Waktu menunjukan pukul dua siang saat Valdez duduk dengan angkuhnya di hadapan seorang pria yang sudah tergeletak tak berdaya. Tubuhnya di ikat dengan lebam yang menghiasi sekujur tubuhnya. Tidak ada siapapun selain mereka berdua di sini. Cahaya yang remang remang membuat satu satunya lelaki yang terlihat menyedihkan itu semakin ketakutan.
Seperti dejavu, Valdez lantas mengeluarkan revolver emas kesayangannya. Tanpa berperikemanusiaan Valdez lantas menghantamkan ujungnya pada kepala pria yang tengah berada di ambang kesadarannya itu.
"Bangun brengsek!"
Pria itu mengerang ketika merasakan sakitnya bertambah akibat pukulan yang entah dari apa.
"Kau dengar aku?" ucap Valdez sambil mengangkat dagu pria di hadapannya dengan moncong revolver nya.
Demi Tuhan, setelah ini Valdez akan mengevaluasi seluruh kelompoknya. Mencari tikus tikus kecil yang berani bermain main dengan dirinya dan kelompoknya. Karena demi apapun, Valdez paling benci pada-
"Kau -dan otak kecilmu ini berani beraninya mengkhianati ku."
-penghianat.
Lelaki itu gemetar hebat. Bagaimana hazel berwana abu milik Valdez menatapnya dengan tatapan seakan bisa membunuhnya hanya dengan satu kedipan mata -atau nyatanya memang begitu?
"Berapa lama kau ada di pihaknya?" ucapnya lagi masih dengan posisi yang sama.
Pria itu bungkam. Bingung memilih kalimat apa yang harus dia lontarkan. Ya, meskipun pria itu tahu apapun jawabannya, dia akan tetap mati. Tuan Valdez tidak pernah membiarkan penghianat untuk hidup. Dia jelas tahu itu.
"Jawab aku brengsek!" geramnya sambil kembali menghantamkan revolver itu pada kepala pria yang kini sudah setengah sadar.
Menurunkan sedikit emosinya, Valdez kembali pada posisi awal -duduk dengan angkuh di kursi kayu berhadapan dengan pria itu.
"Ku tanya sekali lagi. Sudah berapa lama kau berada di pihak si brengsek itu?"
"S-Satu tahun, Tuan."
Satu tendangan keras sukses membuat ruangan kecil bernuansa hitam itu menggemakan suara kesakitan dari si penghianat. Tertawa sinis, Valdez lantas bangkit dan dengan santainya memutari tubuh pria yang kini sudah terduduk lemas dengan tubuh bergetar hebat kala moncong pistol itu terus mengarah pada kepalanya.
Berdoa dalam hati agar Valdez berbaik hati walau kemungkinannya hanya 0%. Valdez bukan pria yang murah hati, dan berdoa pun tidak membantu sama sekali. Lagipula mana mau Tuhan mengabulkan doa pendosa seperti dirinya.
Valdez sendiri hanya menatap datar pria itu. Kini dia tahu darimana Black Opium tahu tentang kedatangan senjata baru sampai dengan mudah nya mencuri beberapa kotak peluru langka yang akan Valdez gunakan untuk kelompoknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ñyctophilia
Fanfic【 𝙹𝚔 𝚊𝚗𝚍 𝙺𝚝𝚑, 𝚖𝚊𝚏𝚒𝚊 & 𝚐𝚊𝚗𝚐𝚜𝚝𝚎𝚛 𝚊𝚞, 𝚊𝚌𝚝𝚒𝚘𝚗. 】 And how beautifully We hide 𝘢𝘭𝘭 things We always wanted to 𝘴𝘢𝘺, We are 𝘯𝘰𝘵 actors just 𝘩𝘪𝘥𝘥𝘦𝘯 warriors...