BAGIAN 8

495 15 0
                                    

Sudah semingu aku di Jepang, juga ibuku yang sudah pulang tiga hari yang lalu karena urusan penggalangan dana. Aku sudah sedikit hapal dengan daerah kampus dan rumah yang di sekitar perjalanan pulang-pergi di kelilingi restoran ramen yang murah dan toko-toko kecil yang penjualnya sangat ramah akan pembeli atau pejalan kaki yang lewat. Dan baru seminggu aku sudah mnguasai sedikit bahasa Jepang yang sering aku dengar di sekitar lingkungan penginapanku. Siang hari di jepang di musim semi terasa hangat dengan mekarnya setiap pohon sakura yang ada. Hiruk pikuk angin yang berhembus, membuatku makin merasaakan perbedaan antara tanah airku dan negeri sakura ini. Mumpung belum kuliah, aku memotret beberapa titik yang bagus untuk aku abadikan dan untuk aku kirim pada ibuku.

∞∞∞

Bulan demi bulan terlewati tanpa terasa. Buku diary kupun sudah penuh sebelum aku menceritakan hal-hal yang aku lakukan di kampusku nanti. “ aduh… diaryku habis, dimana yah aku bisa beli buku diary di sekitar sini?.” Aku jalan keluar menelusuri jalan menuju kampus. Sambil terus berjalan, aku melihat sesosok laki-laki yang sepertinya aku kenal. Aku mendekati sosok itu dan benar saja kalau laki-laki itu adalah laki-laki yang aku temui di rumah Fumiko-san. “ Anggi…” panggilku dengan suara melengking. “anggi…” aku mendekatinya. “ Anggi, boleh minta tolong tidak?.”

“ a..a..ada apa?.”

“ bisa anterin aku ke toko buku enggak. Aku kan belum kenal semua daerah Jepang.”

“ mau beli buku yah?”

Iya. Bisa tidak?”

“ bisa. Lagipula aku juga udah minta izin kok sama Fumiko-san.”

 Selama perjalanan ke toko buku, Anggi bercerita tentang kenapa dia bisa berada di  Jepang. “ aku bisa ke sini karena kedua orangtuaku. Ibuuku orang Jepang dan ayahku orang Indonesia. Setelah ayahku hilang entah kemana, ibuku membawaku ke ;jepang. Aku dan ibuku tidak pernah tau apa alasan ayah meninggalkan aku dan ibuku.” Anggi terlihat sedih. “ sorry yah, aku jadi bikin kamu curhat sama aku deh…”

“ engak apa-apa.. lagi pula aku udah lama enggak pernah cerita panjang lebar sama orang.”

“ kalau begitu mulai sekarang kita berteman yah.” Ajakku sambil menawarkan jari kelingkingku.

“ kayak anak kecil aja…” ledek Anggi.

“ biarin. Aku juga sama sepertimu, aku tinggal bersama ibuku. Kau pernah bertemu dengannya kan.” Aku balik menatapnya.

Dia hanya ikut mengangguk.

“ ayahku meninggal karena dikirim untuk perang waktu aku masih sekolah dasar.”

“ kalau begitu kita bernasip sama.”

“hmm… eh sudah berapa lama kamu di sini?”

“ sudah lama. Kenapa?”

“ tidak, hanya ingin tau saja. Kalau begitu, ajari aku bahasa Jepang yah.” Pintaku.

“ lain kali akan aku ajar, tapi sekarang katanya mau beli buku dulu. Kita sudah sampai ditoko bukunya. “ kata anggi mempersilahkan ku masuk duluan. “ kamu mau beli buku seperti apa?”

“ buku diary.” Sambil memilah-milah buku yang aku pegang.

“ yang ini saja.” Ujar Anggi memperlihatkanku buku diary berwarna orange. “ inikan bagus ada kuncinya supaya tidak ada yang bisa buka diary kamu.”

Setelah membandingkan dengan pilihanku, aku memilih apa yang diusulkan Anggi padaku. 

“ setelah ini, kamu mau kemana?” tanya Anggi.

“ aku mau belanja, kamu anterin aku lagi yah… sekalian jadi translater dan penawar.”

“ hah?.”

“ kenapa kaget?.”

“ enggak.. reflex aja.”

“ untung aku ketemu dan kenalan sama kamu. Kalau tidak, maybe aku bakalan nyasar di negeri orang.”              

“ kamu mau beli apa aja di pasar?.”

“ hmm… beras, dan lain-lain. Aku enggak tau mau beli apa. Ntar aja kalau udah dipasar baru aku tau mau beli apa.”

“ iya juga sih… kamu kan orang baru disini.”

Saat di pasar tradisional, aku heran melihat pasar tradisional yang terlihat bersih dan teratur, tidak seperti di tanah airku. Saat aku melihat-lihat, aku mengambil beras sekarung sedang dan meminta Anggi untuk menawar beras itu. Aku tertawa kecil mendengar Anggi berbicara bahasa Jepang dengan pedagangnya. Setelah cukup lama berdebat akhirnya pedagangnya mau memberikan kami berasnya dengan harga yang sudah ditawar Anggi.  Setelah beras aku membeli lobak putih, sawi, labu, bawang-bawangan, kacang-kacangan dan buah apel yang juga di tawar oleh Anggi atas permintaanku. “ thanks yah.. udah nemenin aku sampai sore gini, ditambah lagi mau bantu bawain belanjaan aku.”

“ ya, doitashimashita. Lagipula….”

“ aku belum kenal kota Tokyo kan.”

Anggi hanya tersenyum. “ oh ya kapan kamu mulai kuliah?.”

“ hm… satu minggu lagi. Nani?.”

“ iie. Kamu kuliah di Toyo university jurusan apa?.”

“ aku mau ambil ekonomi dan bisnis. Kalau kamu, kuliah dimana?.”

Aku juga sama di Toyo university. Aku ambil ekonomi dan bisnis juga kayak kamu.”

Wah, bagus dong kalau begitu, kita jadi sering ketemu dan bisa lebih saling mengenal satu sama lain.” Ujarku senang. Tanpa tersadar,perjalan telah sampai di depan kontrakanku. “ udah sampai. Sekali lagi arigatou ne.”

“ doitashimashita..” seraya menyerahkan kantong belanjaanku.

∞∞∞

Diary,ini adalah malam kedua aku di negeri orang, aku bertemu dengan orang yang sama waktu pertama mencari kontrakan di jalanan waktu aku mau beli buku diary baru. Selain itu dia juga yang pilihkan aku diary ini dengan alasan supaya tidak ada orang yang bisa baca diary aku. Oh ya, dia juga ternyata satu kampus plus satu jurusan juga. Yah… lumayan, bisa diajak bahasa Indonesia sekali-kali. Kan capek juga kalo pake bahasa orang terus diary. Untuk hari ini udah dulu ya… aku udah mengantuk dan lelah banget seharian di luar. Sampai besok my diary…

Aku menyudahi curhatanku dengan buku diary ku di malam yang terlihat mendung diluar penginapanku. Sebelum tidur aku menutup jendela dan berdoa semoga esok hari akan lebih baik dari hari yang telah aku lewati.

∞∞∞

JEPANG, I'M COMING...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang