Chapter 7

1.1K 91 66
                                    

07. SOLIDARITAS LEBIH PENTING!
-March, 26, 2020.

Sepulang sekolah, Elara bergegas ke Swalayan untuk membeli beberapa buah untuk Rigel. Cowok itu tiba-tiba sakit perut sehabis dari kantin dan alhasil ia pulang lebih dulu.

"Ini buahnya matang apa, gak?" Ucap seorang cowok membuat Elara yang sedari tadi sibuk dengan buah di tangannya, menoleh ke arah cowok itu.

"Lo ribet banget sih! Tinggal ambil aja kali."

"Ya kan lo tau sendiri El, Rigel itu gak suka buat yang terlalu matang."

"Yaudah sih, Rel, kalo Rigel gak makan buahnya kan ada lo yang siap abisin," ucap Elara cengengesan.

"Yeu, gue kan gak makan buah ginian," ucapnya seraya menunjukkan buah mangga yang berada di tangannya.

"Pantas aja badan lo kurus kerempeng gini, lo aja gak makan buah," Elara berdecak ke arah cowok itu.

Kemudian melangkahkan kakinya ke sebuah box buah Alpukat. Buah itu adalah buah kesukaan Rigel.

Sembari menimbang-bimbang berat buah tersebut, seorang cowok lainnya menepuk pundak Elara, "Udah selesai?"

"Udah kok," Elara tersenyum.

"Yaudah, gue bayar ini dulu," Atlas mengambil buah yang berada di tangan Elara kemudian membawanya ke kasir.

Setelah membeli buah, akhirnya tiga orang itu melesat kan kendaraannya kerumah Rigel, dan sesampainya mereka disana. Yang dilihat pertama oleh mereka adalah mobil Sargas yang terparkir rapih di halaman rumah Rigel.

Dengan langkah tenang, Elara masuk ke dalam rumah Rigel, tanpa salam, tanpa mengetuk pintu. Disusul oleh Atlas dan juga Farel. Ya, mereka menganggap rumah Rigel seperti rumah mereka sendiri.

"Rig..." ucapan Elara terhenti kala melihat Sargas dan cowok yang ingin dipanggilnya itu berada di ruang tamu. Ah bukan itu yang menjadi fokusnya, tetapi perempuan yang berada disamping Sargas.

"Libra..." ucapnya pelan.

-E.G-

Libra yang merasa namanya di panggil pun menoleh dan mendapati Elara yang sedang berdiri sembari melihat ke arahnya dengan tatapan seolah-olah bertanya 'kok lo ada disini?'

Merasa tatapan Elara terhadap Libra, akhirnya cowok itu membuka suara, "Libra bareng gue tadi."

Elara hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti, kemudian berjalan ke arah Rigel dan duduk disamping cowok itu.

"Makanya kalo makan itu jangan sembarangan, gini kan jadinya?! Lo tuh gak pernah mau dengerin gue, sih?!" Cerocos Elara sambil menjewer telinga Rigel.

"Lo kalo dibilangin jangan ngeyel," kemudian satu tangan lainnya ikut menjewer Rigel.

"Sakit, bangsat?!" Rigel berusaha melepaskan tangan Farel yang semakin kencang menjewer telinganya.

"Kok lo ikutan jewer, sih?!" Kesal Elara pada cowok itu.

"Gue cuma bantuin lo, El. Kasian telinga satunya nganggur, yaudah gue jewer aja sekalian," ucap Farel terkekeh.

Sementara Rigel, cowok itu terus mengusap telinganya yang sudah memerah akibat dua orang tadi. Elara sudah melepaskan jewerannya.

"Lo bawa apa?" Tanya Rigel masih mengusap telinganya.

"Nih gue bawain buah kesukaan lo," ucap Elara mengeluarkan buah yang dimaksud itu dari papperbag yang di bawanya tadi.

"Masa cuma di beliin," ucapan Rigel membuat Elara mengernyitkan keningnya bingung, "Kupasin juga." Lanjut cowok itu membuat Elara membulatkan matanya.

"Dasar lo, manusia dikasih hati minta empedu?!"

Elara Geschichte [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang