2. Thumper

84 14 3
                                        

Pukul tujuh malam. Rembulan sudah sepenuhnya menaiki tahta dan menyingkap gelap dengan sempurna.

Soobin merebahkan dirinya di atas ranjang. Teman-temannya sudah pulang sejak satu jam lalu. Ia menyalakan ponselnya, mengecek notifikasi yang masuk. Chaera berkata bahwa gadis itu akan sampai sebentar lagi. Soobin sudah melarangnya. Ini sudah malam. Tidak baik perempuan bepergian sendirian. Tetapi Chaera tetaplah Chaera, gadis dengan perangai keras kepalanya dan keinginan kuat yang tidak bisa diganggu gugat.

Benar saja. Beberapa menit kemudian, pintu kamar Soobin kembali diketuk. Chaera terlihat manis dengan rambut pendeknya dan setelan sweater putih dan jeans birunya. Gadis itu tersenyum kemudian melambaikan tangan. Soobin terkekeh kecil kemudian mempersilakannya masuk.

Chaera meletakkan tasnya di meja belajar Soobin kemudian keduanya duduk di sisi ranjang. Chaera menatap dan mengecek dengan teliti lebam-lebam pada wajah laki-laki itu. “Masih sakit nggak?” tanyanya. Soobin menggeleng. “Udah nggak begitu sakit. Tadi udah diobatin sama Yeonjun hyung. Lagian juga lebamnya nggak parah banget,”

Chaera menunduk, menggoyangkan kedua kakinya. Gestur itu selalu gadis itu lakukan ketika gelisah. Merasa bersalah. “Kalo gue nggak bilang ke lo, mungkin lo nggak bakal nekat ngajak Sanha berantem dan bikin lo kayak gini,”

Soobin menggeleng. “Tindakan dia udah keterlaluan. Korbannya bakal terus bertambah kalo nggak ada yang berhentiin. Lo bilang ke gue atau enggak, gue bakal tetep kasih dia pelajaran,”

“Soobin. Gue nggak mau dilindungin kalau itu berarti lo harus ngelukain diri sendiri. Jangan gini lagi, ya? Gue khawatir banget,” Chaera menatapnya. Sekelumit penyesalan melingkupi sorot matanya, merenggut binar terang dari manik mata gadis itu.

“Gue janji ini yang terakhir. Jangan nangis lagi, ya? Lo jelek banget kalo nangis,” Soobin mengacak rambut gadis itu kemudian tertawa lepas. Chaera memicingkan mata. Memukul lengan laki-laki itu dengan kencang hingga membuat Soobin meringis menahan sakit.

Soobin tertawa kecil pada bagaimana kebiasaan gadis itu ketika sedang meluapkan kekesalannya. Pada sorot matanya yang berusaha mengintimidasi. Pada bagaimana sorot itu tidak berubah sejak sepuluh tahun lalu dan hatinya tergelitik pada fakta itu. “Kalo lagi kayak gini, gue jadi kangen Bunda. Kangen diomelin Bunda sama kayak lo ngomelin gue sekarang. Udah lama nggak makan sop rumput laut buatan Bunda,”

Chaera tersenyum mendengarnya. “Dari kecil lo selalu minta Bunda buat masakin sop rumput laut setiap lo sakit terus besoknya lo langsung sembuh. Bunda emang selalu seajaib itu. Ngomong-ngomong lo mau makan sop rumput laut lagi nggak? Gue yang masakin,” mendengar itu, Soobin mengangguk. Gadis itu beringsut dari sisi ranjang. “Tunggu sebentar disini. Gue yakin lo bakal tercengang sama masakan gue,”

Chaera kembali dengan kedua tangan yang memegang nampan dengan mangkuk berisi sup rumput laut. Aroma makanan itu seketika menguar, memenuhi ruangan kamar Soobin juga memasuki indra penciumannya. “Tadaaa! Sop rumput laut buatan Chef Chaera!”

Soobin melahap suapan pertama. Ia mengerjapkan mata. Tidak percaya bahwa sop rumput laut ini buatan Chaera melainkan bunda. Hatinya menghangat diliputi keharuan yang membuncah atas kerinduan pada sosok ibundanya.

“Makasih ya, Ra. Makasih udah bikinin gue masakan ini meskipun nggak seenak masakan Bunda,” Laki-laki itu tersenyum. Begitu tulus. Membuat Chaera entah bagaimana tersanjung atas ucapan itu.

Soobin menghabiskan makanannya dengan cepat, membuat Chaera sekali lagi mengulum senyum. Obrolan mengalir diantara keduanya laksana air terjun yang menciptakan arus deras. Waktu melesat sama cepatnya. Dua jam terlewati tanpa aba-aba.  Chaera mengambil mangkuk yang sudah kosong dari kuasa Soobin. “Gue taro mangkoknya ke bawah dulu, ya. Biar nggak lupa,” Soobin mengangguk lantas menguap lebar sekali. Membuat Chaera terkekeh ringan. Soobin jelas mengantuk. Kelopak matanya berkali-kali turun kemudian laki-laki itu merebahkan dirinya di atas ranjang.

The Truth UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang