Seperti halnya hari yang lain. Adziva melakukan aktivitasnya. Waktu menunjukan pukul setengah tujuh. Dengan tenang ia masuk ke kantornya.
Tamu yang hari ini ia terima tak seramai biasanya. Karena memang seperti itu. Menjelang weekend tamu tak terlalu berdatangan layaknya hari biasa.
Satu hal yang mengganggu adziva sejak pagi. Ia bermimpi dirumahnya banyak didatangi orang. Tetapi ia sendiri pun tidak tahu kenapa orang orang datang ke rumahnya. Ia hanya berdoa semoga Allah memberikan perlindungan padanya dan keluarganya.
"Dziv ada yang mau ketemu kamu di depan" tiba tiba salsa datang. Sedangkan dziva sendiri sedang beristirahat.
"Siapa sa?"
"Dia bilang sih sepupu kamu"
Dziva mengerutkan keningnya. Sambil berpikir dia menemui orang yang mencarinya.
"Loh ada apa kak?"
"Dziv, izin pulang sekarang ya? Kalo kamu ga bisa bilang biar kakak yang bilang"
"Memangnya ada apa? Kok dziva disuruh pulang?" Hati dziva mulai hilang ketenangan. Dia hanya berdzikir berharap Allah beri ketenangan padanya.
"Sebentar"
Kakak sepupu dziva akhirnya masuk dan bertanya bagian absensi di kantornya. Dia hanya berbicara dengannya. Tak lama dziva diizinkan pulang duluan.
Dziva hanya menatap bingung tapi tetap mengikuti sepupunya.~~~~~~
Sesampainya dirumah, pemandangan yang pertama kali dziva lihat adalah banyak saudara dan tetangga berada dirumahnya.
Dziva semakin memperbanyak dzikirnya.
Lalu dziva masuk ke rumahnya.
Yang dia lihat adalah ayahnya yang sedang dikelilingi keluarganya.
Dziva mendekat dan bersimpuh disamping sang ayah."Ayah..." dziva meneteskan air matanya.
"Iva... maafin ayah... maaf in ayah ka lo bel lum bisa bahagia kan ii va.. maaf in ay ah ka lo bu at ii va se dih.. ii va ha rus ja di a anak yang sho leh ha nu rut sa ma ii bu.. se mo ga Alloh me nya ya ngii ii vaa.. aa yah ma u lii hat ii vaa.. mee nikah. Bii sa nak?"
Adziva hanya tersedu mendengar kata kata ayahnya.
Walau hatinya berkecamuk, ia meyakinkan diri bahwa ini mungkin jawaban yang selama ini ia tunggu.
Adziva mengangkat wajahnya.
Disana...
Disana ia bisa melihat ustadz Fatir.
Dengan mengucap basmallah, dziva berdoa semoga Allah meridhoi apa yang menjadi pilihannya.Dziva mendekati tempat ustadz fatir berada. Dia tidak tau bagaimana ustadz fatir tau bahwa ayahnya dalam keadaan seperti ini.
"Assalamualaikum ustadz. Afwan ana lancang, afwan ana baru bisa memberi jawaban atas apa yang menjadi pertanyaan ustadz seminggu yang lalu.."
Adziva menarik nafas. Dia berusaha menahan tangisnya supaya tidak pecah.
"Bismillahirrohmaanirrohiim. Insyaa Allah dziva menerima pinangan ustadz. Hanya saja boleh dziva mengajukan syarat?"
Fatir yang mendengar itu bernafas lega sekaligus takut. Dia bahagia karena pinangannya diterima. Tetapi ia juga takut bahwa keputusan adziva hanya karena keadaan yang memaksa hingga suatu saat dia merasa menyesal.
Dengan tenang fatir menjawab.
"Silahkan dziva"
"Bolehkan dziva meminta akadnya dilakukan sekarang?" Dziva mengusap air mata yang terus turun ke pipinya.
"Bismillahirrohmaanirrohiim. Saya siap jika itu menjadi persyaratanmu. Hanya saja untuk saat ini saya hanya punya satu cincin untuk dijadikan mahar. Ini adalah cincin untuk mengkhitbahmu sebelumnya karena cincin ini selalu saya bawa dalam motor saya. Tak apa kah?""Insyaa Allah, saya menerimanya dengan ikhlas."
Kakak pertama adziva menangis melihat sikap sang adik. Dia tau berat melakukan ini dengan keaadan yang sedang berduka. Ia segera mendekati Kiyai dan para saksi yang sudah duduk samping kanan sang ayah.
Dengan keikhlasan dia mewakili sang ayah untuk menjadi wali nikah sang adik."Bissmillahirrohmaanirrohiim. Ananda Muhammad Fatir Ash Shidiq Bin Farhan As Shidiq Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Adziva Unaiyya Binti Syarif Hasanudin dengan maskawinnya berupa cincin emas dua koma lima gram tunai"
"Saya terima nikah dan kawinnya Adziva Unaiyya Binti Syarif Hasanudin dengan maskawin tersebut diatas tunai.”
"Bagaimana saksi?"
"Sah. Sah. Sah"
"Alhamdulillahirobbil 'aalamiin"
Dilanjut dengan doa. Tak lama kemudian ayah adziva menghembuskan nafas terakhirnya dengan kalimat syahadat.
Adziva yang melihat itu langsung histeris hingga tak sadarkan diri.
Fatir segera mengangkat adziva ke kamarnya.
Saat sudah membaringkan adziva, fatir mengoleskan sedikit minyak angin dan mendekatkan minyak angin itu kedepan hidung adziva.
Keluarga yang melihat itu meninggalkan mereka berdua dikamar. Mereka pikir adziva dan fatir butuh berbicara berdua.Hingga lima belas menit kemudian....
KAMU SEDANG MEMBACA
ADZIVA
ChickLitMungkin inilah yang terbaik untukku. Sekeras apapun aku menolak, jika memang dia takdirku maka dia akan tetap datang. Sebelumnya, aku sempat memutuskan untuk menunggunya dalam sabar dan doa. Namun, saat akad terucap hati ini berubah tak karuan. Nyat...