Park Jimin [Don't fit]

261 24 6
                                    

Pagi menjelang siang. Namja bersurai blonde tengah berdiri tertunduk di atas rooftop merasakan hembusan angin.

"Baiklah, ini saatnya."

Baru saja hendak melangkah ke depan, dua obsidiannya melihat seorang namja berambut peach, tengah duduk bersandar pada pagar pembatas. Punggungnya dalam balutan baju berlengan pendek terlihat lemas, kepalanya pun menunduk dalam. Di dekatnya tampak sebuah tas ransel hitam dan beberapa buku yang keluar dari tas tersebut.

Lagi-lagi menghiraukan pergolakan dalam dirinya, Kim Namjoon mendekat dan berucap.

"Hey, don't do it please!"

Namja berambut peach itu mendongak padanya. Wajahnya kelihatan kusut tampak habis menangis agaknya. Namjoon sendiri ikut duduk bersandar pada pagar di dekatnya meskipun berlawanan arah. Ia menatap namja itu setelah melihat nama yang tertera pada salah satu buku.

'Park Jimin'

"Sepertinya kau seorang mahasiswa." duga Namjoon.

Park Jimin tidak menyahut pernyataan tersebut. Ia hanya menunduk, menatap lantai yang tengah ia duduki kini. Netranya tampak bergetar dalam matanya yang sayu.

"Mungkin sebelumnya kau pernah dengar."

"Semua orang di universitas tempat aku kuliah membenciku. Mereka menatap benci padaku karena sebuah kabar yang mengatakan kalau aku telah menabrak mahasiswa lainnya hingga tewas. Padahal itu tidak benar. Pelaku penabrak mahasiswa itu adalah orang lain yang sudah kabur sebelum aku datang. Semua orang mengecapku pembunuh."

"Bahkan, tak sesekali mereka membully ku. Mencoret mejaku dengan tulisan 'Mati sana dasar pembunuh!', 'Pembunuh tidak pantas kuliah di sini dan dimana pun', dan sebagainya. Aku rasa aku tidak cocok berada di dekat orang-orang." jelas Jimin.

Mendengar cerita namja tersebut, Namjoon merasa jengkel dan menyalak. "Astaga! Apa kau serius?! Aku tidak percaya kau sepayah itu! Hanya karena masalah sepele seperti itu kau duluan berada di sini daripada aku."

Jimin yang mendapat balas demikian menoleh ke arah Namjoon yang telah menundukkan kepalanya.

"Asal kau tahu saja ya, walaupun kau diperlakukan seperti itu di kampusmu setidaknya kau itu masih disayangi oleh orang-orang di rumahmu. Orang tuamu maupun saudaramu. Selalu ada makan malam yang menunggu kau tahu." tuturnya.

"Sementara aku..." sebuah ingatan melintas di pikirannya.

"Kau keterlaluan!" teriak seorang pria kepada seorang wanita di ruang makan.

"Apa maksudmu? Bukannya kau yang keterlaluan! Kau jelas-jelas selalu pulang larut dalam keadaan mabuk setelah keluyuran entah kemana!" balas wanita itu.

Sementara itu, Namjoon hanya melihat peristiwa itu dari sebalik tembok ruangan dengan tercengang. Pria yang ternyata adalah ayahnya tengah bertengkar dengan wanita yang merupakan ibunya.

"Kau tidak suka? Ya sudah, cerai saja kalau begitu!"

"Baik, mulai saat ini kita cerai! Jangan pernah datang untuk meminta duit dariku, dasar pria bajingan!"

Ibu Namjoon berjalan keluar dari ruang makan meninggalkan ayahnya yang kembali minum-minum. Namjoon sendiri berlari ke kamarnya dan duduk di atas kasur sambil memeluk kedua lututnya.

"Kenapa eomma dan appa selalu bertengkar? Kenapa semuanya berubah?"

"Joonie."

Namjoon menolah dan mendapati ibunya telah masuk sambil membawa beberapa koper.

"Eomma mau kemana?" tanya Namjoon.

"Eomma akan pergi jauh. Eomma lelah dengan ayahmu yang keterlaluan itu. Kau harus pergi dan menghidupi dirimu sendiri." tukas ibu Namjoon.

"Sendiri? Kenapa eomma tidak membawaku?" tanya Namjoon tidak percaya dengan apa yang dikatakan ibunya barusan.

"Kau tidak perlu tahu. Yang jelas, mulai sekarang urusi hidupmu sendiri!" tegas wanita itu yang kemudian pergi meninggalkan rumah. Namjoon sendiri hanya bisa menangis di kamarnya.

Saat matanya melihat foto-foto bahagianya dengan orang tuanya yang terletak di atas meja belajarnya, tangisnya semakin menjadi. Hingga ia berdiri dan melempar semua foto itu ke lantai sambil berteriak karena merasa sakit.

"Waeyo?! Wae?! Wae?!"

Kedua tangan Namjoon terkepal kuat, menahan pahitnya memori hari itu. Jimin sendiri sudah tidak melihat ke arahnya. Tidak berselang lama, Jimin berdiri dan Namjoon baru menyadari kalau ternyata namja tersebut lebih pendek darinya.

"Ah, aku lapar." ucap Jimin disusul oleh air mata yang jatuh.

Namjoon masih memandangi Jimin sebelum akhirnya namja dengan surai berwarna peach itu menghilang dengan sebuah senyuman di antara tangisannya.















Tbc.

Next? Please comment.

Stay safe ya teman-teman semua. Jangan lupa jaga kebersihan dan rajin cuci tangan ne~☺

My RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang