Aziel menatap wajah gadis didepannya dengan ekspresi yang tak bisa dijelaskan, jadi maksudnya Ainsley diserang, siapa yang berani menyerang gadis yang disukainya.
"Jadi lu tiba tiba diserang?"
"Ya. "
Aziel mulai merasa emosi, dia paling tidak suka orang yang disukainya diganggu. Tapi dia hanya terdiam, menuggu Ainsley yang sepertinya akan melanjutkan perkataannya.
"Gua berjalan ke sekolah, tapi tiba tiba mereka datang entah dari mana dan ngeroyok gua rame rame. Jumlah mereka duapuluhan sedangkan gua hanya sendiri, tapi untungnya gua bisa bertahan, dan.. "
"Dan? "
"Dan disaat gua hampir kalah, dua orang polisi datang, gua ngambil kesempatan nyerang mereka balek, setelah merasa cukup, gua lagi kabur"
"Wow "
Aziel merasa, percuma saja dia emosi, gadis dihadapannya benar benar tak bisa diremehkan. Melawan duapuluhan orang seorang diri, Aziel saja merasa dirinya kurang mampu.
Mencoba biasa saja, Aziel kembali bertanya.
"Mereka anak mana? "
"Mereka anak SMA Cyber. Mantan sekolah gua"
"Lalu apa masalahnya sama elu? "
"Sebenarnya gua dulu sempat nantang ketua geng mereka"
"Hah?"
"Gua gak suka orang yang sok berkuasa, padahal itu wilayah umum, tapi dianggap wilayahnya sendiri. Jadi gua memberontak dan beradu tinju langsung dengan ketua geng mereka"
"Lu ini bener bener gadis bar bar ya"
"Dan untungnya gua menang saat itu"
"Waw, bagaimana bisa"
"Ketua geng nya gendut"
Mendengarnya Aziel seketika tertawa, gerakan seorang gadis tentulah ringan dan cepat, apalagi yang semacam Ainsley yang pandai berkelahi, tentulah mudah mengalahkan lawan.
Ainsley terdiam, tidak berminat bercerita lagi, dia kembali duduk menghadap depan. Aziel sudah selesai mengobati lukanya, ada dua plaster tertempel diwajahnya. Memandang lurus kedepan, dia perlahan memejamkan matanya. Menikmati semilir angin yang lembut menerpa wajahnya.
Aziel ikut terdiam, memandang Ainsley dari samping, wajahnya terpejam dengan damai, tapi rautnya jelas menunjukkan rasa lelah. Rambutnya yang dibiarkan tergerai diterpa semilir angin membuatnya beterbangan pelan. 'Cantik sekali'
"Tumben rambut lu tergerai"
Perkataan Aziel dianggap angin lalu, Ainsley masih memejamkan matanya.
"Terlihat sangat cantik""....."
.
.
.
.
.
.
.Ainsley berjalan dengan santai memasuki kelas, tidak memperdulikan guru yang sedang mengajar didepan menatapnya tajam, teman temannya menatap kagum dirinya, rambutnya masih dibiarkan tergerai. Sampai dikursinya, dia menatap teman duduknya yang lagi lagi tertidur lelap dengan santainya.
Menduduki kursinya Ainsley mengeluarkan Earphone di tasnya, mengenakannya dan mulai mendengarkan lagu. Matanya menatap lurus kedepan, melihat guru yang sejak tadi masih menatap tajam dirinya.
"Raven Ainsley, bisa jelaskan kenapa kau terlambat?" kata gurunya datar.
"Kau bisa bertanya kepada guru BP" Ainsley menjawab dengan santainya.
Gurunya seketika naik pitam, ingin mengamuki murid yang kurang ajar kepadanya, tapi segera ditahannya. Menghela napas perlahan, guru itu mulai berbicara kembali.
"Baiklah, tugas mandiri untuk Raven Ainsley. Kerjakan soal fisika hal 45 dari soal pertama sampai soal ke Limapuluh beserta lima essay-an. Sekarang!"
Mendengarnya seisi kelas ricuh, sadis sekali hukuman guru mereka ini.
Tapi Ainsley hanya terdiam, memasang raut wajah datar tak berniat menanggapi. Melirik sekilas ke samping teman duduknya yang entah sejak kapan sudah terbangun, Ainsley mengulurkan tangannya.
"Pinjam pulpen" katanya datar.
Orang itu lalu terlihat mencari cari sesuatu di tasnya, dan setelah mendapatkan apa yang dicari, dia menaruh pulpen itu pada tangan Ainsley yang terulur.
Setelah mendapatkan apa yang diinginkan, Ainsley membuka bukunya dan segera mengerjakan soal yang menjadi tugasnya. Melihatnya, si teman sebangku bertanya penasaran, hei! Bahkan Ainsley belum tau siapa nama teman duduknya.
"Ada pr ya? "
"Nggak, cuma buat gua aja"
"Hee kenapa? "
"Gua telat masuk kelas"
"Oh"
Ainsley tidak berbicara lagi dan fokus mengerjakan soal, si teman duduk juga mulai meletakkan kedua tangannya di meja, bersiap untuk tidur kembali. Tapi ketika wajahnya menghadap Ainsley, ada tatapan heran dimatanya.
"Hei, apa yang terjadi? Wajahmu terluka. "
"Gua abis berantem" Ainsley menjawab seadanya.
"Oh, wow". Setelah berkata begitu si teman sebangku sempurna memejamkan matanya.
Setelah hampir sejam tugas yang dikerjakan Ainsley selesai sudah, dan bel istirahat tepat berbunyi.
"Raven Ainsley."
Guru itu menghampirinya, menagih tugas yang diberikannya. Ainsley mengulurkan bukunya, dengan senyuman sombong yang tersampir apik dibibir tipisnya. Guru itu mengambil buku itu dan sedikit memeriksanya.
"Kau yakin sudah mengerjakan semuanya"
"Ya"
"Kuharap kau tidak menjawab semuanya dengan jawaban yang salah"
"Tentu".
.
.
.
.
.
.
.Ainsley merasa bosan sekarang, tidak ada yang bisa dikerjakan, semua terasa membosankan. Menghela napas pelan, dia jadi merindukan pangeran tampan tampan imutnya, tapi dia takut berdekatan dengannya, bisa bisa nanti dia pingsan lagi.
'Bagaimana ya supaya bisa melihatnya dari jarak jauh dan tanpa diketahui?'
Disaat dia sedang berfikir keras, tiba tiba seseorang duduk disebelahnya -dia sedang duduk dikursi taman belakang sekarang- Ainsley menengok kesamping, oh, si ketua osis.
"Ngapain lu disini"."sedang apa kau disini?"
Pertanyaan itu serentak keluar dari mulut Ainsley dan Denial. Membuat mereka seketika terdiam. Hening beberapa lama, sampai Ainsley mengangkat suara.
"Lu dulu"
"Refresh pikiran aja"
"Oh"
"Kau? "
"Yah, Kurang lebih sama".
"Oh begitu. "
Hening. Tak ada yang membuka percakapan lagi, Denial yang biasanya pandai bersosialisasi, tiba tiba saja mengalami kebuntuan dalam mencari topik.
"Rambutmu-"
"Benda yang menahan rambutku hilang"
"Tapi, kau terlihat lebih cantik seperti itu"
"....."
Melirik kembali gadis disebelahnya, Denial melihat wajah cantik itu begitu tenang, tanpa ekspresi, rambutnya yang dibiarkan tergerai Indah, berterbangan dengan pelan ditiup angin. Tapi disamping semua keindahan itu, ada beberapa bekas luka disana, Denial tau, itu bekas pukulan.
Karna dialah yang melaporkan Ainsley kepada Guru BP.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
. TbcBang Den kenapa ya hehe:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Love
RomanceCinta dalam diam. Suci tampa tersentuh. Melindungi dan menatap dirinya dari dekat namun tak pernah disadari. Tapi bagaimana jika Tuhan berkata lain, Cinta suci itu beralih menjadi lembah dosa terbesar, dia telah salah melabuhkan hati. ...