Kata Rama, Nissa itu orangnya mudah berbaur dengan orang baru dan faktanya itu memang benar. Dia memang mudah berbaur dengan siapa saja. Hanya saja ada satu kata sebagai alasan, mengapa ia tidak memiliki teman. Yaitu, malas. Karena dia sendiri sudah terbiasa dengan kesendiriannya.
Kehadiran Rama meminta bantuan kepadanya membuatnya ragu untuk menjalaninya. Apakah dia bisa. Ia takut tidak bisa memberikan kenangan indah untuk adiknya. Sungguh, masa lalu itu membuatnya ketakutan.
Nissa memasuki kelasnya dan melihat bangkunya tidak kosong lagi di sebelahnya. Ada siswa baru yang duduk di bangku itu. Nissa menghampiri dan duduk di sebelahnya.
"Kamu anak baru ya?" ucap Nissa.
"Iya, namaku Dewi Shinta Ariyanti, panggil aja Shinta," jawab Shinta tersenyum. Saat melihat siapa yang bertanya, ia merasa seperti pernah melihatnya.
"Namaku Fanisa Nissa Aulia Harun, panggil Nissa aja, kemarin sore kita ketemu," ujar Nissa seolah mengingatkannya.
"Oh iya, kamu yang nyuri gantungan milik kakakku itu kan?" Pertanyaan ini membuat Nissa sedikit kesal.
"Aku kan udah nembaliin ke kamu kemarin. Lagi pula kakakmu udah maafin aku," kata Nissa.
"Oh ya? Kapan kau ketemu sama kakakku?" tanya Shinta
"Baru aja di depan kelas tadi," jawab Nissa teringat dengan percakapannya dengan Rama. Haruskah ia memberitahukannya tentang tadi. Rasanya itu tidak bagus.
"Ada perlu apa?" tanya Shinta
"Gak ada apa-apa. Aku hanya mau minta maaf tentang kemarin," jawab Nissa. Shinta hanya mengangguk sambil tersenyum.
Nissa berpikir, rencana apa yang akan ia lakukan dengan Shinta. Ia tidak punya gambaran tentang suatu kenangan. Mungkin hanya tempat yang sama yang akan mereka tuju.
"Hari ini kamu mau gaj temani aku?" tanya Nissa akhirnya.
"Mau," jawab Shinta tanpa ragu. Dia mudah percaya kepada orang lain, pikir Nissa. Ia hanya tersenyum yakin, bahwa Ia akan memulainya sekarang dengan baik.
Mulai menggoreskan kenangan indah pada lembaran setiap waktu.
***
"Ini bukannya taman kota," tanya Shinta.
"Iya. Aku mau ngajak kanu ke tempat kesukaanku, aku yakin kamu pasti juga menyukainya," ucap Nissa.
Saat ini mereka berada di taman kota. Nissa senang, akhirnya kebiasaanya sepulang sekolah ke sini dia tidak sendirian lagi. Dia merasa, gantungan yang di temuinya bagai jimat yang pembawa kebahagiaan.
"Ayo!" ucap Nissa lalu menggandeng tangan Shinta agar berjalan beriringan dengannya.
Mereka telah sampai di ujung taman kota. Nissa sengaja mengajaknya ke sana. Sebab, ia ingin memperlihatkan cahaya matahari yang tenggelam dengan perlahan.
"Aku gak tahu, ada pemandangan seindah ini di sini," ucap Shinta kagum.
"Seenggaknya kamu udah tahu sekarang," sahut Nissa. Pandangan mereka tak bisa lepas dari cahaya senja itu.
"Poto barenh yuk," pinta Shinta sambil merogoh sakunya dan mengambil sebuah benda pintar.
Mereka tersenyum ceria di hadapan sang kamera. Tanpa mereka sadari, seseorang telah fokus di antara senyum mereka. Seolah menyimpannya dalam sebuah memori.
Setelah mengambil beberapa gambar, mereka melihat gambar itu bersama. Mereka tertawa saat menjumpai gambar lucu yang tanpa sadar mereka ambil.
"Aku minta nomor WA-mu, nanti kukirim poto-poto ini," ujar Shinta. Lalu mereka bertukar nomor WA.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE MEMORIES
Teen FictionNyaman dengan sendiri, namun ingin memiliki kenangan. Bukankah itu sulit?