeritan kesakitan. Dan dari mulutnya, tampak memuntahkan darah kental kehitam-hitaman.
"Raja Manik...!" Gondo Keling berseru kaget melihat keadaan kawannya. Lalu, wajahnya berpaling ke arah Pendekar Rajawali Sakti. "Keparat! Kuhajar kau, Bocah Sinting...!"
Raja Manik merasakan nafasnya jadi sesak dan isi perutnya terasa remuk terkena tendangan geledek Pendekar Rajawali Sakti. Kalau saja pemuda itu berhati kejam, tentu sudah sejak tadi Raja Manik tewas. Tapi mana mau hal itu dilakukannya. Dengan susah payah, dia berusaha bangkit dengan hati geram bercampur dendam.
Ctaaar!
Tiba-tiba, cambuk berduri Gondo Keling melecut ke angkasa menimbulkan suara yang menyakitkan telinga. Wajahnya tampak garang penuh kemarahan.
"Gondo Keling! Menepilah kau! Bocah ini bagianku!" bentak Raja Manik.
"Tidak! Tanganku pun sudah gatal melihat kesombongannya!"
"Gondo Keling! Jangan campuri urusanku!"
Tapi sebagai jawabannya, laki-laki pendek gemuk itu malah menyerang Pendekar Rajawali Sakti dengan ganas. Bukan main geramnya Raja Manik melihat kelakuan kawannya. Tapi amarah dan dendamnya yang memuncak pada pemuda itu, lebih menguasai pikirannya. Sehingga tanpa mempedulikan perbuatan lancang yang dilakukan Gondo Keling, langsung diserang kembali Pendekar Rajawali Sakti.
"Bocah keparat! Mampuslah kau sekarang...!"
Melihat hal ini, Rangga mendengus garang. Serangan kedua lawannya kali ini terasa berat dan menekan. Lebih-lebih senjata mereka semakin berbahaya saja mengancam keselamatan jiwanya.
"Kisanak, jangan takut! Aku akan membantumu!" Sadewa tiba-tiba bangkit dan ikut membantu Pendekar Rajawali Sakti.
"Bocah bermulut besar! Kau pikir bisa berbuat apa, heh?!" Raja Manik mengayunkan gada berdurinya ke arah lawannya.
Rangga berkelit. Dan dia terus melompat tinggi ketika pecut Gondo Keling menyambar ulu hati Sadewa. Cepat Pendekar Rajawali Sakti meluncur turun sambil mengayunkan pukulan ke tulang kering tangan kanan Gondo Keling.
"Sial!" Gondo Keling menekuk lutut. Nyaris tulang kering tangan kanannya patah kalau saja tidak cepat bergerak. Dengan kemarahan yang meluap, kali ini serangannya lebih banyak dicurahkan ke arah Rangga. Sedangkan Raja Manik menghadapi Sadewa.
Kali ini, Sadewa harus lebih berhati-hati lagi. Dan senjata lawan dihadapinya dengan keris yang sejak tadi berada di pinggang. Sementara itu, gada berduri Raja Manik telah menderu keras disertai pengerahan tenaga dalam penuh. Melihat hal ini, Sadewa cukup terkejut langsung dipapaknya serangan itu dengan senjata kerisnya.
"Yeaaah...!"
Prak!
Ternyata, keris Sadewa patah jadi dua. Bahkan telapak tangannya terkelupas. Dan belum lagi Sadewa dapat berbuat sesuatu, kepalan tangan kiri Raja Manik langsung menyodok ke arah dadanya. Tak ada kesempatan lagi bagi Sadewa untuk berkelit Dan....
Des!
"Aaakh!"
Sadewa kontan memekik keras. Tubuhnya terjengkang dua tombak sambil memuntahkan darah segar. Bahkan tulang rusuknya patah beberapa buah. Sadewa berusaha bangkit, tapi saat itu juga Raja Manik telah melesat ke arahnya dengan serangan mematikan.
"Bocah sombong, mampuslah kau sekarang!"
Pada saat yang bersamaan, ujung cambuk Gondo Keling tampak seperti ular terbang, terus-menerus mengejar Pendekar Rajawali Sakti. Sepertinya Rangga agak kesulitan jika begini terus. Apalagi, teriakan Sadewa seketika mengusik hatinya. Maka tanpa membuang waktu lagi, pedang pusakanya langsung dicabut Seketika seberkas sinar biru menerangi tempat itu sesaat.
Rupanya, adanya sinar biru berkilauan, membuat semua orang yang ada di situ terperanjat. Bahkan Raja Manik yang telah siap mencabut nyawa Sadewa jadi menghentikan serangannya. Maka mendapat kesempatan demikian, Pendekar Rajawali Sakti langsung bergerak cepat menyerang. Tak tanggung-tanggung, dua orang sekaligus yang menjadi sasarannya. Gondo Keling, kemudian ke arah Raja Manik.
"Hiyaaat..!"
Tes!
Des! Begkh!
"Akh...!"
Gondo Keling dan Raja Manik kontan menjerit keras. Mereka terjungkal, dan senjata masing-masing putus menjadi beberapa potong. Kecepatan Pendekar Rajawali Sakti menyerang sungguh mengejutkan. Lebih-lebih, kedahsyatan Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Tapi waktu yang sesaat itu, sudah cukup membuat mereka harus menanggung akibat yang cukup parah!
Pendekar Rajawali Sakti kini telah menyarungkan kembali pedang pusakanya, sambil melihat kedua lawan yang megap-megap tidak berdaya. Dari mulut mereka, tidak henti-henti menetes darah kental. Keduanya berusaha bangkit dengan wajah pucat pasi bagaikan mayat hidup.
"Kisanak! Aku tidak punya urusan dengan kalian. Tapi karena kalian nekat, terpaksa aku harus membela diri!"
"Huh! Kami tidak akan menerima kekalahan ini begitu saja. Suatu saat, kau akan mendapatkan balasan setimpal!" desis Raja Manik penuh dendam.
"Aku akan menunggu kapan saja, silakan kalian buat perhitungan!"
"Sebutkan julukanmu agar kami lebih mudah membuat nisanmu kelak!"
"Pendekar Rajawali Sakti tidak akan lari dari semua ini!"
"Hm.... Jadi kau bergelar Pendekar Rajawali Sakti? Baik! Tunggulah balasan kami!" dengus Raja Manik sambil mengajak Gondo Keling meninggalkan tempat itu.
Nama Pendekar Rajawali Sakti sudah tidak asing lagi bagi kalangan tokoh persilatan. Dan melihat tidak ada rasa kaget sedikit pun, jelas kalau Gondo Keling dan Raja Manik belum pernah mendengar julukan Pendekar Rajawali Sakti sebelumnya. Tapi, Rangga tidak mempedulikan hal itu. Kini kakinya melangkah mendekati Sadewa.
"Kisanak, kau tidak apa-apa...?"
"Dadaku terasa nyeri. Tapi, rasanya nanti akan sembuh. Terima kasih atas pertolonganmu, Kisanak. Namaku Sadewa. Benarkah kau Pendekar Rajawali Sakti yang kesohor itu? Kalau benar, guruku sering menceritakan tentang kehebatanmu!" Wajah Sadewa tampak cerah, sehingga rasa sakit yang diderita seperti tidak dirasakannya.
"Kisanak! Aku hanya orang biasa seperti yang lainnya. Panggil aku Rangga saja kalau tidak keberatan, coba kulihat luka dalammu."
Rangga memeriksa luka dalam di tubuh Sadewa. Sebentar kemudian, Pendekar Rajawali Sakti mendesah sambil menggelengkan kepala.
"Kisanak, beberapa tulang rusukmu patah. Kau harus secepatnya diobati. Kalau tidak, mungkin nanti akan berakibat parah."
Sadewa menggeleng lesu. "Lengkaplah sudah penderitaanku," desah Sadewa lirih.
"Penderitaan? Penderitaan apakah yang kau alami?" Sadewa menghela napas beberapa saat sebelum menceritakan kejadian yang menimpa dirinya.
Rangga mendengarkan penuh perhatian, sambil sesekali Rangga menggeleng-gelengkan kepala. Wajahnya terlihat geram penuh kekesalan.
"Apakah kau memang betul-betul tidak mengenal gadis itu?"
"Tidak! Jangankan mengenalnya, melihat saja baru sekali. Aku sendiri heran, apa maksudnya dia mempermalukan aku di hadapan kawan-kawan dan guruku sendiri."
"Sekarang, lebih baik kau kembali ke padepokan. Jelaskanlah semua persoalan kepada gurumu!" ujar Pendekar Rajawali Sakti.
Sadewa menggeleng lesu.
"Kejadian itu begitu cepat Tiba-tiba, gadis itu telah menyambarku setelah melepaskan totokan. Semuanya pasti mengira aku kabur karena takut rahasiaku terbongkar. Mereka mengira aku bersalah, dan lari dari tanggung jawab. Saat ini, mungkin mereka sedang mencariku untuk dihadapkan pada guru yang akan memberiku hukuman berat..."
"Biarlah aku ikut denganmu. Dan nanti, akan kujelaskan pada gurumu!"
"Tidak mungkin. Guruku mempunyai sifat yang sangat tegas...."
"Ada baiknya kita coba dulu. Kalau kemudian beliau tetap pada pendiriannya, hadapilah dengan jiwa ksatria. Tunjukkan bahwa kau sesungguhnya calon tamtama sejati. Bagaimana?"
Sadewa berpikir sejenak, sebelum menganggukkan kepala. "Baiklah...."
"Kalau begitu, mari kita berangkat sekarang!"
Mereka kemudian meninggalkan tempat itu. Langkah mereka tidak terlalu cepat, karena memang dada Sadewa terasa sakit bila dibawa berlari. Sepanjang perjalanan, mereka banyak bercerita dan saling bertukar pengalaman. Terlihat dari setiap ucapannya bahwa Sadewa begitu mengagumi pemuda itu. Tapi, memang sifat Rangga yang selalu rendah hati, sehingga tidak nampak kesombongan sedikit pun.
Sungguh tak dinyana kalau mereka kemudian bertemu murid-murid Padepokan Tirtaloka! Murid yang berjumlah sepuluh orang itu memang diperintah Ki Wisnu Perkasa untuk mencari Sadewa, dan dipimpin oleh seorang laki-laki berusia empat puluh tahun. Sadewa mengenalinya sebagai salah seorang pelatih di padepokan mereka. Namanya, Ki Sapta Ireng.
"Sadewa! Aku membawa perintah dari Ki Wisnu Perkasa untuk menangkapmu!" kata Ki Sapta Ireng, begitu mereka telah berjarak beberapa tombak.
Sadewa cukup terkejut, walaupun sudah menduga hal itu. Wajahnya yang tadi kelihatan cerah, kini berubah menjadi pucat pasi. Langkahnya pun kontan terhenti.
"Kisanak! Maafkan kelancanganku. Sadewa adalah sahabatku. Jika kalian tidak keberatan, bolehkah aku bertemu Ki Wisnu Perkasa? Aku ingin berbicara langsung pada beliau, untuk menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya," sela Rangga dengan suara ramah dan sopan.
"Maaf Kisanak. Ini adalah urusan dalam. Cukup kuhargai sikapmu. Tapi, kami mempunyai peraturan tersendiri. Saat ini juga, Sadewa harus menghadap guru kami untuk menerima hukuman yang harus dijalaninya!" tegas Ki Sapta Ireng.
"Ki Wisnu Perkasa pastilah orang bijaksana lagi murah hati. Dan aku menghormati beliau. Tapi, aku tidak percaya kalau pikiran beliau begitu sempit dengan menjatuhkan hukuman pada muridnya yang belum tentu bersalah. Jadi, sudilah Kisanak mempertimbangkan kembali permintaanku tadi," lanjut Rangga, tenang.
"Kisanak! Aku tidak perlu cerewet menolak permintaanmu. Peraturan kami jelas dan tegas. Sekali Ki Wisnu Perkasa mengeluarkan kata-kata, itu adalah perintahnya yang tidak bisa dibantah! Maka sebelum kami berlaku keras padamu, kuperingatkan jangan ikut campur masalah ini!" tandas Ki Sapta Ireng, mulai tidak senang.
"Sudahlah Rangga. Kalau mereka tetap pada pendiriannya, aku tidak akan membantah. Biarlah aku ikut dengan mereka...."
"Tidak, Sadewa! Kau harus bicara lebih dulu pada gurumu, dan menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya. Kalau ternyata beliau masih juga berkeras pada keputusannya, biar aku yang akan jadi saksinya!"
"Sadewa! Kami tidak punya waktu! Kau harus ikut sekarang juga!" bentak Ki Sapta Ireng, sambil memberi isyarat pada dua orang murid Padepokan Tirtaloka untuk membawa pemuda itu.
"Tahan!" sentak Rangga, menghalangi. Ditatapnya tajam-tajam ke arah Ki Sapta Ireng.
"Menyingkirlah, Kisanak!"
"Beginikah cara-cara orang terhormat seperti kalian memperlakukan orang yang belum tentu bersalah?"
"Huh! Kau membuatku semakin marah. Jangan salahkan kalau kami bertindak kasar!"
"Ki Sapta Ireng, tahan...!" teriak Sadewa mencegah, ketika dua orang murid padepokan sudah langsung menyerang Rangga.
Tapi teriakan pemuda itu sia-sia saja, karena Ki Sapta Ireng sama sekali tidak menggubrisnya. Malah, kakinya melangkah mendekati Sadewa dan menarik tangannya, untuk segera berlalu dari tempat itu. Namun langkahnya terhenti, ketika kedua orang murid padepokan terpekik kesakitan dengan tubuh terhuyung-huyung.
"Hm.... Agaknya kau berisi juga. Baiklah. Kau boleh bermain-main dulu dengan mereka!" dengus Ki Sapta Ireng.
Seketika, murid-murid padepokan yang lain langsung mengurung dan menyerang ganas Pendekar Rajawali Sakti.
"Ki Sapta Ireng! Dengar kata-kataku! Pemuda itu...."
"Diam kau, Sadewa! Apakah kau senang ada orang asing yang membelamu? Tapi walau bagaimanapun juga, kau takkan terlepas dari hukuman!"
Sadewa sebenarnya tidak gentar menghadapi Ki Sapta Ireng. Dan dia benar-benar menghormatinya sebagai utusan Ki Wisnu Perkasa. Lagi pula, melihat kekerasan orang itu, rasanya memang tidak ada gunanya lagi membantah. Kalaupun ada penyesalan, itu karena merasa telah melibatkan Pendekar Rajawali Sakti dalam urusannya.
"Kisanak! Jangan memaksaku bertindak keras pada mereka! Suruh anak buahmu menyingkir!" teriak Rangga memperingatkan.
Tapi, Ki Sapta Ireng sama sekali tidak menoleh.
"Baiklah kalau memang itu yang kau kehendaki. Terpaksa aku membela diri, kalau mereka bermaksud mencelakaiku!"
"Ki Sapta Ireng! Aku mencoba mengingatkan bahwa pemuda itu bukan orang sembarangan. Kau sama saja mencelakakan murid-murid yang lain bila menyuruh menyerangnya!"
"Sadewa! Haruskah kupecahkan mulutmu agar kau diam?! Siapa pun orang yang menghalangi tugasku, dia harus mampus!"
"Kau akan menyesal, Ki Sapta..."
"Huh!"
Tapi benar saja, Ki Sapta Ireng berjalan kira-kira tujuh tombak, terdengar jerit kesakitan yang saling susul-menyusul. Mula-mula hal itu tidak dipedulikannya. Tapi ketika salah seorang tubuh anak buahnya melayang ke arahnya, mau tidak mau terpaksa wajahnya menoleh. Dan, tampaklah pemuda berbaju rompi itu sedang mengamuk hebat.
Kesepuluh orang anak buah Ki Sapta Ireng dibuat jungkir balik tidak berdaya. Dan dalam waktu sekejap saja, mereka dapat dilumpuhkan.
"Kurang ajar! Rupanya kau perlu mendapat pelajaran langsung dariku. Yeaaa...!"
"Ki Sapta, jangaaan...!" teriak Sadewa, mencegah.
Tapi laki-laki setengah baya itu telah melompat menyerang Pendekar Rajawali Sakti.***
KAMU SEDANG MEMBACA
93. Pendekar Rajawali Sakti : Bidadari Dasar Neraka
AçãoSerial ke 93. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.