Bagian Ketujuh; [ Mulai Mendekat ]

727 51 1
                                    

Bel pergantian mata pelajaran sudah berganti. Setelah kelas XII–TKR2 pusing-pusing bergelut dengan soal Matematika yang diberikan Bu Diah, kini giliran kelas XII–TKR 2 untuk mendengarkan ceramah rohani, dari Pa Aceng sang guru Agama paling disukai oleh siswa-siswi SMK Laksana.

"Assalamualaikum," sapa seorang laki-laki berusia setengah abad itu, memakai kacamata khas tepat di hidungnya dan sebuah peci bulat berwarna putih yang selalu menempel pada kepalanya itu—Pa Aceng sambil berjalan memasuki kelas XII–TKR2 dan membawa buku absen serta sebuah buku paket mata pelajaran Agama.

"Waalaikumsallam," serentak para siswa-siswi kelas XII–TKR2 menjawab salam Pa Aceng dengan penuh semangat.

Pa Aceng langsung menaruh buku absennya di meja guru. Dan berjalan ke depan papan tulis sembari membawa sebuah buku paket mata pelajaran Agama. "Buka buku paket halaman 124, bab 7 tentang indahnya membangun mahligai rumah tangga." ucap Pa Aceng.

"Alah! Meni resep Pak ngabahas nu kitu teh! (Aduh! Seneng banget Pak kalau bahas yang kayak gitu!)". ucap Bedu salah satu siswa kelas XII–TKR2.

"Resep wae da si Bedu mah! Ngabahas nu kitu teh! (Selalu suka si Bedu tuh! Ngebahas yang kayak gitu tuh!)". seru Dimas yang menjadi teman sebangku Bedu.

Perlu kalian ketahui, jika kelas XII–TKR2 ini memang seluruh siswanya merupakan siswa laki-laki, namun tidak ada jaminan kelas ini tidak ada seseorang yang bisa dibilang mulutnya paling oces a.k.a biang gossip. Salah satu dari siswa itu adalah, Bedu si laki-laki dengan mulut seperti mercon. Yang paling senang tebar gossip sana-sini sambil curi-curi tebar pesona.

"Sudah! Sudah! Kembali ke materi, Bapak tanya dulu sama kalian sebelumnya sudah ada yang mengerti apa itu Rumah Tangga? Atau pernikahan?" tanya Pa Aceng.

"Enak Pak!" seru Dimas.

"Ngenah-ngenah weh si Dimas mah! Da kawin teh seblak meren! (Enak-enak aja si Dimas tuh! Emang nikah Seblak apa!)." kesal Pa Aceng sambil melempar sebuah spidol tepat terkena sasaran utamanya, yaitu kepala Dimas. Hal tersebut, membuat siswa kelas XII–TKR2 langsung tertawa sambil menyoraki Dimas.

"Aya-aya wae sia mah! (Ada-ada aja lo mah!)." ucap Agung yang duduk sebangku dengan Bara sambil menoyor kepala Dimas dari belakang.

"Kembali ke materi, jadi kata nikah berasal dari bahasa arab yang didalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan Kawin / perkawinan, Nikah menurut bahasa mempunyai arti mengumpulkan, menggabungkan, menjodohkan atau bersenggama (wath'i),"

"Sedangkan menurut istilah syariat Islam adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki – laki dan perempuan yang tidak ada hubungan Mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewajiban antara kedua insan, ketentuan pernikahan dalam islam, pada dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk menikah, agar tidak terjebak dalam perbuatan perzinahan." jelas Pa Aceng panjang lebar.

"Pak! Da rek nikah ge kumaha? Jodoh na ge can aya! (Pak! Kalau mau nikah juga gimana? Jodohnya belum ada!)" tanya Tino yang duduk dibangku belakang.

Pak Aceng membenarkan kacamatanya terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan dari Tino. "Wa ming kulli syai'in khalaqnā zaujaini la'allakum tażakkarụn, artinya dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. Tenang, Allah SWT menciptakan kita sebagai manusia itu berpasang-pasangan. Sabar menanti jodoh itu, agar yang terbaik datang dari yang paling terbaik." jawab Pa Aceng.

"Tapi Pak, jodoh abi teu datang-datang wae geningan! (Tapi Pak, jodoh saya nggak dateng-dateng terus ah!)." protes Dimas.

"Sia mah emang ditakdirkan jomblo meren, ah! (Lo mah emang ditakdirkan jomblo kali,  ah!)." ledek Agung.

BARSANA [new version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang