AKTARI || 08. Kenekatan Tante Eva

56 7 0
                                    

"Wah ... ini buat Aksara, Pa?"

Pria berumur 12 tahun itu mengambil sebuah gitar dari pangkuan pria dewasa.

"Iya. Kamu suka, 'kan?" tanya Heri seraya mengusap punggung sang anak.

"Suka, Pah. Makasih ya, Aksara jadi semangat belajar main gitarnya. Biar jago kaya Papa nanti." Aksara tersenyum gembira. Netranya bersinar menampilkan kebahagiaan. Tangannya tak berhenti memetik asal gitar di pangkuannya.

"Kamu harus jago pokoknya. Papa bakal ajarin kamu langsung." Heri mengacak surai sang anak gemas. Ikut bahagia melihat putra semata wayangnya bahagia.

Hah ....

Pria itu terbangun. Napasna memburu. Keringat dingin bercucuran di tubuhnya. Tangannya mengepal memperlihatkan buku jari yang memucat.

Diraihnya segelas air di nakas, lalu pandangannya ia arahkan pada jam dinding di kamarnya.

Pukul dua dini hari. Mimpi yang indah, namun terasa menyakitkan baginya.

Kembali, Aksara mengempaskan tubuh yang sebelumnya duduk tegak diatas kasurnya.

Matanya ia pejamkan. Alisnya saling bertaut dalam. Wajahnya merah padam. Kenapa mimpi itu kembali datang?

Sial.

***

"Aksara," panggil wanita paruh baya pada pria remaja yang baru sampai ditangga terakhir.

"Sarapan dulu, sayang." Aksara tersenyum singkat. Langkahnya ia bawa menghampiri sang mama di meja makan. Bokongnya ia dudukan selepas berhasil mendaratkan kecupan pada pipi wanita yang dia sayang.

Eva tersenyum. Lalu tangannya dengan lihai menyiapkan sarapan sang anak.

Keduanya makan dalam keheningan. Aksara dengan pikirannya, Eva dengan keberanian yang berusaha dikumpulkan untuk mengungkapkan hal yang mengganjal di pikirannya.

"Aksara ...," Aksara mengangkat pandangannya sekilas.

"Mama pengin ketemu papa." Sedetik kemudian Aksara menghentikan kegiatannya. Sendoknya ia letakkan perlahan.

"Mama kangen sama papa," lirih Eva. Rahang Akasara tiba-tiba mengeras.

Aksara menarik napasnya sejenak. Lalu ia hembuskan perlahan.

"Aksara minta, Mama jangan hubungi dia lagi," pinta Aksara dibuat setenang mungkin.

Aksara meraih segelas air dihadapannya. Lalu ia teguk dalam sekali tegukan.

"Aksara berangkat, Ma."

***

Ramai. Suasana yang takkan pernah lepas dari sebuah tempat bernama kantin di jam sekarang. Surga dunia bagi para cacing terpenjara yang selalu meminta jatahnya.

AKTARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang