Satu

9K 523 16
                                    

"Kan Mama udah bilang dia itu pembawa sial! Dulu kamu kehilangan janinmu, sekarang suamimu. Kurang sial apa lagi kamu?!"

"Pembunuh!"

"Aku lihat, dia sendiri yang nyiapin makanan pesenan suaminya. Terus, tiba-tiba abis makan, suaminya sekarat. Mati deh."

"Gila kali tuh orang."

Wanita itu menutup telinganya sembari gemetar ketakutan di sudut ranjang kamar rawatnya. Bola matanya bergerak-gerak menatap nyalang ke sudut-sudut ruangan yang ia tempati. Bibir keringnya menggumamkan kata yang sama sepanjang suara-suara itu menggema di dalam pikirannya.

"B-bukan. Bukan aku! Bukan aku! Bukan aku!"

Wanita itu bangkit, berjalan terseok-seok dengan kedua telinga yang masih ia tutupi. Tujuannya saat ini adalah mengambil segelas air minum di atas nakas. Bukan, bukan untuk diminum.

Prang!!

Atha yang tengah berjalan menuju kamar rawat wanita tersebut seketika terkejut. Ia pun segera berlari menghampiri sumber suara.

Wanita berambut panjang berantakan itu dengan brutal mengumpulkan pecahan gelas kaca yang berserakan di lantai karena ulahnya, mengabaikan beberapa goresan dan tusukan memenuhi telapak tangannya, karena memang itu tujuannya.

Ia tersenyum kala melihat darahnya sendiri mengalir deras hingga menetes dari tangannya, menciptakan bercak abstrak di lantai. Air putih yang semula berceceran itu pun kini bercampur dengan pekatnya warna darah.

"Bunda!"

Wanita itu menoleh pada seorang pemuda yang memanggilnya 'Bunda'. Ia melihat pemuda itu menghampirinya dengan napas tersengal. Dia tidak mengenal pemuda ini, tapi ada sesuatu di dalam diri lelaki itu yang membuatnya tidak suka. Jantungnya sendiri tiba-tiba berdegup lebih kencang, perasaannya memburuk, suasana hatinya berkecamuk tidak tenang.

"Bunda kenapa?"

"Dia itu anak pembawa sial!"

"Mama jamin kamu bakal nyesel!"

"Pembunuh!"

"Bun--"

"Aaarrgghh!!"

Atha terkejut. Bunda yang tadinya terduduk di hadapannya itu berhambur mendorong tubuhnya sampai telentang di lantai. Belum sempat Atha memberi perlawanan, kedua tangan bundanya sudah mencekik lehernya. Serpihan kaca ikut menancap pada leher Atha, menghasilkan sensasi perih yang mendominasi sesak napasnya.

"Bun-da stop!"

Seakan tuli, wanita itu malah berteriak sambil mengencangkan cekikannya. Tak lama kemudian, teriakannya berubah menjadi tawa. Tawa mengerikan yang menggelegar, memenuhi pendengaran Atha.

Cowok itu menitikkan air mata di tengah besarnya rasa takut yang memeluknya. Dia orang lain. Orang yang berbeda. Dia bukan bundanya. Sesak. Rasanya sesak melihat bundanya seperti ini.

Pandangan Atha semakin buram. Oksigen pun sudah tak bisa lagi ia jangkau. Baru saja Atha ingin memejamkan mata, sayup-sayup suara derap langkah kaki yang sedang berlari terdengar. Ia berharap itu kakaknya serta para dokter yang datang untuk menolong bundanya.

Atharrazka [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang