Lampu-lampu jalan terlalu terang malam ini, aku masih berpakaian rapi selepas bekerja seharian. Masih terasa sisa-sisa payah mengurusi segala remeh temeh dunia untuk menyambung kehidupan. Pernah tidak kita bertanya-tanya sebenarnya kita ini lelah untuk apa? Aku memperhatikan lampu di ujung jalan komplek perumahan ini. Lampu itu biasanya akan berkedip sepersekian detik saat aku melewatinya sehingga jalan itu terkadang sulit dilihat setelah malam. Lalu tepat di belokan, nantinya akan ada seekor anjing putih yang akan serta-merta menghampiri, menggonggong, dan berlari mengejar sambil sesekali seolah menabrakkan dirinya padaku isyarat bahwa ia ingin aku mengikuti kemauannya untuk bermain di lapangan seberang. Tentu saja tidak akan kuturuti karena aku takut setengah mati. Begitulah kemudian kita terbiasa dengan sesuatu dan kemudian hal-hal yang awalnya mengganggu menjadi biasa saja bahkan mungkin, bisa saja jadi kita sukai. Hidup memang dipenuhi rahasia-rahasia yang sulit diterka.
Aku menyentuh kasur tepat pukul 9 malam memejamkan mata meski keadaan kamarku sudah gelap. Aku memang tidak suka suasana kamar yang terang.
Di luar samar-samar kudengar bunyi dentuman kembang api. Aku merasa pengap dan memutuskan menuju balkon kamar, dari kejauhan kulihat kembang api yang dilepaskan ke udara. Meluncur cepat, berputar, meletup lalu muncul bunga api yang indah beberapa detik untuk kemudian menghilang diiringi suara tawa beberapa orang dibawahnya. Pernah tidak kita berpikir apa pernah langit kesakitan? Apa sekarang langit tengah menahan sakitnya demi cintanya pada tawa-tawa manusia di bawahnya? Bagaimana jika aku menjadi langit? Ah.. aku memang terlalu pemikir namun jika boleh kukatakan bahwa sepertinya saat ini aku tengah memainkan peran menjadi langit.
Ingatanku berlari menembus waktu mengingat titik awal aku memutuskan pindah ke Jakarta. Saat itu aku pindah untuk sebuah hati yang kukejar secara sembunyi-sembunyi. Aku juga menghindari beberapa orang yang datang pada ayah. Masih segar diingatan ketika ibuku berang "sebenarnya siapa sih yang kamu tunggu?!" lalu aku tak digubris ibuku selama 3 hari. Iya, 3 hari saja karena Nabi Muhammad SAW marah jika umatnya tak bertegur sapa lebih dari 3 hari. Kukatakan bahwa aku belum siap menikah, lalu aku ingin S2, dan aku masih ingin bekerja. Masuk akal. Alasan yang sungguh masuk akal. Namun tahukah? Alasan sebenarnya bahwa aku jatuh hati pada Achernar. Achernar yang tak pernah sadar keberadaanku di dunia. Achernar bagi ceritaku adalah pemeran utama sedang aku baginya hanya peserta tak lolos audisi.
YOU ARE READING
Kepada Achernar
General FictionTanpa sempat memulai Begitu saja Kita usai Kepada Achernar, bolehkah kuminta hatimu barang separuh?