〰 Bunda - 08 〰

335 63 35
                                    


•••



SIDNEY.



__ __ __ __ __

"Selamat pagi,mbak Sidney? Maaf mengganggu waktunya, tapi bisakah mbak Sidney datang ke sini pagi ini?

Ibu Citra subuh tadi mengalami penurunan cukup drastis dan beliau mengalami koma.

Kami sudah mengerahkan yang terbaik dan menunggu kedatangan mbak Sidney untuk kelanjutan perawatan dari ibu Citra"

__ __ __ __ __ __





15 menit setelah gue selesai mandi dan keluar dari kamar mandi lalu hendak membereskan kamar tidur Bian, telefon dari suster Nabila membuat gue terduduk kaku di sisi kasur, memandang ke arah pintu kamar.

Ntah, gue tidak menangis, tidak sedih, tidak memikirkan apapun saat ini, kosong.

Ya, pikiran gue kosong, sangat kosong.

Begitu juga dengan seluruh tubuh gue yang tidak melemas, melainkan kaku dan menegang dengan sendirinya.

Teringat tentang semua hal-hal bersama bunda yang selalu teringat, slalu membekas dan mungkin tidak akan bisa di lupakan, membuat gue benar-benar bergidik, berhasil membangkitkan seluruh rambut-rambut halus di tubuh gue.


Hubungan gue dan bunda tidak seperti hubungan anak dan putri pada umumnya, kami berdua memiliki kisah yang jauh dari kata dekat, atau mungkin lebih tepatnya saling menyayangi.

Setelah menenangkan diri beberapa menit dan yakin pada otak maupun tubuh sendiri, gue keluar kamar dan turun menuju bawah, mencari bi Isah yang sedang sibuk membersihkan karpet di ruang TV dengan vacuum cleaner.


"Bi, saya pergi dulu ya sebentar ke rumah sakit mau jenguk kerabat"


Bi Isah menghentikan kegiatannya dan mengangguk serta menanyakan dengan siapa gue akan pergi,lalu gue jelaskan bila Bian yang akan mengantar gue, diapun terlihat tenang.

Tak lupa juga gue memesan agar memberi taukan Sheyna yang sehabis makan tadi kembali tidur agar tidak bingung bila semisal dia bangun nanti tidak ada gue di rumah.

Setelah semua jelas, gue pergi ke taman depan menunggu Bian yang sedang dalam perjalanan kembali karena saat gue meminta ijin untuk pergi ke rumah sakit dia menahan gue dan mengatakan akan mengantar dan ikut gue ke rumah sakit.

Jarak kantor dan rumah Bian cukup dekat dan untungnya setiap kerja setengah hari Bian selalu menaiki motor jadi dia bisa sampai lebih cepat daripada saat menaiki mobil.


Tak perlu menunggu lama lagi, Bian dan motornya sudah memasuki halaman depan, Bian turun dengan panik menghampiri gue.

"Beb, aku ambil kunci mobil dulu kedalem"

"Naik motor aja, yuk jalan sekarang"

Dia masih menatap gue

"Tapi, mendung.. Takutnya nanti malah ujan"

"Mampir mini marketlah beli jas ujan buat pejalan kaki bisa"

Dia menghela napas.

"Ok, yaudah jalan sekarang.."

Bian membuka bagasi motor dan memberikan helm cadangan untuk gue.

"Pelan-pelan naiknya"

"Iya"

Guepun naik, dan Bian mulai menjalankan motornya.

Dipertengahan jalan gue merasa tidak enak, gara-gara gue dia harus tidak masuk kerja, eh tapi kan itu juga atas dasar maunya dia sendiri juga, duh gak ngerti deh.

Emergency GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang