"Papa! Jangan paksa aku terus!" bentak seorang remaja laki-laki pada papanya.
"Tidak ada penolakan Jimin!" Bogum melotot marah pada anaknya. "Papa cuma ingin agar kamu bisa menjadi anak yang lebih baik lagi," lanjut Bogum dengan suara yang rendah.
"Tapi aku nggak suka sekolah di desa!" ujar Jimin bersikeras.
"Papa tidak meminta pendapatmu tentang suka atau tidak suka, kamu tidak bisa membantah papa."
"Papa, aku janji bakal berubah kali ini. Please Pa, jangan sekolahkan aku di desa." Jimin menyatukan kedua tangannya dan menatap Bogum dengan tatapan memelas.
Bogum menggeleng. "Tidak. Dari dulu kamu janji-janji terus, tapi apa? Kamu bukannya berubah malah makin rusak dengan teman-teman kamu itu,"
"Tapi pa..."
"Alah tidak ada tapi-tapian! Kamu itu perlu dididik oleh nenekmu langsung biar tau sopan santun sama tata kerama," ucap Bogum tegas.
"Orang desa itu kotor, menjijikan, kampungan, jelek..."
"Diam mulutmu Jimin! Mulutmu memang sudah keterlaluan sekali." Bogum menatap geram anaknya itu.
"Sudahlah, papa memang tidak pernah sayang denganku!" Jimin berjalan ke kamarnya dan menutup pintu kamar dengan keras.
"Ini semua demi kebaikanmu nak," guman Bogum memandang kearah kamar anaknya.
***
Sebuah mobil sedan putih berhenti didepan rumah mewah namun terkesan tua,seorang pria berumur 40 tahun keluar terlebih dahulu kemudian diikuti oleh anaknya.
"Ayo masuk," ajak Bogum pada anaknya. Jimin hanya menggerutu tidak jelas tetapi kakinya melangkah masuk kedalam rumah tua itu.
"Ibu..." suara Bogum menggema saking besarnya rumah tersebut.
Mata Bogum melirik kanan kiri, namun tak menemui keberadaan sang ibu.
"Dimana ibu?" tanya Bogum sambil berjalan kearah kamar sang ibu.
"Sudahlah Pa, mungkin nenek tidak tinggal disini. Ayo pulang saja," ujar Jimin yang mulai merasa asing pada rumah itu. "Ini rumah manusia atau rumah setan? Menyeramkan sekali." ucap Jimin dalam hati ketika memperhatikan keadaan rumah dengan sarang laba-laba di setiap langit-langit rumah, belum lagi debu-debu yang menempel pada barang-barang antik dirumah itu.
"Ternyata Ibu disini," kata Bogum lega ketika menemukan Ibunya sedang duduk di kursi goyang didalam kamar yang kurang pencahayaan.
"Dia terlihat seperti nenek lampir," gumam Jimin tanpa sadar saat melihat rambut putih neneknya yang sangat panjang dan tatapan mata wanita tua itu begitu tajam.
"Jaga bicaramu Jim," tegur Bogum dengan suara berbisik.
"Jadi itu anak yang akan kau titipkan padaku?" tanya wanita tua itu dengan menatap tajam Jimin. Jimin hanya bersembunyi dibalik punggung Papanya karena takut mendapat tatapan menyeramkan dari wanita tua itu.
Bogum mengangguk. "Iya Bu, namanya Jimin. Tenang saja dia anak yang baik. Jimin tidak akan merepotkan Ibu," ujar Bogum. "Ayo kenalkan dirimu pada nenek," lanjut Bogum menyuruh Jimin.
Jimin meneguk air ludahnya. Dengan ragu kakinya melangkah maju. "Hai nenek, kenalkan namaku adalah Park Jimin. Senang bertemu dengan nenek." Jimin membungkukkan badannya kemudian memasang senyum kaku pada sang nenek.
"Aku tidak yakin jika dia aman disini," ucap wanita itu yang terus menatap mata Jimin.
"Hah? Kenapa Bu?" tanya Bogum tak paham.
"Maksud nenek apa?" Jimin bertanya bingung.
"Matanya sangat langkah, ada banyak makhluk jahat yang mengincar matanya itu."
"Ha? Aku pikir mataku biasa saja seperti orang lain. Aku benar-benar tidak mengerti yang nenek ucapkan," Jimin mengerutkan dahi.
"Ibu ini ada-ada saja, mana mungkin ada seperti itu. Ibu terlalu lama menyendiri makanya jadi seperti ini," ujar Bogum tak percaya sambil terkekeh kecil.
"Kau terlalu meremehkan. Jangan salahkan aku jika keadaan yang buruk akan menimpamu," ujar wanita itu dengan dingin.
"Ibu tidak perlu percaya takhayul. Kalau begitu aku pamit pulang dulu, dan kau Jimin jangan pernah menyusahkan nenekmu." Bogum menatap putranya.
"Kenapa cepat sekali pulang?" tanya Jimin seperti tak rela ditinggal.
"Papa sibuk sekali di kantor nak, sebulan sekali papa akan menemuimu." ucap Bogum tersenyum.
Jimin menganga lebar. "Sebulan sekali? Yang benar saja! Itu sangat lama."
"Tolong mengerti pekerjaan papa, Jim." Bogum memegang kedua bahu Jimin. "Kamu pasti akan suka tinggal disini,"
"Tapi pa,"
"Anak laki-laki tidak boleh manja. Kalau begitu papa pergi dulu, ada meeting mendadak sejam lagi," Bogum melihat arlojinya. "Ibu, aku pergi dulu. Jaga diri ibu baik-baik," pamit Bogum sambil mencium punggung tangan ibunya.
"Hati-hati di jalan," pesan sang ibu.
Bogum mengangguk. "Iya Bu. Papa pergi dulu ya Jim,"
Bogum melangkah pergi meninggalkan Jimin dan neneknya. Jimin hanya menatap dengan tatapan sedih.
"Pergilah ke kamarmu yang berada di lantai dua. Setelah itu turun kebawah, kita makan bersama." ucap wanita itu lalu memejamkan matanya. Kursi itu terus bergoyang-goyang.
"Aku harap, aku bisa betah tinggal ditempat angker ini." Jimin membatin sedih.
[][][]
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKOLAH SETAN
TerrorKetika memasuki gerbang itu, kau akan melihat yang seharusnya tak dilihat! cover by @Renichoo