Episode Pertama

134 9 4
                                    

Entah ada apa dengan diri ku, akhir-akhir ini sering sekali merasakan takut, kalut, dan perasaan lain yang tanpa alasan. Sudah setahun lebih rasa ini melekat. Sebentar hilang, sebentar datang. Sudah ku tepis dengan berbagai pikiran positif, tapi hanya mampu bertahan beberapa saat saja. Selebihnya, tetap.

Aku tahu, aku sakit. Sakit yang bukan fisik. Sakit yang jika dilihat orang, itu bukan sakit, itu hanya kemalasan mu saja. Aku bisa terima jika ada orang yang bilang seperti itu kepada ku, tak mengapa. Aku bisa terima semua tuduhan orang kepada ku, karena mungkin ini bagian dari proses. Entah proses apa, aku juga tidak tahu.

Aku bukan orang suci yang nyaris tanpa celah. Celah ku sangat banyak, tidak terhitung. Bagaimana masa kecil ku, ku lalui dengan penuh kenakalan dan kelicikan. Masa remaja ku yang kuhabiskan untuk bermimpi, dan masa dewasa awal ku yang ku isi dengan bersenang-senang saja. Apakah memang ini memang kutukan yang harus bahkan wajib aku terima? Sekali lagi aku tidak tahu.

Aku sama seperti kebanyakan orang. Marah ketika disakiti, gembira ketika diberi hadiah. Aku sama seperti kebanyakan orang, tidur hampir pagi hanya karena mengobrolkan sesuatu yang itu-itu saja. Aku sama seperti kebanyakan orang, punya mimpi dan ideologi, yang akhirnya mimpi hanya sekedar jadi bunga tidur dan ideologi hanya sebatas kata bijak. Selesai sudah, saat menjalani hidup yang sebenarnya, aku juga sama, yang menjadi tujuan ku tak lebih hanya urusan perut dan kentut.

Puluhan bahkan ribuan kali, orang mengingatkan ku. Entah secara langsung, atau melalui video-video singkat yang mereka kirim melalui media sosial yang sekarang sedang ngetrend. Bahkan melalui pesan singkat yang bisa dikirim tanpa batas karakter, ke seluruh nomor handphone tanpa biaya pulsa.

Ah.... Zaman memang sudah jauh melesat meninggalkan aku yang tetap duduk santai sedari dulu.

Masih membekas dalam ingatan ku, bagaimana dulu aku adalah pecundang nomor wahid. Bahkan sampai sekarang. Berani hanya ketika banyak yang memperhatikan tapi diam-diam takut pulang sendirian. Melempar semua kesalahan pada yang lemah, tanpa perduli perasaanya. Yang penting aku selamat. Konyol memang, dan aku mengutuk diri ku sendiri atas itu. Punya stok alasan yang melimpah, tak perlu susah mencari, hanya tinggal ambil saja. Melempar batu sembunyi muka. Tutup mata dan tutup telinga saja, semua pasti beres dengan sendirinya.

Ya... Itulah diri ku.

Sekarang kau mulai paham kenapa aku sakit?

Aku mengaku kuat, tapi hanya sebatas pengakuan saja. Tidak lebih. Sama seperti kebanyakan orang yang sudah mempunyai pengakuan. Hanya sebatas pengakuan saja, tidak lebih. Jika disuruh membuktikan, jadilah tubuh yang terlihat singa seketika berubah jadi kelinci, tikus, marmut, atau yang lain yang dibutuhkan, tinggal pilih saja. Sulit mengakui tubuh ku sendiri. Masih ragu, apa sebenarnya aku ini. Ragu tapi sudah membuat pengakuan. Hebatnya diriku...

Ah.... Sudahlah....

Semakin aku jelaskan, kau tentu semakin ingin muntah. Sama aku juga ingin muntah. Lebih enak mendengar lagu dangdut atau kroncong atau apalah yang membuat kuping mu joget sendiri. Belum, belum tuntas aku menjelaskan siapa diri ku, makanlah dulu atau buang Air lah dulu. Aku masih memikirkan kata-katanya. Entah kata yang seperti apa, padahal banyak kata. Katanya memang susah membuat kata-kata, lebih susah lagi mengerti kata-kata, lebih susah lagi melakukan kata-kata. Itulah rumitnya kata-kata, padahal hanya rentetan huruf A-Z yang disusun acak sesuai keinginan.

Sedikit saja aku menjelaskan siapa diri ku. Aku tulis ini bukan dengan tujuan itu. Aku hanya ingin menceritakan saja apa yang ku lihat dan ku rasa. Tentu saja semua dari sudut pandang ku, bukan sudut pandang mu, atau sudut pandang mereka. Nikmatilah apa yang bisa kau nikmati disini, jika tidak ada ya sudah buang saja, atau kasih ke kucing jika mau.

Novel Tanpa EpisodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang