5. 20 cm

52 13 3
                                        

My grown up heart
By one ́s own hand
We are ahead
A little farther
You don't know
That we are 20 cm apart
[TXT - 20 cm]

Hatinya menghangat.
Ada milyaran perasaan yang tak bisa dijelaskan begitu sepasang matanya kembali menemukan tempat masa kecilnya. Taman bermain yang memiki banyak sekali kenangan. Semuanya tersimpan rapih dalam kotak ingatannya.

Chaera menghampiri rumah panggung kecil yang memiliki lorong dan berakhir dengan dua perosotan. Dulu, Chaera sering sekali berlomba dengan Soobin untuk sampai ke bawah lebih dulu. Namun, Chaera lebih sering kalah. Tinggi badan Soobin yang jauh lebih tinggi darinya membuat laki-laki itu dapat dengan mudah menjangkau tanah dengan sepasang kaki jenjangnya.

Itu memberikan Chaera sebuah ide.
Gadis itu setengah berlari menyusuri lorong untuk mencapai perosotan. Soobin mengikuti langkahnya.
"Perosotannya jadi kecil banget sekarang," komentarnya setelah duduk di atas perosotan. Soobin terkekeh kecil. "Lo juga masih tetep kecil," balasnya, membuat Chaera menjitak kepalanya kuat-kuat. Soobin mengaduh kesakitan sembari mengusap kepalanya. "Kok gue dijitak?"

Chaera menatapnya sengit. "Soalnya lo ngeselin. Ngeledekin tinggi gue terus dari kecil," bibirnya memberengut lucu. Gemas sekali. Membuat Soobin ingin menyimpannya dalam saku. "Lucu," katanya sembari mengusak rambut gadis itu.

Chaera mengeluh kesal karena rambutnya menjadi berantakan. Kemudian membenahi duduknya. Bersiap untuk meluncur ke bawah. "Soobin, yang duluan sampai ke bawah, besok harus traktir es krim," tantangnya. Soobin mengangguk. Chaera menghitung dan sebelum sampai hitungan ketiga, gadis itu sudah lebih dahulu meluncur, meninggalkan Soobin di belakangnya.

Gadis itu tetap kalah. Sekali lagi membuatnya menggerutu kesal. Berkali-kali memukul lengan Soobin ketika laki-laki itu mengurai tawa. Sangat menyebalkan.

Ekor matanya tidak sengaja menangkap dinding semen yang berada tidak jauh di belakang Soobin. Matanya mengerjap. Chaera menarik tangan Soobin dan setengah berlari menuju dinding itu. Dinding yang sedikit banyak menjadi saksi bisu atas seberapa jauh mereka telah tumbuh.

Saat mereka berumur delapan tahun, mereka mulai menandai tinggi badan masing-masing pada dinding itu, yang Chaera sadari bahwa itu hanya bentuk lain keoptimisannya bahwa suatu saat ia dapat menyamai tinggi badan Soobin. Sepuluh tahun berlalu, dan sampai saat ini tidak pernah terjadi.

Dan bahkan setelah sepuluh tahun berlalu, kenangan itu rasanya masih sama menyenangkan. Masih hangat di ingatannya. Sedikit membuatnya sendu, atas seberapa cepat waktu telah berlalu. Gadis itu tersenyum sebelum tangannya bergerak meraba permukaan dinding yang kasar. Jemarinya menari lincah pada garis tipis bekas kapur yang pernah mereka goreskan berdua. Mengamatinya lama. Membuatnya menyadari bahwa mereka telah tumbuh sejauh ini.

Chaera menyandarkan punggungnya tepat di atas bekas kapur yang mulai memudar. "Tuhan curang waktu nyiptain lo," katanya. Soobin menatapnya dengan tanya yang terselip di sana. "Kenapa?"

"Lo nggak suka olahraga, nggak bisa berenang juga tapi bisa tumbuh setinggi ini. Nggak adil banget," keluhnya. Bibirnya mencebik seiring dengan kesalnya yang memuncak. Soobin mengurai tawa di sisinya. "Lo tau kenapa gue minta buat nandain tinggi badan kita setiap lima tahun bukan setiap tahun?" tanya laki-laki itu. Sepasang matanya yang runcing mengilat diterpa semburat kemerahan dari langit yang mulai menjingga. Chaera menggeleng, menunggu jawaban selanjutnya.

"You always know that i am scared of growing up, Ra. Gue takut liat orang-orang yang gue sayang perlahan tumbuh dan berubah. Gue memilih untuk nggak mau menyadari kalau waktu berlalu. Kalau kita kesini setiap tahun, itu jadi bikin gue sadar kalau kita berdua tumbuh. Ngeliat lo perlahan tambah tinggi dan jadi dewasa dan semua memori masa kecil kita cuma bakal jadi kenangan. All these stuff makes me almost drown in tears. Gue juga selalu berdoa sama Tuhan supaya lo tumbuh nggak lebih tinggi dari bahu gue. Karena gue mau setiap lo sedih, setiap lo nangis dan meluk gue, lo selalu bisa denger detak jantung gue. Supaya lo selalu percaya kalau gue selalu disini,"

The Truth UntoldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang