Episode Ketiga

60 3 1
                                    

Mimpi buruk itu datang lagi. Tenggorokan ku seakan tercekik tak bisa bernafas. Kejadian itu muncul lagi. Entah yang keberapa kali di akhir-akhir Minggu ini, seiring intensitas ku bertemu dengan Embun.

Pukul 02.00 dini hari kulihat jam di dinding kmaar ku. Jika sudah begini aku tak akan bisa tidur lagi.

Kunyalkaan lampu kamar ku, aku keluar untuk ambil minum. Kulihat di depan televisi yang masih menyala kedua teman ku, Awan dan Jiro tertidur pulas. Kedua teman ku ini memang tak pernah tidur di dalam kamarnya.

Aku kembali kekamar ku hanya untuk mengambil rokok ku. Aku melanjutkan merenung di halmaan belakang kos ku. Halaman belakang kos ku adlaha dapur dan tempat jemuran sekaligus mencuci baju. Ada kursi yang memang kami sediakan untuk kumpul-kumpul jika banyak teman-teman kampus kami datang berkunjung.

"Sssshhhh....hhhuuufftt...." Kunyalakan rokok ku, sembari ku hisap aku memikirkan sosok wanita yang dulu selalu ada ketika hati ku mulai kelu. Wanita yang menghibur ku ketika aku sedang lelah dengan hati ku. Wanita yang tidak sempurna, tapi selalu memberikan seluruh hatinya untuk ku.

Seketika percakapan terakhir ku dengannya terngiang dalam pikiran ku.

Bintang, wanita yang sungguh tak mampu aku menghilangkannya dari hati ku. Dia yang membuat hidup ku seperti sekarang ini. Dingin, jengah, tak ada harapan.

"Agam...." Panggil Bintang dengan suara lembutnya.

"Ya" jawab ku, ketika itu kami sedang menikmati makan malam dipinggir jalan, dekat dengan pusat kota Malang.

"Kamu tahu, apa yang membuat ku akhirnya mau menerima mu?" Tanya Bintang

"Ganteng?" Jawab ku sambil menunjukkan tampang sok cool ku. Dia tertawa sambil mengacak-acak rambut ku.

"Serius...nyaprut...." Bintang ku merajuk. Nyaprut adalah panggilan ku dari Bintang, sejak kami pertama kenal, saat kami masih sama-sama remaja.

"Gak tahu" jawab ku sambil geleng kepala.

"Kamu tidak sempurna dan aku mencintai mu" jawabnya.

Aku tak membalas perkataan Bintang, hanya tersenyum Manis padanya. Lepas itu kami beranjak untuk pulang.

Bintang gadis yang selalu menemani hari-hari ku delapan tahun terakhir. Aku mengenalnya sudah sejak kami sama-sama menginjak remaja. Tepat ketika masa orientasi siswa di sekolah menengah pertama di kota ku. Waktu itu aku melihatnya menangis sesenggukan di belakang kantin, sendirian. Aku yang waktu itu hanya merasa iba, mencoba mendekati dan siapa tahu bisa menenangkan.

Pada akhirnya aku memang bisa meneangkannya. Aku hanya mengajaknya untuk minum es di kantin sekolah kami.

"aku Agam" aku memperkenalkan diri ku

"Bintang" balas dia sambil menjulurkan tangannya

"kenapa sih tadi sampek nangis begitu?" Tanya ku membuka percakapan

"gak kenapa-kenapa, lagi pingin nangis aja" jawabnya datar
Tidak ada percakapan lain lagi waktu itu.

Sejak itu, kami sering bertemu dikantin. Kami beda kelas, aku kelas paling bawah, Bintang kelas A. Pada akhirnya aku tahu kenapa waktu itu Bintang menangis. Pada jaman ku, senioritas masih sangat terasa, dan waktu itu adalah masa orientasi, kalian tahu sendiri masa orientasi itu seperti apa. Bintang sangat tersakiti karena kakak kelas kami menyinggung orang tuanya. Hal yang paling sensitif untuk Bintang.

Hari-hari ku, meski tidak seindah masa remaja kebanyakan orang tapi aku cukup senang. Tentu teman ku bukan hanya Bintang, tapi dia satu-satunya teman yang tahu aku, luar - dalam. Kami sering menghabiskan waktu bersama di kantin. Panjang memang perjalanan kami sampai kami memilih SMA yang sama dan kampus yang sama.

Novel Tanpa EpisodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang