Soobin awalnya percaya bahwa ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan yang murni tanpa melibatkan hati hingga semesta turun tangan dan membuatnya harus memilih antara pergi atau bertahan seorang diri
Laki-laki itu setengah berlari menyusuri lorong sekolah. Tungkainya melangkah cepat, seirama dengan detak jam. Tas ranselnya hanya diselempangkan di bahu kanan dengan tangannya menumpu beban. Sebelah tangannya lagi untuk menutupi wajahnya, tidak ingin ada murid lain melihat lebam-lebamnya. Ketika Soobin melangkahkan kaki memasuki kelas, bunyi ledakan dari confetti beserta kertas warna-warni beterbangan menyambutnya. Membuatnya linglung, membeku untuk beberapa saat dan mencoba mencerna apa yang terjadi.
Riuh tepuk tangan bergemuruh memenuhi seisi kelas. Bunyi terompet saling bersahutan. Soobin memindai seisi kelas. Balon berbentuk huruf bertuliskan namanya terpampang jelas dan besar di papan tulis dengan hiasan-hiasan lain.
Felix yang pertama mendekat dan memeluknya kemudian menepuk pundaknya berkali-kali. Ia menarik Soobin ke tengah lalu memasangkan kalung bunga pada lehernya. “Please welcome. Pahlawan baru kita. Choi Soobin!” riuh tepuk tangan terdengar semakin kencang. Teman-temannya serempak meneriakan namanya.
Seungmin memandu sorakan. “Ayo guys lebih kenceng lagi! Choi Soobin! Choi Soobin!” teriak Seungmin bersemangat. Tangannya mengepal dan mengacung ke atas, serempak diikuti teman-temannya. “Yang terakhir harus lebih keras! CHOI SOOBIN!!!” suara teriakan mereka menggema, bergetar menubruk dinding juga langit-langit kelas. Sangat tidak kondusif.
Felix membentuk huruf T dengan kedua tangannya, mengisyaratkan teman-temannya untuk memelankan suara.“Udah, guys. Lama-lama jadi kayak orang demo. Sekarang kita masuk ke sesi sungkeman. Ayok salaman sama bapak ketua!” satu persatu teman sekelasnya menghampiri laki-laki itu. Berjabat tangan, menepuk pundaknya sampai memberinya pelukan hangat. Soobin masih bergeming bahkan ketika Chaera muncul dari tengah kerumunan dengan lengkung sabitnya kemudian ikut mendekap sahabatnya.
Melihat itu, Felix menyeringai jahil. “Ayo yang cewek nanti salaman aja, nggak usah peluk-pelukan. Pawangnya galak soalnya!”
Heejin menepuk pundaknya kemudian berdiri di sebelah Chaera. “Makasih, Soobin. Berkat lo, semua kelakuan buruk Sanha kebongkar. Dia bakal diawasin pihak sekolah mulai sekarang,” Semuanya mengangguk setuju. “Karena lo juga, Sanha akhirnya diskors seminggu dan sekarang anak-anak cewek di kelas ngerasa lebih aman,” Jiwon menambahkan.
“Terlepas dari itu semua, kita harus apresiasi Soobin yang udah berani nantang Sanha. Hampir semua guru langsung bertindak begitu tau murid kesayangan mereka pingsan gara-gara berantem sama preman sekolah,” Hyunjin berdiri di sebelah Soobin, merangkul bahunya. Entah sejak kapan laki-laki itu berada di sana. Hyunjin memancarkan aura mengintimidasi yang kuat. Soobin hampir tidak percaya kata-kata itu keluar dari mulut temannya.
Felix mengangguk. “Nanti katanya Hyunjin mau traktir sekelas. Jangan langsung pulang ya,” sorakan senang dari teman-teman sekelasnya kembali terdengar, membuat Hyunjin dengan gesit berpindah tempat dan menginjak kaki Felix sekuat tenaga sebelum laki-laki itu sempat menghindar. Membuatnya berteriak mengaduh kesakitan. Hyunjin sibuk berkata tidak dan menjelaskan bahwa Felix berbohong sementara Seungmin terkekeh ringan di sampingnya. Soobin tertawa hingga sepasang matanya hanya menyisakan garis tipis. Chaera tersenyum di sampingnya. Membersihkan sisa confetti yang mengotori rambut laki-laki itu lalu mengelus lengannya pelan. “You did a great job. I’m proud of you,” seketika Soobin mengalihkan arah pandangnya. Kembali membeku hanya untuk melihat lengkung sabit milik gadis itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.