Pelataran Hujan

383 49 71
                                    


Matahari belum sepenuhnya di atas kepala, tapi Ellora sudah berkali kali menghela napas berat sebab ocehan kepala sekolah yang tak kunjung sudah. Demi apapun Ellora tidak suka matahari, ia lebih memilih mengerjakan tugas matematika satu bab dibanding dijemur tengah lapangan. Terbukti dari kulit Ellora yang putih cerah, ia juga sering membolos pelajaran olahraga dengan alasan sakit, kecuali jika materi berenang maka ia lebih bersemangat.

"Sekarang kita akan mengumumkan juara juara terpilih kita dalam satu angkatan." Suara itu menginterupsi Ellora, malas sekali pikirnya. Namun disisi lain Ellora penasaran dengan laki-laki yang berhasil menggeser posisinya, kurang ajar.

SMA ini memang mirip sekolah swasta dengan bayaran yang terbilang tinggi disesuaikan dengan kemampuan para siswa. Semakin turun nilai atau peringkatnya, semakin mahal bayaran yang akan di keluarkan orang tua mereka. Ellora sadar dirinya tak akan mampu membayar itu jika peringkatnya dibawah tiga. Selama ini ia sekolah gratis, entah sekarang sudah naik berapa juta karena peringkatnya turun satu. Itu berarti Ellora harus bekerja lebih keras lagi sebab ialah satu-satunya tulang punggung sebab ibunya tak bekerja.

"Langsung saja untuk juara pertama. Selamat untuk Argaksa Bhataramana! Kelas 11 A! Jadi Argaksa ini memang anak baru yang masuk sekolah ini namun langsung ujian, sebab dia masih murid baru maka ruang ujiannya di ruang kepala sekolah didampingi langsung oleh kepala sekolah. Selamat Argaksa, kamu hebat langsung jadi juara!" Sambut MC yang disambut tepuk tangan meriah.

Bukan hanya karena cowok itu juara, namun ada yang lain. Ellora tebak tingginya 185cm dengan tubuh yang... astaga bahkan seragamnya begitu membentuk dada dan lengan cowok itu. Ya... ganteng sih Ellora tak bisa pungkiri fakta itu.

"Selanjutnya juara kedua, juara bertahan kita selama ini. Selamat untuk Ellora Serena kelas 11 A!"

Ellora berjalan mengikuti interupsi, berdiri tegak di samping cowok yang mana Ellora tak suka sebab menggeser posisi prestasinya. Cowok dengan alis lebat dan rahang tajam itu melirik, wangi cewek itu seperti kue tiramisu kesukaannya, tubuhnya tegak proporsional bak puteri yang percaya diri, wajahnya oriental khas Indonesia pada umumnya. Manis.

"Rambut kamu di cat lagi Ellora?" tanya MC yang kebetulan wali kelasnya. Tidak menggunakan mic, hanya berbisik namun masih bisa didengar Argaksa. "Kenapa pak? Apa rambut saya mengganggu pelajaran?" balas Ellora.

"Kamu harus menaati peraturan disini. Ini karena kamu anak murid saya makanya saya biarkan. Besok cat lagi rambut kamu jadi lebih natural sebelum saya botakin!" ancam guru berbadan gempal dengan kacamata bertengger di hidungnya. Ellora hanya diam, tak menanggapi. Baru juga seminggu ganti warna deh, lebay!

"Hai, kita sekelas?" Ellora menoleh, "mau sebangku sama gue nggak?" Cowok gila, pasti otaknya udah konslet. Siapa yang tiba-tiba ngajak duduk sebangku padahal nggak saling kenal?

Ellora balik menatap lapangan yang langsung berhadapan dengan para murid yang berbaris. Argaksa tertawa dan menggaruk pelipisnya, malu sih.. baru kali ini ia bersikap konyol depan perempuan.

***

Ellora menuruni anak tetangga dengan tergesa, ia ingin segera tiba di cafeteria tempat ia bekerja. Gailan hari ini ada rapat osis dan Mireille mengikuti ekstrakulikuler tarinya. Ellora sebenarnya juga mengikuti ekstrakulikuler bermusik, namun ia sudah jarang mengikuti kecuali ada panggilan lomba atau acara tertentu yang membuatnya mau tak mau menjadi salah satu gitaris.

"Ellora!" gadis itu reflek memutar tubuhnya 180° dan mendapati Argaksa melambaikan tangannya dan berlari ke arahnya sembari tersenyum menampilkan deretan giginya yang rapih. "Mau pulang? Gue anter ya, mau hujan nih."

"Gue bisa sendiri." Ellora kembali berjalan menuju gerbang sekolah, omong-omong cowok yang juga ikut berjalan di sampingnya ini sudah ikut pembelajaran pertama dikelasnya tadi. Argaksa duduk bersama Gailan, dimana berarti cowo itu duduk dibelakangnya. "Kenapa ngikutin sih?" risih cewek itu.

"Apa sih? Orang gue mau nyamperin temen gue! Oyy Samsul!!" Argaksa melambaikan tangannya pada dua cowok di parkiran dekat gerbang. Yang dipanggil itu menoleh bingung, menunjuk dirinya sendiri kemudian diangguki Argaksa. "Noh temen gue Samsul namanya!"

"Setau gue namanya Cakra deh?" balas Ellora

"Namanya juga temen, gue emang suka gitu manggil temen sendiri pake panggilan akrab. By the way beneran nggak mau gue anterin aja nih?"

"Main aja sama Samsul, gue bilang gue bisa sendiri!" tegas Ellora kemudian mendekati motornya dan langsung pergi meninggalkan cowok aneh itu. Ganteng doang ternyata gila.

***


Malam semakin larut, tubuh perempuan itu makin remuk dimakan waktu. Sudah tengah malam namun kondisi caffe bukannya sepi justru semakin ramai anak anak muda yang menongkrong sambil bermain billiards. Bandung begitu ramai, manusianya selalu sibuk sepanjang waktu. Banyak yang mengesampingkan jam tidur demi memenuhi beberapa lemburan atau mungkin undangan tongkrongan.

Ellora bekerja disebuah caffe dengan nuansa Ghibli khas anime Jepang. Di beberapa sudutnya terdapat meja billiard atau mungkin di lantai dua terdapat perpustakaan. Yang Ellora dengar, pemilik cafe ini sedang berpacaran dengan salah satu pelukis terkenal sampai-sampai atasannya itu dibuatkan sebuah museum seni yang bertemakan mereka berdua. Gemas, tapi Ellora tak berniat pacaran atau dekat dengan cowok manapun. Ibunya bisa memarahinya habis-habisan. Saat ini Ellora rasa satu-satunya pacar yang ia miliki adalah nasib malangnya.

Jam kerjanya habis, walau orang orang tak lagi seramai tadi namun Ellora dengan senang hati berjalan mendekati motornya dan membelah kota Bandung, memasuki gang kecil yang kalau pagi kerap bau tai ayam atau kalau hujan jalan itu menjadi begitu becek dan lembab.

Ellora mengetuk pintu namun tak terlalu kencang, tak mau sampai membangunkan ibunya yang biasanya sudah tertidur lelap. Sepanjang jalan tadi Ellora tak berhenti memikirkan situasi kemarin. Dia memang sengaja memilih untuk bersama sang ibu karena memang hanya dirinya lah yang dimilikinya. Walau ibunya selalu saja memikirkan nilainya dan prestasinya tanpa mau mengerti, Rita tetaplah ibunya. Ia tau Rita hanya mau menunjukkan pada ayahnya kalau dia bisa mendidik anak dengan baik meskipun sendirian. Walau caranya kerap kali membuat Ellora merasa hanya sebatas robot pencetak angka.

"Bu, Ellora pulang." ucapnya sembari menutup pintu.

Dada Ellora berkecamuk seakan baru saja di hantam ketakutan terbesarnya, ribuan panah bak melesat masuk ke dalam jiwanya yang kemudian mematung. Sesaat kala hujan tiba-tiba membasahi tanah dan petir menyala di langit-langit, Ellora baru tersadar dari kebekuannya.

Baru mau berbalik, netranya menangkap Rita sedang gantung diri diruang tamu, persis di depan tubuhnya serta kursi yang jatuh tepat dibelakang Rita. "IBUUUUU!!!!"

Cepat cepat Ellora melepas kaitan tali yang melekat di leher Rita. Tangannya berlumur darah bekas tangan Rita yang sebelumnya tersayat-sayat. Darahnya belum kering, itu berarti kejadiannya belum berlangsung lama. Dipangkunya tubuh Rita dan Ellora segera mengecek nadi. "Masih bernapas, tapi terlalu lemah."

Dengan air mata yang entah sejak kapan turun serta tangan gemetar, jadinya menekan nomer Gailan. Dihubunginya cowok itu karena hanya Gailan yang selalu ada disisinya tiap kali Ellora membutuhkannya sekaligus yang terdekat dari keberadaanya sekarang.

"Gal! Ke rumah gue, tolong, tolong Gal cepetan gue mohon..."

Gailan yang mendapati isakan tangis di seberang sana, segera berlari mengambil kunci mobil Dan bergegas menyusul. Memarkirkan mobilnya asal di depan gang dan langsung saja membuka pintu. Darahnya berdesir kala mendapati Ellora yang sudah menangis terisak dengan darah dan juga Rita yang terlihat seperti mayat.

"Gal.." netra itu selalu melemahkan Gailan, astaga Ellora terlalu berharga untuk menangisi kemalangannya.

Direngkuhnya tubuh Ellora, Gailan berusaha menenangkannya. "It will be okay," Gailan beralih menggendong tubuh Rita, membawanya ke rumah sakit secepat mungkin, dan berharap Ellora tak kan menangis lebih lama.

Terima kasih sudah membaca, 1 vote dan komentar sangat berarti untuk cerita ini. Hope u enjoy with my old story!

LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang