03. Malam Sendiri Abnormal

1.6K 117 12
                                    

Di satu tempat, menjadi titik temu. Sebuah ruang menyatunya ramai dan sepi.

---
.

..LYODRA...

"Ooh iya dek, duluan ya."

Kak Nuca, lelaki itu benar-benar pergi, meninggalkanku dengan kesepian yang ditemani lampu remang-remang yang cukup gelap.

Kali ini aku percaya dengan ucapan kakak kelasku itu, sekitar duapuluh meter dari sekolah yang merupakan perempatan jalan ada beberapa preman dan waria? Banyak waria berpakaian seksi berdiri di depan sebuah mobil yang sesekali memberhentikan kendaraan yang melintas.

Juga, aku melihat ada sebuah mobil keluar dari gerbang sekolah. Lagi. Tadi pun aku melihat dua mobil keluar dari gerbang sekolah. Mereka sudah ngapain baru pulang selarut itu? Kukira tadi sudah paling sepi, namun ternyata sekarang lebih-lebih mencekam. Aku pun cepat-cepat mengubungi Kak Arga.

Bersyukur, karena untungnya kakakku itu datang tak terlalu lama dan selama Kak Arga menjalankan mobilnya menuju sekolah. Aku memintanya tak mematikan teleponnya.

"Kakak udah dimana niiiih? Lili pengen cepet pulang iiih, jangan lama-lamaaaa, dong."

"Masih seratus meter Dek, bentar lagi ya."

"Cepet pokoknya Kak."

Saat dilihatku beberapa preman, aku menutup mata. Menahan rasa gugup yang tiba-tiba menyerang tanpa alasan yang jelas. Mungkin ya, seram juga. Untungnya preman itu berjalan di sebrang jalan dan mungkin tak melihatku. Hanya saja benar-benar di sebrang sana.

"Lili, cepet masuk!"

Kaca mobil milik Kak Arga terbuka, menunjukkan lelaki yang sangat disayangiku. Dia Kakak terbaik, saudara terbaik yang sangat perhatian terhadap keluarga. Aku melambaikan tangan, lalu langsung berlari dari halte sekolah menuju mobilnya.

"Kak, halo!"

Sapaku dengan begitu senang menatapnya.

"Kalau kliniknya udah kondusif dan Kakak nggak sesibuk ini. Nanti Lyodra main-main ya."

"Kalau itu sih, harus banget. Di sana pastinya bau etanol, hehe."

Aku mengangguk pelan, menyandarkan tubuhku pada kursi mobil, memakai headseat dan menyalakan musik Harmoni dari Padi.

Tepat saat mobil Bang Arga mulai melaju, seorang siswi dari arah gerbang berlari kencang ke arah jalanan.

Brukk!

Saling beradu kecepatan dengan mobil yang melintas. Di depan mataku, aku melihat kejadian itu. Darah berceceran di depan sana, sedangkan pengendaranya melajukan mobilnya secepat kilat. Tak sampai cepat mobil Kakakku mengejarnya sudah menghilang. Saat kembali, di sana sudah dikerubungi oleh lautan manusia.

Aku berteriak sejak tadi, sekencang mungkin. Setelah berhenti, aku membanting pintu mobil, dan menangis sangat histeris. Tubuhnya bergelinang darah, sedangkan wajahnya sangat pucat seperti jenazah, juga matanya yang setengah terbuka memerah dan membengkak parah.

Nyaliku seharusnya sudah menciut melihat menampakkan yang lusuh di depanku, karena siswi itu benar-benar acak-acakan. Namun terus saja kedua tanganku dengan bodoh menepuk-nepuk pipinya yang dingin, sedangkan sedari tadi otakku tak berfungsi.

"Ambulannya masih lama, sekitar mungkin sepuluh menitan Li. Ayo, kita bawa ke mobil Kakak aja. Li, keep waras. Jangan panik," ucap Kak Arga pelan tepat ditelingaku, kemudian dibawanya siswi itu oleh abangku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Raja Giannuca (Hiatus Sementara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang