"Sial! Kenapa si Leonel tidak mengejar kemari?" gerutu Jules sambil meninju batang pohon hingga amblas.
"Tidak perlu terburu-buru. Aku yakin dia pasti lebih mengutamakan putranya yang masih sempat ia selamatkan," jawab Jeremy sambil merengkuh Loury yang masih terpejam. Ia menatap gadis itu sebal, karena wajahnya lebih mirip Leonel dari pada Raynelle. Namun, sedetik kemudian, sebuah ide fantastis muncul dalam pikirannya. "Sebaiknya anak ini, kubawa ke kediaman Barnave. Kau tinggal urus anak satunya."
Jules berdecak kesal. "Aku sudah membantumu mendapatkan putri Raffertha, berikutnya kau harus membantuku mendapatkan putranya."
"Tidak masalah. Kapanpun kau butuh bantuanku, aku akan datang." Jeremy menyeringai. "Untuk sementara kita kembali dan memikirkan rencana berikutnya."
Jules mendesah sebal karena kali ini mangsanya lolos. "Baiklah, kita akan lakukan di waktu berikutnya."
Jules melesat terlebih dahulu untuk kembali dan melaporkan hasil kerjanya hari ini. Sementara Jeremy meminta beberapa pengawalnya untuk membawa Loury ke kediaman Barnave.
"Bawa gadis itu pulang, dan mintalah Vicky untuk mengawasinya. Aku masih ada urusan yang harus kuselesaikan."
"Baik tuan," sahut mereka melesat pergi begitu pun dengan Jeremy yang juga melesat ke arah yang berbeda.
Tujuannya kali ini adalah ke kediaman Raffertha. Ia merasa yakin bahwa seharusnya Leonel masih di perbatasan untuk kembali merawat luka putranya, tentu saja ini adalah hal yang bagus baginya untuk menangkap Raynelle.
Jeremy menyembunyikan kekuatannya dan merubah diri menjadi kelelawar ketika memasuki kediaman Raffertha. Disana, ia berputar mengelilingi setiap ruangan. Tak butuh waktu lama, ia mendapati Raynelle dalam keadaan kepayahan untuk berjalan dengan langkah tertatih.
Jeremy menggantung terbalik di sudut ruangan sambil menatap wanita yang ada disana. "Benar-benar menarik," gumamnya.
Ia merubah wujudnya seperti semula dan berjalan perlahan mendekati Raynelle dari belakang. Dalam hatinya ia bertanya, "Kenapa wanita ini terlihat lemah? Apa Leonel melakukan sesuatu pada kekuatan istrinya?" Jeremy termangu sejenak. "Bahkan sepertinya instingnya tak berfungsi dengan baik untuk mendeteksi keberadaanku."
Jeremy mengambil segelas darah dan kembali mendekatinya perlahan dengan hati-hati. Pada saat itu ia mengamati Raynelle yang terlihat akan tumbang, namun ia segera menangkap tubuh itu dari belakang.
"Ah, kau sudah kembali rupanya." Raynelle tidak tahu bahwa tangan yang menangkapnya bukanlah Leonel. Ia bersandar sejenak didada bidangnya sambil menghela lelah tanpa menoleh kebelakang. "Kau jahat sekali. Mengambil kekuatanku tanpa sisa. Aku tahu kau marah padaku, tapi setidaknya sisakan sedikit kekuatan untuk bisa bergerak cepat. Kau tahu? Semua inderaku jadi terbatas, aku jadi ingat dulu bagaimana aku menjadi manusia dengan semua keterbatasannya. Dan sekarang, aku sedikit merindukannya berkat dirimu."
Jeremy hanya terdiam mendengar ocehan wanita dihadapannya, tanpa pikir panjang ia menyodorkan segelas darah yang tadi sudah ia siapkan. Dan ia tersenyum ketika Raynelle langsung meneguknya begitu saja.
"Oh, jadi kekuatannya sedang disita suaminya? Pantas saja ia tidak menyadari kedatanganku, bahkan ia tidak bisa membedakan auraku dengan suaminya. Jika tidak, mungkin ia tidak akan bersandar di pelukanku," gumam Jeremy dalam hati.
"Lee, kenapa kau diam saja?" tanya Raynelle dengan sikap dingin suaminya. "Ah, kau sebegitu marahnya padaku sampai-sampai kau tidak mau berbicara padaku?"
Jeremy hanya mengangkat sebelah alisnya dan masih terdiam, menunggu kejutan selanjutnya. Ia tersenyum, membayangkan bagaimana reaksinya ketika ia mengetahui bahwa tubuh yang sedang dijadikannya tempat bersandar bukanlah suaminya. Ia begitu berharap Raynelle cepat menoleh dan menyadarinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Book 3 : Raffertha
FantasyPerang telah usai 70 tahun yang lalu, namun perseteruan antar dua klan yang terjadi selama ratusan tahun masih berlangsung. Suasana semakin keruh ketika klan Fourie menyatakan kerjasama dengan klan Barnave untuk memusuhi klan Raffertha. Kedamaian Re...