Hope - kuroken

328 36 2
                                    

no summary bcoz there is no plot.

©naviolait

Haikyuu!! © Haruichi Furudate

(tidak ada keuntungan material dalam pembuatan fanfiksi ini)

***

Pernah dengar bahwa tidur sama saja dengan mati? Entah sejak kapan Kenma menyetujui statement putus asa tersebut. Itu terekat begitu kuat. Kenma cukup sadar bahwa alasan yang ia miliki untuk menjadikan kalimat tersebut sebagai suatu yang ia setujui adalah hal yang kurang baik untuk diutarakan maupun dirasakan. Jangan salahkan Kenma juga, hidupnya terlalu sulit untuk dideskripsikan secara harfiah, semuanya bergulung sulit agar menjadi satu kata yang paham untuk di mengerti.

Intinya, tidur dan mati bagi Kenma adalah untuk memberhentikan rasa sakit.

Dan hebatnya tiap hitungan sekon Kenma menghargai dirinya sendiri di balik ketidaksadaran fungsi otaknya, walau memburam dan bagai rentet jajaran naskah yang sudah tertulis samar, tapi itu terekam pekat dalam ingatan.

Iya, mimpi.

Satu hal yang Kenma harapakan ia tidak pernah sadar.

Tenang.

Bersandar diri dengan dingin sebagai sandaran. Melayang mengikuti arus yang tak berombak sembari menghitung dan menebak ribuan rasi bintang di atas langit beralas tinta hitam. Samudera bernafas teratur membiarkan remaja laki-laki itu larut tenggelam pada ketenangan yang selalu ia harapkan hadir di setiap harinya.

Apakah mati akan memiliki reaksi yang sama seperti mimpi? Pikirnya secara terus-menerus.

Jika iya adalah jawab paling faktual, mungkin sedari dulu dia sudah tertimbun tanah yang atasnya memiliki pusara berbentuk kotak dengan nama dan tanggal lahirnya bersolek cantik disana.

Sebenarnya dunia tidak begitu jahat. Ini hanya dirinya. Selalu dirinya.

Jika Kenma sendiri menyerah, lalu apa yang pantas sampai ia bertahan sejauh ini? Kuat? Tidak. Kenma adalah anak dengan fisik paling lemah di tim voli yang ia ikuti di sekolah—entah mengapa sebagian tim mempercayai kapabilitasnya pada setiap permainan.

Larut dalam pikiran, Kenma berhasil menerka satu nama. Kuroo.

Lelaki si empunya seringai mengejek, tatapan tajam dan rambut yang mengacung ke atas seperti jambul—ini point minusnya jujur saja—menggali ingatannya tentang dahulu kala saat jiwa-jiwa polos masih memenuhi genderung hati mereka.

Kuroo memintanya untuk tetap tinggal, tetap ada di sisinya sekalipun dunia berguncang hebat dan langit menjatuhkan isinya.

Bodoh, Kenma dulu menyetujui permintaan seorang anak lelaki lebih tua setahun begitu saja, menjadikan janji yang tak bisa terpungkiri hingga pada saat terlelahnya pun yang bisa ia lakukan adalah bertahan.

Bukannya Kenma merasa terbebani—ia sangat bahagia Kuroo menjadi alasannya untuk bertahan karena sekuat apapun hiasan langit memberi distraksi, sedalam dan seluas apapun samudera membawanya pergi, Kuroo adalah satu-satunya yang bisa membawa Kenma kembali.

Sapuan objek dari besarnya tangan membuat Kenma terbangun dari tidur. Irisnya menyipit memaksa sadar dari alam mimpi dan pertama yang Kenma dapati adalah Kuroo yang sedang menatapnya penuh harga dengan bisikan lirih. "Kau sudah melakukan yang terbaik."

Kenma meragukan kematian karena ia hanya menawarkan ketenangan, tapi tidak dengan harapan.




a/n

jangan lupa bahagia!

Resonansi TantrumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang