Before 3

2.4K 254 42
                                    

"Bener nih gak mau cerita?" Anthony masih setia mengintili Rian dari hari pertama mereka menjadi kelas dua belas. Terhitung sudah dua minggu lebih dan Rian masih saja ingin bungkam pada sahabat bobroknya itu.

"Enggak ah," sahutnya jahil.

Anthony menghembuskan napas capek kemudian jalan terlebih dahulu. "Ternyata persahabatan kita sebatas saling menyembunyikan gebetan. Aku tidak menyangka."

"Lebay bego." Rian mengejarnya dan memeluk pundak Anthony kasar dari belakang. "Janji deh, besok gue kasih tahu. Tapi gak usah berisik. Oke!

Anthony nyengir sambil melihat Rian. "Gitu dong! Lagian lo pinter banget sembunyinya. Gue bener kan, kemarin lo ke Jogjanya bareng gebetan lo?"

"Hehe,"

"Nyesel gue pindah rumah, jadi susah mata-matain lo."

"Calm, Gak usah berekspetasi tinggi. Gue kasih tau juga, gak bakal ada hujan badai apalagi hujan duit. Dan lagi gue gak sembunyi kaya yang lo bilang. Gue Fine-fine aja, gak ada orang yang tau, syukur. Ada orang yang tau, silahkan! Nyantai aja gue mah."

"Ya tapi masalahnya gue penasarannn."

"Lo kurang beruntung, Man!"

***

"Anthony, Rian, bapak minta tolong dong! Bereskan dulu lemari di ruang olah raga, itu berantakan banget." Pak Hendra namanya. Rian lebih senang menyebut dia Cina nyasar. Wajahnya oriental asli orang-orang Cina sana, tapi kata Anthony, Hendra itu nama Indonesia.

"Bete gue. Kenapa juga mesti atur ulang jadwal gini?" Rian menggerutu kesal. Dia dan Anthony baru saja keluar dari ruangan olahraga menuju lapang.

"Lo pikir lo doang? Ngaco banget elah, jadwal olahraga disimpen di jam paling akhir. Enak sih bisa langsung pulang terus tidur, tapi kalau musim panas? Hadehhh kebakaran kita," kata Anthony setuju. Mereka berdua menjinjing sepatu masing-masing dan duduk di tembok taman yang teduh untuk memakainya.

Mereka memang terlambat ke lapangan beberapa menit karena di suruh Pak Hendra tadi. Jadi, Rian merasa agak risih saat beberapa siswa mengalihkan perhatian padanya dan Anthony.

"Lah, itu bukannya paketos ya? Itu Reza sama Ribka juga ada?"

Rian buru-buru mendongakkan kepalanya yang sedari tadi fokus pada sepatu ke arah lapang. Lapang sekolah yang sudah beralih menjadi beberapa fungsi. Tahun ajaran baru kemarin tiba-tiba saja lapang sudah terpasang dua tiang ring basket beserta garis sisinya, menjadikan Fajar begitu girang sampai pria itu tak pernah mojok dengan Rian jika ada jam pelajaran kosong. Dan malah asik main basket sambil tebar pesona.

Padahal Reza sering kali ke kelas dia hanya untuk menemui Akbar lalu berpacaran dengan anteng. Nah, Rian mah boro-boro. Hanya saja dia cukup bersyukur Fajar tidak pernah absen mengunjungi rumahnya setiap malam minggu, sekedar mengobrol atau mengajaknya pergi keluar. Setidaknya Rian masih yakin, mereka itu benar-benar berpacaran.

Tapi Fajar benar-benar melunjak, dalam artian dia yang biasanya kalem dan ngerem di perpustakaan sekarang lebih sering lari-lari dengan bola basket di tangannya hampir setiap hari. Lihat saja sekarang? Pacarnya itu tengah memasukan bola ke dalam ring yang langsung disoraki anak-anak yang masih leha-leha di pinggir lapang. Mana dua kelas sekaligus, mana Fajar hanya memakai kaos olahraga tanpa lengan yang memperlihatkan otot tangannya yang begitu bagus. Rian iri, lebih kepada cemburu. Dia saja memakai kaos putih sebelum memakai kaos olahraga tanpa lengannya.

"Jadwalnya digabung deh sama IPA satu kalau gak salah," Rian mengklarifikasi. Dia ingat kemarin sempat melihat jadwalnya Fajar.

"Bener ya kata gosip, Fajar itu jago basket," ujar Anthony tiba-tiba, sambil memerhatikan Fajar, Reza dan Akbar yang tengah bermain di lapang sana. Sementara anak-anak lain masih berteduh di bawah pohon selagi Pak Hendra belum ke lapangan.

Day (FAJRI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang