BREAKFAST MATE
EPISODE 3***
The person you consider ignorant and insignificant is the one who came from God, that the might learn bliss from grief and knowledge from gloom. –Khalil Gibran
***
"Welcome home, Sila Ganatya," baru sampai di kediaman keluarganya, Natya sudah disapa dengan nada sarkas oleh seorang pria. Pria itu bernama Ezra Mauzar, kakak sulung Natya. "Sendirian aja?"
"Kelihatannya gimana?" balas Natya dengan sama sarkasnya. "Audrey, dimana?" Natya mencari keberadaan kakak iparnya yang biasanya ikut datang ke rumah ini.
"Sedang morning sick, biasanya dia nggak suka aku dekati. Katanya bau," curhat Ezra yang memang baru diberi kabar kalau Odi—istrinya—hamil. "Sudah ketemu mantan tunangan?" Natya memutar bola matanya. Selalu saja ia dikaitkan dengan Genta.
"Sudah, tapi seperti yang sudah-sudah," ungkap adik perempuannya. "Alden kapan balik ke Indonesia?"
"Entah, sedang sibuk mengurusi projek barunya di US. Ditambah membantu Faradelle mengurus butiknya di Singapura,"
"Si bucin,"
"Biasanya itu omongan seseorang yang iri," ucap Ezra yang memang kenyataan. "Mau aku bantu dekat dengan seseorang?" tawa ledekan dari Ezra keluar.
"Terima kasih atas tawaran anda, Bapak Ezra. Tapi sepertinya saya akan menemukan seseorang yang tepat tanpa bantuan Anda."
"Genta, ya?"
Natya tersenyum masam, "Maaf, untuk saat ini nama tersebut tidak masuk ke dalam daftar." Dari pada menjadi korban ledekan yang berlanjut, Natya akhirnya meninggalkan Ezra lalu menuju taman, tempat Ia dan Mama serta Papanya bertemu.
Menyusuri sebuah lorong yang menghubungkan dengan taman yang akan dituju olehnya. Kalau di ingat-ingat, Natya ternyata lumayan lama tidak mengunjungi kediaman keluarganya.
Rumah ini terdiri dari empat kamar dan dua kamar pembantu. Sangat cukup untuk sebuah keluarga dengan tiga anak. Namun, beberapa tahun terasa sepi karena Ezra sudah memiliki rumah sendiri. Alden juga sibuk di Singapura dan US. Natya bahkan baru saja pulang dari Paris dan memilih tinggal di apartemennya. Jadilah rumah ini sangat sepi saat Bima di kantor.
Entah sudah berapa lama. Rumah ini lama-kelamaan terasa asing baginya. Termasuk menemui kedua orang tuanya. Terakhir kali, ketiganya bertemu ketika Natya wisuda. Kalau dihitung kira-kira enam bulan yang lalu.
Bertemu Ezra dan Odi saja terakhir kali saat dua tahun yang lalu. Keduanya mengunjungi Paris karena tengah berbulan madu. Saat keduanya menikah, Natya memang pulang ke Indonesia, tetapi ia langsung mengambil penerbangan ke Paris sehari setelah pesta selesai.
Kuliah, kerja, tidur, dan makan. Sisanya mengerjakan tugas kuliah lalu kembali istirahat. Cuma itu yang Natya lakukan saat di Paris. Ia bahkan sering absen saat teman-temannya mengajaknya mengunjungi sebuah club malam yang lumayan terkenal disana. Dia memilih sibuk dengan pekerjaannya di kantornya.
Dari berbisnis sejak awal masuk kuliah, Natya akhirnya bisa membeli sebuah apartemen yang saat ini ia tempati. Oleh karena itu, saat pulang ke Indonesia, Natya akan memilih tinggal di apartemen miliknya. Tentunya tanpa kedua orang tuanya.
Dari kejauhan, Natya dapat melihat Mama dan Papanya yang tengah duduk di gazebo yang ada di taman. Tangan Papa naik ke atas untuk memanggil Natya yang datang. Eleanor yang semula tak menyadari kedatangan anaknya, kini ikut melihat arah mata suaminya.
"Sorry kalau aku baru balik sekarang," Natya datang menyalimi kedua orang tuanya. Tidak berniat duduk di gazebo, Natya akhirnya menarik sebuah kursi kayu yang tak jauh dari tempatnya.
"Bisnis lagi sibuk banget ya, Nat?" tanya Papanya.
"Iya, lagi sibuk ngurus kepindahan kantor ke Indonesia," jawab Natya. "Ternyata lumayan ribet, ya. Padahal aku masih banyak deadline,"
Kendala Natya saat ini memang sudah berkurang. Perizinan sudah beres, sekertarisnya juga sudah mengurus soal open recruitment untuk kantor baru di Indonesia. Itu semua terjadi karena Natya tidak bisa membawa seluruh karyawannya di kantor lama.
Kebanyakan dari mereka memilih mencari pekerjaan lain dari pada ikut ke negara tempat kantor baru berada. Benar kata beberapa temannya yang sesama pebisnis, memindahkan sebuah kantor pusat tidak semudah yang ia kira.
"Kamu bawa berapa orang untuk di Indonesia?" tanya Papa yang memang lumayan paham untuk urusan seperti ini. "Biasanya harus bawa beberapa orang, supaya budaya di kantor sebelumnya nggak hilang."
"Sekitar dua puluhan, Itu juga rata-rata karyawan yang memang Indonesian." Natya menghela nafas. "Rencananya aku memang open recruitment untuk banyak bagian bulan depan. Minimal, tahun depan mereka sudah paham lah sama jobdesk masing-masing,"
"Sudah nemu kantor barunya?" Natya kadang-kadang ingin memuji Mamanya, beliau tahu banyak soal apa saja yang Natya sedang pikirkan.
"Sampai saat ini, belum. Aku baru mau survei beberapa tempat besok pagi." Jelas Natya.
"Mau pakai gedung kantor Papa dulu, nggak?" tawar Papa. Natya bahkan lupa kalau Papanya memiliki beberapa property yang memang bisa digunakan untuk keadaan darurat. "Nggak usah bayar sewa,"
Natya mengerutkan alisnya. "Papa lagi usaha biar aku nggak marah lagi?" kemudian Papa Natya—Bima tertawa terbahak-bahak.
"Papa sedang menawari kamu sebuah kerjasama," lagi-lagi Natya cuma bisa melihat kedua orang tuanya.
Natya benar-benar sudah tahu semua ini akan di bawa kemana. "Okey, untuk yang sekarang Papa mau apa?"
"Coba kamu tebak dulu," astaga, memangnya Natya ini cenayang? Kenapa sih, harus ada tebak-tebakan dulu?
"Natya nggak akan tahu kalau Papa nggak bilang," ujar Natya. "Pasti susah, iya kan?"
Papa menggeleng, sementara Mama cuma tersenyum melihat Papa yang berlagak sok akting itu. "Give me a clue, Pa" kata Natya.
"Mama yang mau memberi clue," Papa kini melemparnya kepada Mama yang ada di sebelah Papa. "Cepat kasih tahu Natya, Ma" balas Bima.
"Berhubungan dengan seorang cowok," mendengar apa yang baru saja Eleanor katakan, itu bahkan sudah Natya bayangkan sebelumnya.
Terkadang, Natya bingung denga ide Eleanor yang tidak ada habisnya. Ide soal meminta Natya pulang ke Indonesia, sampai ide membuat Natya pulang ke rumahnya pun semua selalu berhasil. Kali ini apa?
Natya ingin berlama-lama marah dengan Eleanor, tapi Mamanya itu selalu saja membuat Natya gagal untuk marah dengannya.
"Aku mau lakuin apapun, asal cowok itu bukan Genta" semua ini bukan tanpa alasan, Natya bosan saja selalu mendapat perlakuan yang kurang dihargai saat ia bersama Genta.
"Masalahnya, lagi-lagi tugas yang ini harus sama Genta," helaan nafas Natya kini dapat di dengar Eleanor dan Bima. "Nggak bisa, ya, sayang?"
"About that, aku nggak tahu bakal bisa laksanain ini atau nggak" ujar Natya pasrah. Tetapi terdengar realistis. "Btw, tugasnya apa?"
"Jadi breakfast mate-nya Genta, bisa kan?" mendengar apa yang Mamanya katakan, Natya mengerutkan dahinya.
"Maksud Mama?"
"Kamu jadi teman sarapannya Genta, Nat. Every day. Bisa kan?"
Rasanya Natya ingin kembali ke Perancis saja.
***
YOU ARE READING
Breakfast Mate
Любовные романыSINOPSIS Usai menempuh pendidikan sembari menjalankan bisnis di Paris, Natya akhirnya memilih kembali pulang ke Indonesia atas perintah Mamanya. Kebebasan yang ia rasakan di Paris, terpaksa harus hilang setelah ia pulang. Natya yang sudah dipus...