6

14 1 0
                                    

BREAKFAST MATE

EPISODE 6

***

Hampa itu seperti langkah tak berjejak, senja tapi tak jingga, cinta tapi tak dianggap. 

–Raditya Dika.

***

"Besok kamu mau makan apa?" ini baru jam enam pagi, beberapa orang mungkin baru saja bangun dan memulai aktifitas. Tapi, tidak dengan Natya.

Jam segini, Natya sudah membangunkan Genta yang ternyata baru saja bangun karena tidurnya diganggu oleh panggilan telepon dari staff apartemen.

"Nggak tau," jawab Genta singkat sambil mengucek matanya karena baru bangun.

Suasana lobby masih agak sepi, baru beberapa orang yang turun, mungkin saja mereka harus berangkat pagi untuk mencapai kantor.

"Emangnya nggak bosan tiga hari makan bubur ayam terus?" Natya bahkan sampai hapal kalau Genta sudah tiga hari sarapan dengan bubur ayam yang dibawakan perempuan itu. "Mau aku bawain sesuatu?"

Genta diam sejenak, ia harus meminta makanan sesulit mungkin supaya Natya tidak bisa mencarinya. Sehari aja, Natya tidak perlu datang ke apartemennya. Genta juga lelah kalau di cemooh beberapa sekuriti 'disamperin pacarnya, mas' setiap kali Natya datang kesini.

"Aku mau sate ayam," 

Melihat Natya yang hanya diam tak berekspresi, membuat Genta sedikit berbangga. Perempuan itu tidak akan bisa memenuhi keinginannya. Tentu saja. Siapa juga yang mau jualan sate pagi-pagi.

"Aku bakal coba cari dulu," balas Natya dengan optimis.

"Okey, jangan datang kalau nggak ketemu, ya" Genta menguap sekali lagi. "Aku balik ke atas, bye"

Natya masih berdiri di tempatnya, memandangi Genta yang memasuli lift sembari membawa seporsi bubur ayam. Usai pintu lift itu tertutup, Natya akhirnya meninggalkan lobby apartemen itu dan memilih menuju mobilnya.

Mendengar permintaan Genta yang ternyata lebih aneh dari pada permintaan Mama dan Papanya, tentu saja Natya tidak bodoh. Laki-laki itu tengah menghindarinya. Natya tidak suka posisinya saat ini, mengejar-ngejar Genta bukan tipe Natya.

Natya tidak bisa kalau harus setiap hari seperti ini. Dia tengah melawan dirinya sendiri. Ternyata gini rasanya jadi orang munafik.

Mau membolos untuk tidak bertemu Genta? Lebih baik Natya jadi tikus kecil yang diinjak-injak Genta dari pada harus membohongi Mamanya. Dia lebih tidak peduli saat Genta bicara semua hal yang menyakitkan.

Memang cuma kata-kata penyemangat yang paling bisa ia andalkan saat tengah unmood seperti ini. Mau menangis saja, Natya tidak bisa. Cuma pria itu, yang bisa membuatnya tidak bersemangat di setiap pagi.

Natya rindu Paris, karena disana tidak ada Genta.

Daripada terus berlarut dengan perasaan marahnya, Natya memilih mengalihkan perhatiannya untuk menyetir mobil. Ia harus segera sampai kekantornya untuk membantu persiapan ruangan dan interview pelamar kerja siang ini.

***

"Sibuk banget, Bu?" siapa lagi kalau bukan si model Internasional. Dia baru saja sampai pagi ini. Dan malamnya sudah mengganggu Natya yang masih sibuk di ruangannya. "Kusut amat muka lo,"

"Berisik, Len. Gue lagi fokus," Natya kembali menyibukkan dirinya dengan banyak pekerjaan. Jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Banyak karyawan yang sudah pulang, tetapi Natya masih tetap betah untuk bekerja.

"Seminggu gue tinggal, lo jadi kusut. Habis putus?" Natya menutup laptopnya. Dia benar-benar lelah. Lelah bekerja, berpikir, sekaligus memikirkan semua masalahnya yang tak kunjung usai.

"Lo mau pulang atau mau main ke unit gue?" tanya Natya sambil bersiap untuk pulang.

"Ya main, lah. Masa malem minggu di rumah," Biasanya sudah jadi agenda mingguan mereka, main ke salah satu apartemen saat salah satu sedang kusut seperti ini. "Mau minum?"

"Iya, gue lagi kusut banget," balas Natya. "Ayo, keluar."

Keduanya kemudian keluar dari kantor dan berjalan menuju mobil Natya yang terparkir di parkiran. Sebuah Range Rover Evoque itu berdiri gagah dan siap dinaiki. Itu merupakan hadiah dari kedua orang tuanya saat ia wisuda beberapa bulan yang lalu.

Usai mengendarai mobilnya menuju apartemennya yang di tempuh dalam waktu satu jam, Natya keluar dari mobilnya lalu memasuki lift.

"Eh, kalian dari mana?" Alena sudah berisik saat yang ia temui ternyata Archi dan Genta.

"Main, kamu habis dari mana?" kali ini Archi yang menimpali apa yang Alena tanyai. Natya memilih masuk ke dalam lift, berdiri di sebelah Genta yang juga bersikap cuek bebek kepadanya.

"Nemenin ibu bos," kemudian Alena mengecilkan suaranya tetapi tetap saja bisa Natya dengar. "Lagi mau minum, lagi kalut," untungnya, lift ini hanya diisi oleh empat orang termasuk dirinya. Jadi ia tidak terlalu peduli lagi soal semua orang tahu atau tidak. Lagian, memang benar kan?

"Besok ke GBK, yuk?" suara Archi tiba-tiba mengisi lift ini. Seolah-olah mengajak semua orang yang ada disini.

"Kamu ngajak siapa?" timpal Alena.

"Semua yang ada disini," kata Archi. "Lo bisa nggak, Nat?"

Natya menoleh, melihat Archi yang memang melihatnya juga. "Nggak tahu, kalau bisa bangun ya berangkat."

"Gimana kalau kita bertiga aja? Natya pasti masih pusing kalau di ajak ke GBK." Tukas Alena sebagai solusi. Natya juga sebenarnya tidak ada niat untuk pergi kesana, apalagi harus bersama Genta juga. Serius, Natya kapok.

"Iya, gue rencananya mau minum sampai hangover." Natya kembali membuang muka ke depan dan tidak menghiraukan tiga orang yang ada disini.

"Bad day?" suara Genta membuat Natya reflek melihat laki-laki yang juga tengah menoleh kepadanya. "Lo lagi nggak mood?"

"Lagi hectic aja." Natya kembali membuang muka. Wajah Natya berubah masam usai menjawab pertanyaan yang Genta tiba-tiba tanyai.

"Dia emang jutek banget kalau lagi unmood, Ta" Natya memilih diam saja. Selanjutnya, ketiganya mengobrol seperti biasa. Sementara, Natya hanya membatu karena terlalu lelah usai ngantor.

Lift akhirnya terbuka. Memperlihatkan lantai dua puluh delapan yang merupakan tempat yang Archi dan Genta tuju. "Ayo, Ta."

Archi keluar lebih dulu dan melihat Genta yang belum keluar juga. "Lo nggak jadi nginep?"

"Ada yang mau gua omongin sama Natya," perempuan yang disebut oleh Genta tentu saja terkejut. Ia menoleh melihat Genta yang malah menengok ke belakang. "Bisa tinggalin gua sama Natya dulu, Len?"

Kalian tahu tidak ekspresi Alena gimana? Dia tersenyum penuh arti lalu mencubit lengan Natya sebelum ia keluar dari lift.

"Kayaknya emang gue hari ini harus mesra-mesraan dulu deh, sama Archi."

Archi juga sama saja, dia senyum-senyum mengerti kode yang Alena kirimkan melalui senyuman perempuan yang berprofesi sebagai model itu.

Dasar pasangan nggak jelas!

Sebelum semuanya makin nggak karuan, Natya buru-buru menyentuh angka tiga puluh tujuh yang nantinya akan menuju ke unit apartemen miliknya sendiri. Tapi kali ini ia tak bersama Alena, tapi dengan laki-laki yang ingin ia hindari. Genta.


*** 


Hello, selamat malam!! 

Wah, lama banget ya aku nggak update. Namun, berhubung masih ada sisa-sisa bab yang sebelumnya memang kuketik di laptop, rasanya nggak ada salahnya kalau ku-update sekarang. 

Soon akan aku usahakan untuk update rutin, see you!

Breakfast MateWhere stories live. Discover now