3 | temu

336 19 5
                                    

[ ‼️ ] typo bertebaran

•••

Aroma tajam petrichor menggelitik paksa penciuman Kena

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aroma tajam petrichor menggelitik paksa penciuman Kena. Hujan di pagi buta, terasa aneh untuk pertengahan bulan Maret. Memang kondisi cuaca tahun ini sulit diprediksi. Bisa tiba-tiba hujan, lalu berubah terik semaunya.

Kena mendengus kesal. Sedikit merepotkan jika tumpahan langit itu turun di pagi hari. Bus way yang sering ia tumpangi akan terasa lebih lamban dari biasanya. Ahh yasudahlah, jalani saja.

Setelah sedikit merenung tentang apa yang akan terjadi, Kena memutuskan untuk segera bersiap ke sekolah. Menuruni anak tangga dan segera duduk bersila di kursi makan.

Terlihat Areta, Sang bunda yang tengah sibuk membolak-balik masakan yang tengah ia goreng di penggorengan. Berbeda dengan Karel yang merengek di depan tumpukan mainannya entah karena apa. Dasar bocah!

"Hujan nih, bun. Males sekolah" Ucap Kena sembari melahap potongan roti selai yang ia buat sebelumnya.

Areta hanya mengangguk. "Bunda juga males nih kasih jatah jajan."

Kena sontak berhenti melahap roti. Matanya membola menatap Areta penuh harap.

"Yee bunda ga asik banget sih diajak bercanda juga. Kena jadi males ah, mau berangkat aja kalo gitu."

Kena berdiri. Melangkah menghampiri Areta yang hanya terkekeh pelan, lalu bersaliman dan melenggang pergi meninggalkan adiknya yang semakin menangis karena uluran tangannya tak di hiraukan oleh sang kakak.

•••

Moge hitam milik Juna terlihat melesat memasuki lahan parkiran sekolah. Cukup sepi. Mungkin karena situasi sedang turun hujan, banyak pengguna roda dua beralih untuk menaiki kendaraan lain.

Belum sempat Juna memarkirkan motor miliknya, kucing hitam liar bak kesetanan melintas cepat di depan motornya. Membuat Juna sempat hilang kendali dan memutuskan untuk banting setir menerjang genangan air. Hingga, naas—

"Anjirr! seragam gue?!"

Pekikan keras seorang gadis ber ransel navy berhasil membuat Juna berpaling ke arahnya. Bercak noda coklat pekat khas air hujan kini memenuhi seragam sang gadis. Awakknya terpaku, wajah chubbynya merah padam tersulut amarah.

"Tanggung jawab!" Kena, nama gadis itu. Dirinya menekan setiap kalimat yang ia utarakan.

Juna terdiam cukup lama, lalu ber
alih memarkirkan malika (motor hitam milik Juna) ke pinggiran trotoar agar tak menghalang siswa lain berlalu lalang. Juna berakhir menghadap Kena, menunduk menatapnya. Dirinya merasa tak bersalah, kucing sialan.

hiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang