3 (Menarik)

1.3K 224 11
                                    

Sepulang sekolah, Sugawara dengan patuh menghadap gadis perpus. Gadis perpus keluar dari tempat ia bekerja dan pergi ke rak penyimpan buku yang ia yakini diperlukan Sugawara.

Entah karena perpusnya, Sugawara-nya, atau karena pribadi gadis perpus saja yang membuat atmosfer di sekeliling mereka hening.

"Aku sarankan ini. Halaman pertengahan, baca saja bagian rangkuman. Kalau masih belum jelas, datang padaku, akan aku beri beberapa buku rujukan lagi."

Sugawara menerima buku itu. Dia lebih waswas pada senyum sadis si gadis.

"Kalau kau mampu mencerna buku itu, itu artinya kau hebat. Belum pernah ada yang paham selain ... ya aku. Dan beberapa orang saja." Gadis menjauh sembari menahan kekehan.

Sugawara menahan napas sejak senyum sadis terbit.

"Uh, aku pikir maksudnya mencerna buku itu: menelan buku ini. Hebat kalau dia bisa."

Sugawara menahan tawa membayangkan gadis perpus benar-benar menelan buku referensi.

"Menarik, dia pikir aku tidak mampu?" Sugawara perlahan menunda luka, pada lapangan voli dan pertandingan penyisihan nantinya. Peran diambil Kageyama. Menyaksikan sendiri di barisan cadangan.

Dia ikhlas, tapi mana ada hati yang gembira?

"Oh, kurasa ini bisa membantumu." Sugawara tersadar pada si gadis perpus yang kembali seraya menyodorkan kamus bahasa Inggris.

Sugawara menerimanya.

Senyum sadis masih mengambang rupanya. "Banyak istilah bahasa Inggris."

Sugawara telak tertawa kali ini. Si gadis mengernyit heran.

"Hebat. Kau kira aku tak mengerti bahasa Inggris?"

"Kau orang Jepang, kan?"

Sugawara tergelak lagi, amat sangat mengudara suaranya. Memecah keheningan. Di sana hanya ada mereka berdua.

"Mau bertaruh?"

"Apa?"

"Ketika aku paham materinya, kau harus melakukan sesuatu untukku. Dan ketika aku tidak tahu materinya, aku akan lakukan sesuatu untukmu. Bagaimana?" Sugawara meladeni dengan gembira.

Gadis perpus mendengus. "Aku akan memberikanmu namaku."

"Hoo ... padahal aku bisa mencarinya dengan mudah."

"Coba saja. Aku tak akan menoleh jika kau panggil." Gadis perpus memang punya wajah sedatar tembok. "Aku akan menoleh jika kita berkenalan."

"Baiklah. Kalau begitu ... aku akan kencan denganmu jika aku tidak paham. Bagus, bukan?"

Ada jeda keheningan. Padahal Sugawara sudah tersenyum amat lebar.

"Ada pertanyaan." Gadis manis mengangkat tangan.

"Silakan!"

"Ketika aku menang taruhan, bisa tidak hadiahnya ditukar dengan buku?"

Sugawara meringis, tapi entah kenapa interaksi ini lucu sekali. "Kita akan kencan ke toko buku." Nyatanya, Sugawara ingin mengundang gelak tawa si gadis.

Nihil. Entah humor seperti apa yang dapat menggerakkan wajahnya.

"Oke kalau begitu. Semoga berhasil."

"Aku pasti berhasil."

Baiklah, untuk nama dia saja. Mari pelajari materi ini sampai paham. Sugawara keluar perpus tanpa beban di wajah.

---to be continue

Liebe : Di Dekat JendelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang