Dasar Homo

12 0 0
                                    

Ino

Namaku Ino, Ino Binti Alimuddin, aku adalah anak blasteran Indonesia Malaysia, ibuku keturunan bugis Makassar dan ayahku dari Malaysia, Tawau.

Saat ini aku tinggal bersama ibuku, kami seringkali menghabiskan waktu bersama, memasak bersama, ngobrol bersama, bahkan kadang juga bergosip bersama, hahaha.

Ibunda juga sering menceritakan kisah asmaranya di waktu muda bersama ayah, kata beliau ia sangat mencintainya, benar benar mencintainya, hingga keduanya di pisahkan oleh hal yang disebut takdir.

Iya, ayahku telah berada di alam sana dua tahun yang lalu, meninggalkan ibu dan diriku. Kami sempat terpukul akan hal itu, namun ibu berusaha bangkit, bekerja untuk menghidupkan dan menyekolahkanku, kini beliau bekerja di salah satu kantor swasta di kota kecil, Malino.

Ohya, nama ibuku Hamiya Siti Mujawaroh.

🧀🧀🧀

Aku suka sekolahku, dimana aku bisa menuntut ilmu dan belajar berbagai hal. Teman teman yang selalu ada di dekatku, meski hanya membutuhkanku di saat ia kesusahan dalam mata pelajaran. Iya, aku tergolong siswa yang berprestasi dalam bidang akademik, aku bangga akan hal tersebut dan tentunya suatu kebanggaan kepada ibuku sendiri.

Senin pagi, seperti biasa. Kuayunkan roda sepedaku menyusuri jalan setapak, lantas keluar menuju jalanan umum. Terlihat dedaunan berguguran diterpa angin pagi, jalanan licin, basah setelah diguyur hujan subuh tadi. Senin ini tentunya masih tetap terasa dingin, dan aku suka kesejukan itu.

Ruang kelas IPS satu masih tetap terlihat sama, guyonan candaan masih tetap terdengar, layaknya pasar malam yang di penuhi dengan remaja kasmaran, bedanya pasar malam IPS satu di buka hanya saat pagi hari.

Seperti halnya sekolah kebanyakan, pagi Senin ini kami akan mengadakan upacara bendera. Terlihat kerumunan siswa berkumpul di lapangan sambil berbaris, mengatur barisan sesuai dengan posisi masing masing. Aku adalah ketuanya, dan aku harus memastikan bahwa barisan kelasku harus tertata sesuai dengan perintahku.

Lima menit menjelang upacara, beberapa bagian di dalamnya telah dilaksanakan. Para siswa tentunya merasa bosan akan upacara di Senin pagi ini, namun hal tersebut seketika sirnah, disaat terpampang jelas pemandangan memalukan yang ada didepan kerumunan para siswa dan guru.

3 murid laki laki yang di seret menuju depan kantor BK, aku rasa ia kedapatan bersembunyi di kantin sekolah pada saat upacara bendera di adakan. Yang membuatku merasa kecewa, di antara murid laki laki tersebut ialah Malik, Malik yang aku kagumi sejak kelas satu SMA.

Back to memorial IPS 1 kelas 1 :

Saat itu usiaku menginjak lima belas tahun. Tahun pertama di SMA 1 Malino. Aku polos, seperti murid cewek kebanyakan, terlalu mudah jatuh hati kepada seorang cowok.

Pada waktu itu kami melakukan pembersihan kelas, murid di bagi ke dalam beberapa kelompok, menyapu dan mengepel lantai harus berada di dalam ruangan, sedangkan yang lainnya harus membersihkan taman.

Aku berada satu kelompok dengan Malik, saat itu aku belum terlalu kenal dengannya, sebatas teman biasa yang bagiku tak terlalu penting akan kehadirannya, ia termasuk murid yang menjengkelkan menurutku, suka menjaili wanita dengan tingkah kekanak kanakannya. Sampai akhirnya ia merubah pandanganku terhadap dirinya, satu kata yang membuatku perlahan memperhatikan tingkahnya.

"Kamu ketua kelas kita yah ?," tanyanya membuka pembicaraan saat mengangkat sebuah pot bunga besar bersamaku.

"Iya," jawabku cuek.

Mendengar jawaban singkat dariku, ia lantas menatapku tajam. Mungkin merasa jengkel dengan sikap dinginku ini, tiba tiba ia mengatakan sesuatu yang seketika membuat alisku tertekuk tajam.

"Kamu pendek yah."

"Apa ?!."

"Tapi manis." sambungnya dengan senyuman kecil. Mendapatkan perlakuan manis darinya, membuat amarahku perlahan reda. Aku tak tahu dengan apa yang di ucapkannya, apakah ucapan tersebut tulus atau hanya sekedar gurauan, namun yang pastinya aku tak bisa berbohong, kalau sejak saat itu aku malah tertarik dengannya.

🧀🧀🧀

"Kamu di hukum yah ?," tanyaku kepada Malik saat melihatnya terlambat masuk. Tetesan keringat terlihat bercucuran di leher jenjangnya, sesekali ia mengipas tangannya dan bernapas panjang tersengl sengal.

"Anjrit !, aku di hukum lari sepuluh putaran, rasanya aku ingin mati !."

"Kamu sih !, sudah tahu lagi upacara, malah mengunyah di kantin belakang."

"Ah! Terserahlah, aku mau berhenti sekolah saja."

"Jangan !," jawabku tiba tiba.

"Kenapa ?."

"Hmm ?, Nanti kalau kamu berhenti, kamu mau jadi apa bodoh !," jawabku seakan mengelak.

"Hmm ?, Aku kira kamu akan kesepian kalau aku tak ada, hahaha."

"Dasar halu !." bentakku sambil memukul punggungnya yang sedang tepar di bangku kelas.

Sejak satu mingu belakangan ini perlahan Malik menunjukan perubahan positif, aku membantunya melakukan hal yang lebih bermanfaat, mengajari pelajaran yang tak dipahaminya, menasehatinya agar tak melakukan hal yang konyol. Menurutku, aku seperti menjaga adik kandung yang seumuran denganku.

Kepercayaan yang di berikan pak Husain kepadaku tak serta merta berjalan dengan mulus, banyak tanggapan dari teman sekelas bahwa kedekatanku dengan Malik layaknya pasangan kasmaran. Dan hal tersebut mungkin tak di sukai oleh beberapa di antara kami, terkhususnya Ibra.

Aku pernah tak sengaja beradu pandang dengannya, tatapan tajamnya seakan ingin membunuhku. Ia bahkan terus melakukan tekanan terhadapku, menyenggolku dengan punggung besarnya, menjatuhkan bukuku di atas meja, bahkan sesekali ia merebut tasku dan memeriksanya. Hal tersebut di lakukannya saat aku tak bersama Malik.

Entahlah, apa yang merasuki anak ini. Apakah ia cemburu saat aku berteman dengan malik ?, ataukah ia malah penyimpan perasaan dengan sesama laki laki ?, dasar homo !. Pikirku demikian.




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Malino CheeseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang