8 - SL- Consciense

862 145 13
                                    

      Pertempuran rasa iba, kasihan atau tulus, ikhlas untuk membantu. Rose menunduk saja memandangi kedua sepatunya dengan tas jinjing yang ada dibawah. Disini pesan positifnya, bukan Rose yang menunjukkan sekuat tenaga untuk menarik perhatian Andy, tetapi anak laki-laki itu yang sangat bersemangat ketika dirinya masuk melalui gerbang tinggi yang dibuka oleh petugas keamanan rumah Suga, berlarian menghampirinya. "Kata papa, tante ikut pergi temenin aku ke dokter Chen."

      "Iya nih, papa kamu gak tau alamatnya. Padahal sudah tante kirim alamatnya, jelasin juga. Pake google map juga bisa kalau gak tau. Dia bilangnya 'oke tau.' Terus katanya bingung."

      "Tapi aku gak mau kalau berdua sama papa atau sama nenek. Nanti dimarah-marahin terus." Sahut Andy enteng, menggenggam erat tangan Rose, mengajak masuk.

      "Gitu ya, nanti tante marahin balik kalau marah-marah aja kerjanya."

Pemandangan berbeda, terjadi di dalam rumah, Sunny menyenggol lengan putranya yang pengecut yang beraninya memperhatikan di balik dinding kaca saja. "Ini kita sebenarnya pergi jam berapa? kamu mau jadi patung lama-lama disini. Masih pake kolor lagi." Tegur Sunny, tidak perduli seraya meneruskan langkah kakinya keluar dari pintu sudah lengkap dengan koper dan peralatannya yang lain. Mereka akan menginap di desa. Seperti sebuah tantangan untuk Sunny yang memiliki jiwa modern dalam nuansa perkotaan. "Haiiii, Roseanne ya. Ayuk kita pergi."

      "Oh iya bu." Rose mengekor di balik tubuh Sunny sambil memegang jemari Andy, menengok ke belakang mencari-cari Suga yang tidak kunjung keluar dari rumah. Supir membuka pintu mobil untuk Sunny. "Ehm, saya panggil mas Suga dulu aja bu, biar cepet."

     "Boleh, ide bagus. Dari tadi emang gak jelas kelakuannya. Belum ganti baju. Kamu samperin ke kamarnya aja."

Kemudian mengedipkan satu matanya untuk Andy setelah anak laki-laki itu duduk dengan manis di dalam mobil. "Jangan nakal ya."

Rose menutup pintu mobil, setidaknya ini sedikit menghilangkan kecanggungan antaranya dan Sunny. Berlari-larian. Diambang pintu utama hampir saja terbentur tubuh Suga yang bersiap pergi. "Kamu ngapain lari-lari. Kalau jatuh gimana. Lantainya sering licin disini."

      "Harusnya sudah siap dari tadi mas broo, kan tau nyampe kesana itu berjam-jam."

      "Ini saya sudah siap, tapi kayaknya ibu saya udah pergi duluan tuh. Liat ke belakang."

      "Hah. Lhoo, lhoo." Rose menoleh cepat, panik memegangi kepalanya. "Seriusan, mungkin nunggu di depan kali."

      "Bentar ya." Suga menjawab panggilan dari Sunny, ia sengaja menggunakan pengeras suara agar Rose juga bisa mendengar. Selain itu Andy memastikan jika papa dan Rose benar-benar ikut pergi. Kemudian panggilan berakhir.

      "Ayo, katanya disuruh cepet." Ajak Suga sambil membuka telapak tangannya di depan Rose .

      "Itu tangan mau ngapain?" Tukas Rose kesal, kesalahan dilimpahkan sepenuhnya terhadap Suga karena ia terjebak selama perjalanan, berdua bersama pria itu.

      "Tas kamu saya bawain." Diambil begitu saja, tanpa mengindahkan penolakan.

Rose merusaha merebut tasnya, sayangnya tidak berhasil, "coba kamu diem sebentar. Nah berdiri disitu."

     "Gak deh, curiga pasti mas suruh saya aneh-aneh."

     "Enggak, ngapain suruh aneh-aneh. Diem sebentar." Suga berbicara serius, matanya, semuanya terlihat serius. Sampai membuat Rose tidak bisa berkata-kata lagi.

     "Tsk, iyaaaa. Ini saya udah diem."

     "Lama, gak jadi."

     "Kan, kan nyebelin."

Shirui Lily || Yoonrosé [𝐄𝐍𝐃]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang