"Nissa," panggil Shinta menggoyangkan pundak Nissa.
"Niss bangun!" Nissa menggeliat namun masih memejamkan matanya. Shinta tidak menyerah, ia terus menggoyangkan tubuh Nissa supaya segera bangun dari tidurnya.
"Ini sudah pagi, ayo ke sekolah."
"Duluanlah, aku nyusul nanti," ucap Nissa dengan siara serak khas bangun tidur.
"Gak bisa gitulah."
"Kenapa?" tanya Nissa akhirnya membuka matanya dengan malas.
"Kita 'kan teman," jawab Shinta tersenyum kecil.
Nissa memperhatikan Shinta yang masih duduk di sampingnya, keadaanya masih kucel dan pasti belum mandi.
"Maksudku kamu mandi duluan," ucap Nissa lalu memejamkan matanya lagi.
"Ooh, tapi kamu nggak boleh tidur lagi," ucap Shinta sembari berjalan keluar kamar.
"Nggak, aku hanya menutup mata."
Tidak ada sahutan dari Shinta. Dibuka lagi matanya ternyata Shinta sudah tidak ada di kamarnya. Karena tidak bisa tidur lagi, ia pun bermaksud melihat keadaan luar melalui jendela. Setelah jendela terbuka, matanya melongo.
"Masih gelap?" Nissa benar-benar tidak mengira. Ia pikir sudah nampak cahaya pagi, tapi rupanya keadaan masih gelap. Ia ingin tidur lagi, tapi rasa kantuknya telah hilang. Ia pun memutuskan untuk ke dapur yang kebetulan berdampingan dengan kamar mandi.
"Shinta kamu ngapain bangunin aku sekarang? Ini masih gelap dan aku nggak pernah bangun sepagi ini," kata Nissa sembari mencari air dingin di kulkas, lalu meminumnya hingga setengah.
"Tak apa dari pada nanti telat," ucap Shinta dari dalam kamar mandi.
"Huh! gak bisa bantuin pak kebun lagi deh," ucap Nissa kesal.
"Apa?" sahut Shinta masih di kamar mandi.
"Udah mandi aja sana, yang lama juga nggak masalah."
Tidak ada sahutan dari dalam kamar mandi, namun beberapa waktu Shinta keluar dan sudah memakai seragam sekolah. Nissa melongo melihatnya, dia terlalu rajin atau memang takut telat.
"Cepet banget," kata Nissa.
"Iyalah," jawab Shinta dengan bangga.
Shinta lalu menyuruh Nissa untuk segera mandi, tapi Nissa tidak mau dengan alasan airnya dingin. Shinta tidak mau tahu, ia terus menyuruh Nissa segera mandi hingga akhirnya Nissa menuruti kemauan Shinta dengan ekspresi kesal.
**
Bu jari Nissa tak henti-hentinya menggeser ponsel milik Nissa setelah diberi izin meminjamnya. Ekspresinya berubah-ubah saat membaca pesan dari seseorang. Seseorang yang Nissa sendiri tidak tahu siapa dia.
"Atau jangan-jangan dia kakakmu beneran?" ujar Shinta bertanya-tanya.
Nissa menggeleng sembari mengikat tali sepatunya. "Tidak ada siapapun yang menjelaskan kalau aku punya kakak," ujarnya lalu merapikan rambut panjangnya di depan kaca jendela rumahnya.
Shinta segera mematikan ponsel Nissa dan menyerahkan kepada yang punya.
"Yuk berangkat," ajak Shinta.
"Gak sarapan dulu?"
"Di kantin sekolah aja."
Nissa hanya mengangguk sembari membuang napas kasar. Mereka pun berangkat ke sekolah dengan jalan kaki. Sebenarnya Shinta menyarankan untuk memesan ojek online, namun Nissa akhirnya pintar menyanggahnya dengan alasan jalan kaki lebih sehat.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE MEMORIES
Teen FictionNyaman dengan sendiri, namun ingin memiliki kenangan. Bukankah itu sulit?