Perjalanan Pulang di Senja Sore

18 0 0
                                    

MALIK

Inilah keluargaku, dengan satu adik dan kedua orang tuaku. Kami tinggal di sebuah rumah panggung dengan dua lantai, di kelilingi dengan pepohonan mangga dan berbagai macam tanaman buah lainnya. Ayahku seorang pedagang, pedagang oleh oleh khas Sulawesi Selatan tepatnya. Ia memiliki toko di salah satu kawasan objek wisata kota Malino.

Pada hari Minggu tiba, seringkali kuberkunjung ke toko ayah, bersepeda sambil membonceng adikku yang kini telah berusia 9 tahun. Adikku adalah seorang wanita, namun ia memiliki sikap layaknya seorang pria, hobinya bermain layang layang dan memukul temannya yang seorang laki laki. Nama adikku Syahrina Ramadhani Syah.

🧀🧀🧀

"Zainuddin Syah!, lama kali tak bertemu kau," sapa seorang teman ayahku yang memasuki toko dengan pakaian rapinya, terlihat ia berpenampilan layaknya seorang perantau lengkap dengan sepatunya yang bermerek Puma.

"Hai !, Mukhlis, kapan kau datang baa~ ?" jawab ayahku seraya menirukan bahasa Malaysia yang terdengar lucu menurutku.

"Ah.. Kau ini, jangan mengejekku begitu. Ohya, aku datang seminggu yang lalu, baru sempat datang ke tokomu, soalnya kemarin aku bagi oleh oleh."

"Oleh oleh ?, jadi kau bawa oleh oleh kesini juga yah ?" tanya ayahku berharap untuk memastikan bahwa temannya tersebut membawakan sesuatu dari tanah rantauannya.

"Oh iya dong !, nih !, berikan ke anak istrimu."

"Haa !, cuman susu Milo ?" tegas ayahku yang terlihat kecewa atas pemberian temannya tersebut.

"Alaaah, syukuri sajalah Zainuddin, pemberian orang tak boleh di pilih pilah," terlihat mukhlis berusaha membujuk ayahku sambil menenangkannya dengan tepukan di bahu kanannya.

Di pagi minggu ini, toko terlihat cukup ramai, pelanggan berdatangan untuk sekedar melihat lihat atau bahkan membeli apa yang mereka inginkan. Mereka datang dari berbagai macam wilayah, baik dari penduduk lokal sendiri, ataupun dari pengunjung wisata hutan pinus dan bukit tinggi.

Wilayah kota Malino memang terkenal akan keindahan alam dan objek wisatanya, di kawasan tempat tinggalku sendiri terdapat hutan wisata, berupa pohon pinus yang berjejer menjulang tinggi di antara bukit dan lembah. Jalanan menanjak dan berkelok kelok melintasi deretan pegunungan dan air terjun, layaknya lukisan alam.

Berbagai jenis tanaman tropis yang indah, tumbuh subur dan berkembang di kota yang terkenal akan kesejukannya ini. Suhu di kota Malino ini sendiri dapat mencapai 10° C sampai 26° C. Dan jika saat musim hujan tiba, jalanan akan di tutupi oleh kabut yang membuat pengendara harus berhati hati, dan itulah yang sering aku alami saat berkendara menggunakan sepeda.

"Aish !, aku benci sekali kabut ini," tegas adikku di jok belakang sepeda saat kubonceng. Aku hanya diam tak menanggapi celotehannya, dia memang suka sekali mengeluh dengan dinginnya di tempat kami.

"Ina !, kita singgah ke wisata pohon pinus yuk !, pasti banyak cewek di sana," ajakku kepada Ina yang juga menyetujuinya "hmm, terserah kau lah."

🧀🧀🧀

🧀🧀🧀

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Malino CheeseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang