Gelap.
Semuanya gelap.
Hal terakhir yang Soobin ingat adalah teriakan histeris dari sahabatnya, Chaera yang menggema memenuhi indra pendengarannya. Kemudian kesadarannya terenggut begitu saja. Rasanya seperti melepas ribuan beban menuju awan. Soobin memejamkan mata dengan tenang.
Kepalanya luar biasa pening ketika mencoba membuka mata. Sepasang matanya memicing ketika pupil matanya berusaha beradaptasi dengan lampu yang memancar terang tepat di atasnya. Hal pertama yang disadarinya adalah aroma antiseptik yang khas dan ruangan serba putih, kemudian tubuhnya yang terbaring di ranjang dan—
“Soobin, lo udah sadar?” Soobin belum sempat memulihkan ingatannya ketika kakaknya, Yeonjun, mendekat ke arahnya dan mengecek keadaannya. Soobin menatap kakaknya seperti orang linglung. Menerka-nerka mengapa Yeonjun bisa berakhir disini? Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa ia bisa berakhir di ruang kesehatan sekolah? “Soobin, lo nggak apa-apa? Ada yang sakit?”
Soobin menaikkan alisnya. Apa maksudnya? Belum sempat ia memikirkan jawaban, Chaera yang semula duduk di sisi ranjangnya kini mendekat dan memeluk lehernya kuat-kuat. “Soobin, gue minta maaf. Ini semua gara-gara gue. Lo kayak begini karena gue,” Chaera tersengguk di sisinya. Membuat napas Soobin tercekat. Ia luar biasa bersalah.
Pertanyaan kembali memenuhi sanubari laki-laki itu, tentang mengapa Chaera menangis dan meminta maaf padanya. Lalu sekotak memori menyergap kepalanya, terbuka tanpa aba-aba. Soobin menghela napas kemudian memindai sekilas tubuhnya. Wajahnya terasa seperti ditimpa batu bata ketika ia mencoba menggerakannya. Sendi-sendi pada tubuhnya juga menunjukkan reaksi yang sama. Ada yang tidak beres dan sekarang ia mengetahuinya.
Tadi, ia sempat berkelahi dengan murid paling berbahaya di sekolah karena telah bertindak kurang ajar terhadap Chaera, sahabatnya. Soobin ingin membalas dendam atas perbuatan Sanha, namun berakhir dengan beberapa lebam dan kekalahan yang telak. Sial. Soobin sudah mencoreng nama baiknya sendiri sebagai siswa teladan hanya untuk berkelahi dengan Sanha lalu sekarang harus menahan malu karena kalah dari orang itu.
“Lo udah pingsan selama empat jam. Jadi, gue mutusin kesini dan ninggalin kuliah gue karena terlalu kaget dengar kabar adik gue berantem. Sama preman sekolah,” Yeonjun menjelaskan. Ada penekanan pada kalimat terakhir.
Soobin tertegun, tidak percaya. “Selama itu?”“Untung cuma selama itu. Untung dia nggak bikin lo koma selama empat hari. Untung dia tau kalo lo itu adik gue jadi dia nggak berani bertindak lebih jauh,” tegas Yeonjun. “Soobin, mau gimanapun juga, Sanha itu tetap adiknya Woojin. Meskipun Woojin itu temen gue, lo nggak boleh lupain fakta kalau kakak beradik itu terkenal licik dan sadis. Jangan coba-coba punya masalah sama salah satu dari mereka. Apalagi dua-duanya.” Yeonjun mengakhiri penjelasannya.
Soobin menelan salivanya dengan susah payah kemudian mengangguk paham. “Maaf karena lo jadi harus ninggalin kuliah karena gue, hyung,” katanya sungguh-sungguh. Yeonjun tersenyum kemudian mengacak rambut adiknya sayang.
Soobin jelas tidak melupakan fakta yang barusan disampaikan kakaknya. Soal kakak beradik itu. Sanha yang lebih berandal dari kakaknya karena lebih mengutamakan kekuatan fisik, sedangkan Woojin yang menggabungkan kepintaran otak dan kekuatan fisik, membuat lawannya tak berkutik hanya dalam hitungan detik. Kedunya sama berbahaya, sama-sama membuat bergidik.
Namun, Soobin tidak benar-benar menyesal. Ia merasa bersalah namun tidak menyesali perbuatannya. Soobin sudah bersahabat dengan Chaera sejak kecil, lebih dari sepuluh tahun dan gadis itu menjadi satu-satunya perempuan yang disayanginya setelah ibunya. Melindungi dan menjaga Chaera sudah menjadi sebuah tanggung jawab bagi laki-laki itu dan merupakan hal yang wajar jika ia memasang tameng terdepan hanya untuk menjaga Chaera.
![](https://img.wattpad.com/cover/210086320-288-k965849.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold
FanfictionSoobin awalnya percaya bahwa ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan yang murni tanpa melibatkan hati hingga semesta turun tangan dan membuatnya harus memilih antara pergi atau bertahan seorang diri