telu.

308 39 8
                                    

Siang itu identik dengan panas. Kalau mendung ya tidak panas, kalau tidak mendung ya panas.

Mestinya ya, kalo panas-panas itu bikin haus. Makanya harus minum.

Tapi kalo lu gembel miskin hobi judi, minum aja susah. Apalagi hidup iya ndak?

"Kerek, panas." gerutu seorang Arisugawa Dice pada dirinya sendiri. Ia sendiri merasa kepanasan, tapi jaket ijo cem Persebaya yang dikenakannya tidak dilepas. Goblok banget heran.

"Haduh, nyari minum dimana...? Emoh aku kalo nyiduk aer sungai. Wong sungainya coklat, tapi bukan coklat miylo." rutuknya pada sang sungai yang kebetulan berada di sampingnya.

Sungai yang sebenarnya ga salah apa-apa cuma ingin mengutuk Dais tercebur ke dalamnya.

Dan yah, manjur. Dais yang kurang awas terpleset lantas tercebur ke sungai yang berkedalaman seukuran dengkulnya.

"Bweh! Kali laknat! Awas yo!" ujarnya "Aku arep ngapain ya. Udah ga haus, tapi basah. Mumpung masih panas, mengeringkan diri ae." belum selesai Dais berbicara, sambaran kilat baru saha lewar.

Dan 'dhuar' hujan lebat turun mengguyur.

"Satu kata, jancok."

Makanya, banyak bersyukur. Mungkin begitu batin sang Kali.

Hypmic misuh!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang