1. Awal

44 1 0
                                    

Perempuan itu berjalan dengan tergesa-gesa, melewati koridor yang ramai akan lautan siswa.

"Gawat! Bisa-bisanya gue telat bangun!" maki Audy pada dirinya sendiri.

Ini semua karna drama yang Ia tonton bersama Shafa kemarin. Ia sampai begadang dan menangis dramatis hanya karna drama sialan itu. Ia bahkan sampai lupa untuk mengerjakan tugas yang sialnya akan di kumpul pada jam pelajaran pertama pada hari ini. Alhasil ia harus mengerjakan tugas tersebut sampai jam dua dini hari, barulah ia bisa tidur dengan tenang.

"Permisi bu, maaf saya telat" ujarnya ragu-ragu. Pasalnya guru antropologinya yang satu ini terkenal dengan ke-killerannya, beliau sangat disiplin dan tidak akan ragu mengeluarkan murid yang di anggap 'tak layak' mengikuti kelasnya.

"Kamu tau apa yang harus kamu lakukan Audy?" tanya Ibu Latifah dingin, matanya menyorot tajam di balik kacamata minusnya.

"I-iya bu, maaf" ujar Audy hendak beranjak karna tau Ia harus menjalani hukuman lari keliling lapangan sebanyak lima kali putaran, persis seperti perjanjian di awal mereka masuk SMA.

"Tunggu dulu." cegah wanita berhijab itu, berjalan mendekati Audy yang sekarang menunduk takut.

"Mana tugas kamu? Jangan merasa bebas dari tugas karna kamu saya hukum" Ibu Latifah menyodorkan tangannya pada Audy.

Audy segera membuka tasnya, mencari dimana buku tugas antropologi bersampul putih miliknya. Dan sial! Ternyata buku itu lupa ia masukkan ke dalam tas setelah ia mengerjakan tugas semalam. Padahal ini adalah salah satu alasan mengapa ia sampai telat seperti ini.

"Tu, tugas saya ketinggalan bu" cicit Audy.

Hal itu tentu memancing emosi Ibu Latifah
"Kamu ini bagaimana? Ceroboh sekali. Atau jangan-jangan itu cuma alasan kamu ya?!" tuduh beliau

Audy tidak berani menjawab, ia hanya tertunduk memandangi pantofel hitamnya.

"Jangan mentang-mentang kamu itu pintar kamu bisa semena-mena audy! Sudah terlambat, tugas gak ngumpul. Sangat tidak disiplin! Sekarang kamu lari, sepuluh putaran!" bentak Ibu Latifah.

Audy terperanjat, dan segera bergegas mengerjakan hukuman setelah meletakkan tasnya di bangku Shafa yang berada di deretan paling depan dan dekat dengan pintu. Shafa memandang Audy dengan tatapan "maaf, gara gara gue" namun Audy mengabaikannya, dan segera keluar kelas menuju lapangan SMA Bunga Bangsa.

Audy meringis melihat lapangan di depan matanya.

"Lapangan segede bandara gini harus di puterin sepuluh kali? Ya tuhan" rengeknya.

Audy memulai putarannya di bawah sinar mentari pagi. Berlari bersama tatapan kakak kelas yang tengah berolah raga di lapangan.

Banyak pasang mata menatapnya. Ada yang menatap dengan iba, heran, ataupun sinis. Namun tak sedikit pula yang mengabaikannya. Audy tak mengindahkan hal itu, ia terus berlari agar bisa cepat selesai.

Jika kalian bertanya, mengapa Audy tidak berjalan saja? Atau justru pergi ke kantin.

BIG NO! Itu bukan Audy sekali, Ia tau ini semua kesalahannya, kesalahan atas kelalaiannya. Ia harus bertanggung jawab, bagaimanapun juga. Lagian tidak mungkin ia lari, jika mata-mata Ibu Latifah saja bertebaran di mana-mana bagaikan helaian sayap burung merpati.

Setidaknya di setiap kelas pasti ada 'tangan kanan' guru berhijab tersebut. Walaupun hanya satu. Ibu Latifah adalah orang yang cerdik, tidak akan ada yang tahu siapa orang yang Ia tunjuk sebagai 'tangan kanannya'

Di putaran ke tiga Audy mulai ngos-ngosan. Ia tidak sarapan. Bagaimana mau sarapan? Sedangkan ia bangun tepat setengah jam sebelum bel sekolah berbunyi. Tadi pagi saja Ia harus berurusan dulu dengan Ibu Ani, guru BK khusus kelas X.

Audy yang awalnya lari kini mulai berjalan. Lama kelamaan semakin pelan jalannya. Ia tertunduk memegangi lututnya. Ia mendengar suara keributan dari arah kakak kelasnya berolah raga.

Sontak Audy menengok ke arah mereka, namun belum sampai satu detik, sebuah bola volly berwarna putih menghantam wajahnya.

BUGH!

Audy terjatuh, memegangi kepala serta wajahnya yang berdenyut sakit.

Seseorang menghampiri Audy.

"Lo gak papa?" tanya orang itu datar.

"Gak, gak papa kak" balas Audy sambil meringis.

Tiba-tiba datang tiga orang kakak kelas lagi, dua orang laki-laki dan satu perempuan.

"Woi prince, anak orang mimisan tuh!" Seru Angga heboh. Ya Audy memang mengenal Angga, secara Angga adalah mentornya saat MOS dulu.

"Ya ampun Audy gak papa?" tanya Reina.

"Gak kak gak papa, cuma pusing dikit" ringis Audy

"Aduh, lo mimisan ini" tunjuk Dhio pada hidungnya.

Refleks Audy menyentuh hidungnya, darah. Audy benci darah!

Seketika perutnya mual, pandangannya kabur, lalu gelap.

🏥🏥🏥

Audy terbangun, seketika kepalanya terasa seperti terhantam sesuatu. Ia memegangi kepalanya yang berdenyut sakit.

"Shhh" rintihnya.

Suaranya ternyata berhasil menarik perhatian dua orang yang ada di sana.

"Audy lo gak papa? Apa yang sakit? Masih pusing hm?" tanya Reina panik.

"Gak kak, gue gak papa"

Prince yang melihat drama di depannya berdecih.

"Cih, lebay. Tadinya aja gak papa, giliran tau mimisan langsung pingsan"

"Prince! Lo tuh gak boleh gitu. Harusnya lo minta maaf! Dia tuh kaya gini gara-gara lo" tegas Reina

Audy memutar bola matanya.

Ini baru drama yang sesungguhnya.

"Udah lah! Dia nya aja yang lebay Rei! Gue cabut"

Prince melenggang pergi keluar UKS. Menyisakan dua gadis itu dalam keheningan.

PRINCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang