A

951 109 16
                                    

  JULIA berdiri tegak, dua biji matanya sesekali bergulir ke direksi kanan maupun kiri. Keramaian lagi. Tak terasa, sudah hampir dua tahun lamanya ia tak nampak diantara padatnya manusia bumi.

  "Lia!"

  Meski begitu, Julia tidak amnesia. Tidak buta dan tidak tuli untuk mengetahui siapa sang empunya suara yang memanggil namanya. Iya, Joanne. Julia menoleh, wajahnya tampak bingung sekaligus kosong saat menatap Joanne. Joanne tersenyum pilu.

  "Terimakasih atas kedatanganmu kemari. Aku pikir kau tidak akan datang hari ini." Ujar Joanne seraya memeluk Julia hangat, seolah perasaan berat yang bergelantungan pada bahunya telah terhembus angin lalu hanya dengan melihat kehadiran Julia dalam pesta pernikahannya.

  "Aku tidak mungkin melewatkan pesta pernikahan temanku sendiri, Jo." Kata Julia seraya tersenyum hangat, "oh iya, dimana Hussey?" Lanjut Julia, Joanne tampak memperhatikan sekitarnya sebelum melihat sosok Hussey yang nampak berbincang dengan seorang resepsionis.

  Hussey yang menyadari bahwa Joanne dan Julia menatapnya buru-buru pamit dan menghampiri istri serta teman lamanya. Ia tersenyum hangat. Langkahnya bertukar dengan pelukan hangat untuk temannya, Julia.

  "Lama tidak berjumpa. Terimakasih sudah datang, Lia. Aku benar-benar bersyukur bisa melihatmu lagi disini." Ujar Hussey seraya melepaskan pelukannya dari Lia, Joanne tersenyum hangat melihat interaksi keduanya.

  "Ini tidak masalah bagiku. Aku turut bahagia melihat kalian bahagia bersama, selamat menempuh hidup baru, Joanne dan Hussey." Kata Julia, Hussey dan Joanne sama-sama tersenyum sebelum memeluk Julia bersama-sama untuk yang terakhir.

  "Kalau begitu, nikmati pestanya, Li. Kami harus menyiapkan sesuatu terlebih dahulu untuk para tamu yang lain." Pamit Hussey seraya tersenyum dan menggandeng Joanne meninggalkan Julia yang hanya memberikan anggukan kecil.

  Setelah dirundung sesak, Julia memutuskan untuk melewati kerumunan. Mencari area yang sedikit sepi untuknya menghirup udara dengan tenang. Kedua kelopak matanya tampak sendu, hatinya masih merekat duka yang mendalam. Melupakan seseorang yang engkau cinta adalah mustahil, hampir tidak mungkin.

  Jika menumpahkan air mata disini, bukan sebuah pilihan bagi Julia. Tentu saja, Julia memilih untuk keluar menuju halaman belakang. Dimana hanya terdapat sedikit orang yang sama dengannya, mencari ketenangan.

  Dan disinilah, Julia menangis. Di tepi kolam. Dress merah terangnya berubah sedikit kusam dan gelap karena tetesan air hujan, dan air matanya. Julia menangis, merindukan sosok Lucy.

  Tuk.. tuk.. tuk..

  Tapi, kenapa Julia tak lagi merasakan tetesan air hujan yang beku?

  Julia mendongak, mendapati seorang gadis dengan payung gelap tengah melindunginya dari guyuran hujan yang semakin deras. Orang-orang yang semula berkeliling di tepi kolam, kini hilang dengan instan. Hanya ada dia dan orang asing ini.

  "Selamat malam, nona. Apa yang anda lakukan disini? Apa nona tidak sadar jika hujan sedang lebat-lebatnya?" Tanya orang itu dengan begitu lembut, merambat pelan dan hangat pada telinga Julia. Julia tak merespon, tapi tampaknya; ia kenal betul siapa pemilik suara itu.

  "Kemarilah nona, ambil tangan saya. Saya akan antarkan nona untuk sedikit menepi kesana." Tunjuk sosok itu kearah sedikit dalam, hampir memasuki gedung. Julia mengikuti kata orang itu sampai ke tempat yang ditunjuknya.

  Setelah sampai, sosok itu menutup payungnya. Meletakkan benda pelindung hujan itu disamping ia duduk. Seragamnya basah kuyup. Rambutnya lepek karena air hujan. Julia sama sekali tak menyadari hal itu tadi.

  "M-maaf.." lirih Julia, sontak sosok itu menoleh menatap Julia kebingungan; "maaf untuk apa?" Julia menunduk, memainkan jari-jarinya, "karena saya, anda jadi basah kuyup." Sahut Julia pelan, sosok itu tersenyum kecil.

  "Tidak apa, nona. Saya senang bisa membantu. Oh iya, perkenalkan, nama saya Hwang Yeji." Kata sosok itu, tangannya terjulur untuk menjabat tangan Julia. Julia menatapnya, tatapan yang sama seperti tatapan yang dimiliki mendiang Lucy. Julia tersenyum, "Choi Lia."

  Sosok bernama Yeji itu tersenyum hangat, "Lia. Namanya cantik, hehe." Julia tersipu, Yeji sangat hangat— berbanding dengan Lucy pada pertemuan pertama mereka.

  "Ngomong-ngomong, apa nona menghadiri pesta ini?" Tanya Yeji, Julia hanya mengangguk pelan. Yeji mengangguk paham, "saya sendiri kemari untuk mengantarkan beberapa paket untuk nona Joanne, saya bekerja sebagai kurir paket. Apa anda datang sendirian juga kemari, nona Lia?" Julia mengangguk lagi, Yeji tersenyum gemas; "anda lucu, nona Lia."

  Julia terus menunduk ketika Yeji menatapnya, entah mengapa hatinya menghangat. Seperti ia baru saja bertemu lagi dengan Lucy, namun dengan cara yang berbeda. Belum sempat Julia membuka suaranya untuk bertanya beberapa hal kecil, Yeji terlebih dahulu memotongnya dengan mengangkat panggilan dari seseorang.

  "Sebentar ya nona." Pamitnya pada Julia, ia dengan cepat menghindar dari Julia untuk menerima panggilan itu. Samar, Julia masih bisa mendengarnya; "iya, maaf sayang. Aku akan segera kembali, apa kamu lapar? Iya, aku akan belikan saat perjalanan pulang nanti. Waah, anak ayah jangan nakal ya. Ayah akan segera pulang. See you."

  Hancur. Hati Julia hancur untuk kedua kalinya. Disaat ia sudah berhasil merakit kembali kepingan hatinya yang remuk redam karena kepergian Lucy, kini harus hancur lagi karena seseorang yang mirip dengan Lucy.

  "Ah, nona Lia. Maaf, tapi saya harus segera pergi. Apa nona tidak keberatan? Atau nona perlu saya antarkan pulang terlebih dahulu?" Tanya Yeji setelah mematikan teleponnya, ia bergegas menghampiri Julia lagi. Namun, Julia terlanjur hancur.

  "Tidak perlu. Saya bisa pulang sendiri. Anda cepatlah pulang, anak dan istri anda pasti sudah menunggu." Jawab Julia seraya mendongak, bertemu dengan manik Yeji yang tajam dan mengingatkannya pada Lucy. Tajam namun hangat, Julia menyukainya.

  Yeji tersenyum lemah, ia kemudian mengangguk. "Saya duluan, selamat malam nona Lia. Senang bisa bertemu dengan anda." Setelah itu, payung yang berdiri disamping Lia ikut hilang dengan kepergian Yeji.

  Hanya meninggalkan serpihan lara yang ditinggalkan Lucy kembali meretas pada perasaan Julia.

Oh, Julia 」

❝i'm sorry for what i've done for ya.❞ — L. Hw.

— END —

JULIA. [ ✓ ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang