KEESOKAN harinya, Arya pulang dari sekolah. Pakaiannya terlihat lusuh dengan sedikit sobek dan kancing bajunya pacul dua.
Dirinya pulang ke rumah dengan keadaan yang berantakan. Ia takut. Takut jika Ayahnya akan marah dengan penampilannya yang sekarang.
Namun tidak ada pilihan lain. Ia harus kembali, sebesar apapun resikonya. Lagian, ia sudah terlalu sering dimarahi oleh Ayahnya, jadi hal seperti itu sudah menjadi makanannya sehari-hari.
"Ibu!" panggil Arya yang kini sudah berdiri di ambang pintu rumah.
Tak berapa lama, pintu pun terbuka. Namun nampaknya realita tak seindah ekspetasi. Sosok yang keluar bukanlah wanita yang diharapkan oleh Arya, melainkan seorang lelaki berjas yang kini beralih menatapnya dengan sorot mata tajam
"Kenapa kamu berantakan seperti ini?!" bentaknya dan membuat Arya tertunduk---takut.
"Ma ... maafkan aku, Yah. Di sekolah aku dipukulin sama teman aku, jadinya pakaianku berantakan begini," jawab Arya mencoba untuk menjelaskan kepada lelaki yang disebut Ayah oleh ia.
"Pasti kamu melakukan kesalahan sama mereka, makanya mereka memukuli kamu, kan?" tebak Ayahnya
Arya menggelengkan kepala pelan sembari sedikit menunduk untuk menjauhi arah pandangnya dari arah pandangan Ayahnya. "Tidak, Yah. Merekalah yang mencari gara-gara kepadaku. Dan, aku pun tidak bisa melawan mereka."
"Alasan saja kamu. Ayo, cepat masuk!" ucap Ayahnya seraya menarik tangan kanan Arya memaksanya dengan cepat untuk mengikuti dirinya pergi memasuki rumah menuju suatu ruangan.
"Ada apa ini?" tanya seorang wanita yang diyakini Istri dari Ayah Arya, dan seorang Ibu dari anak yang bernama Arya itu.
"Kau lihat? Anakmu ini berkelahi di sekolah sampai pakaiannya begini," jelas Suaminya
Ibunya menjulurkan tangannya kepada Arya untuk mengambil Arya dari pegangan Suaminya. "Sini, coba Ibu lihat."
Kemudian Arya pergi ke Ibunya, dan pegangan Ayahnya kepada Arya pun dibiarkan lepas.
"Astaga! Bibirmu berdarah, Arya. Apa yang terjadi di sekolah tadi?" tanya Ibunya cemas
Kemudian Arya pun menceritakannya mengapa ia bisa habis dipukuli oleh temannya yang bernama Raka tersebut.
"Ketika bel istirahat berbunyi, Raka pergi ke perpustakaan bersama dengan kedua temannya, ia melepaskan sepatunya di kelas. Aku sempat melihat Raka dan kedua temannya itu sedang melepaskan sepatunya. Mereka bertiga pun pergi keluar kelas menuju ke perpustakaan. Sedangkan aku, hanya berdiam diri di kelas sembari sarapan dari bekal yang Ibu bawakan untukku. Dan, ketika sekitar sepuluh menit sebelum bel istirahat selesai, Raka bersama teman-temannya masuk kembali ke kelas. Mereka bertiga kembali ke tempat duduknya masing-masing. Namun ketika Raka ingin memakai sepatunya, dia kehilangan sepatunya sebelah kanan. Dia mencari-cari, namun hasilnya nihil, dia tidak dapat menemukannya. Aku pun menatap dia yang sedang kebingungan, lalu kutanya dia sedang mencari apa, tetapi dia malah langsung menuduhku dan memukulku. Spontan aku sedikit melawan dan membuat dia tidak bisa sepenuhnya melawanku. Namun dia meminta bantuan temannya dan langsung memukuliku. Jika bukan karena teman perempuan satu kelas yang melihatku sedang dipukuli, untungnya dia cepat pergi ke kantor dan menemui guru untuk melaporkan apa yang baru saja dia lihat. Kemudian datanglah beberapa guru ke kelasku dan memisahkan Aku dan Raka bersama dengan teman-temannya. Kami berempat pun dipanggil ke kantor, dan jika sekali lagi kami berkelahi, maka guru akan memanggil orang tua untuk datang ke sekolah. Setelah semuanya selesai, Aku disuruh pulang oleh guru untuk membersihkan diri. Kemudian Aku pun pulang, dan sampailah ke rumah ini," jelas Arya
"Ya ampun, Arya. Bagaimana jika kamu pindah sekolah saja?" Ibunya menjeda pembicaraannya tersebut. "Agar kamu tidak dibuli lagi sama teman-teman kamu."
Arya menggelengkan kepalanya hingga beberapa kali. "Enggak perlu, Bu. Aku senang sekolah di sana."
Ibunya menghela nafas. "Baiklah kalau begitu mau kamu."
Arya tersenyum simpup. "Aku mandi dulu, ya, Bu?"
Ibunya mengangguk pelan seraya tersenyum.
Arya pun pergi meninggalkan Ayah dan Ibunya menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Ibu Arya menatap Suaminya. "Tolong jangan kamu marahi dia, jangan kamu kasari dia. Dia itu masih kecil."
"Jangan terlalu kamu manjakan dia, nanti dia menjadi lemah. Lihatlah, melawan teman-temannya saja dia tidak berani," ucap Suaminya
"Tapi---"
Baru ingin berkata, omongan Ibu Arya itu dipotong oleh Suaminya. "Sekali pun ia masih kecil, dia harus di didik agar dia bisa menjadi kuat, tidak lemah seperti saat ini. Sudahlah, Aku tidak mau bertengkar denganmu karena masalah ini." Dan kemudian Suaminya pergi ke kamarnya.
***
Tengah malam pun tiba. Arya yang tertidur lelap kemudian dirinya terbangun karena mendengar lolongan serigala yang begitu sangat nyaring hingga sampai ke telinga Arya yang membuat dirinya terbangun dari tidurnya.
Napas Arya sesak, ia tidak lancar menarik, dan mengeluarkan napasnya. Ia pun segera duduk. "Kenapa ada serigala di dekat rumah?"
Arya sangat ketakutan mendengar lolongan serigala tersebut, apalagi ia tidur di kamar sendirian. Kemudian Arya mencoba untuk pergi mendekati jendelanya yang tak jauh dari kasurnya. Ia mencoba untuk membuka gorden jendelanya dan segera melihat ke arah luar jendela. Terkejutnya, ia melihat serigala putih yang sedang memandangnya. Spontan Arya terkejut dan segera kembali menutup gordennya, serta kembali tidur dengan menutupi seluruh tubuhnya menggunakan selimut.
"Mengapa bisa ada serigala di sekitar rumah?" Tanya Arya
Kegelapan pada malam itu begitu mencekam. Sangat tidak adil rasanya jika Arya terbangun dari tidurnya ketika mendengar apa yang tidak seharusnya ia dengar, apalagi dengan kesendiriannya membuat anak seusianya pasti mengalami rasa takut yang tak terhindarkan.
Dalam batin Arya, batinnya pun terus berkata apakah serigala yang barusan ia lihat itu hanya ilusinya saja, atau malah memang serigala itu datang untuk menakut-nakutinya? Namun, hujan deras yang datang secara tiba-tiba datang. Hujan yang secara tiba-tiba itu datang, ia datang bersama dengan temannya yang apabila ia bersuara, cukup membuat sebagian orang terkejut, yang tidak lain adalah petir.
Hujan yang begitu deras disertai petir yang berbunyi cukup keras, malah semakin membuat Arya merasa takut. Arya pun segera menutup kedua telinganya di dalam selimutnya. Malam itu adalah malam yang tidak diinginkan oleh Arya. Sungguh malam yang cukup horor baginya jika diukur dari segi usia yang sangat masih begitu kecil untuk menerima beberapa hal yang cukup tak wajar baginya.
Namun, untungnya setelah beberapa menit kemudian, hanya hujan yang cukup deras yang tersisa tanpa adanya petir yang ikut serta bersama hujan tersebut. Tanpa memikirkan apa pun lagi, Arya memaksakan dirinya untuk tidur dan segera mencoba untuk melupakan ketakutannya.
Beberapa saat kemudian usahanya itu tak sia-sia, ia berhasil memusnahkan ketakutannya, dan ia pun akhirnya kembali tertidur lelap di tengah hujan deras yang begitu membuat sebagian orang merasa semakin nyenyak untuk tidur di kasur empuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SRIGALA : Pahlawan Pertama
ActionSinopsis : Arya dibesarkan oleh keluarga yang bisa dibilang ber-ada. Dari usianya enam tahun, Arya mulai berlatih bela diri untuk menjaga dirinya jika nanti ada orang yang ingin mencoba untuk mencelakakannya. Setelah ia menginjak usia sembilan belas...